Saturday, December 31, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK HOSPITALISASI

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK HOSPITALISASI




A. Latar Belakang
Permasalahan pokok yang sering dihadapi dalam dunia kesehatan adalah tidak lain dari reaksi hospitalisasi serta dampak yang di timbulkannya.sebagaimana komitmen dalam mengatasi hal tersebut baik secara individual maupun secara sosial yaitu upaya menimalisirkan dampak serta memaksimalkan manfaat ari hospitalisasi.
B. Pengertian Hospitalisasi
Suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah.
Selama proses tersebut bukan saja anak tetapi orang tua juga mengalami kebiasaan kebiasaan yang asing, Lingkungannya yang asing,orang tua yang kurang yang mendapat dukungan emosi akan menunjukkan rasa cemas. Rasa cemas pada orangtua akan membuat stress anak meningkat. Dengan demikan asuhan keperawatan tidak hanya terfokus pada anak terapi tapi juga pada orang tuanya.
C. Pendekatan Yang di Gunakan Dalam Hospitalisasi
1. Pendekatan Empirik
Dalam menanamkan kesadaran diri terhadap para personil yang terlibat dalam hospitalisasi, metode pendekatan empirik menggunakan strategi, yaitu :
1. Melalui dunia pendidikan yang ditanamkan secara dini kepada peserta didik.
2. Melalui penyuluhan atau sosialisasi yang diharapkan kesadaran diri mereka sendiri dan peka terhadap lingkungan sekitarnya.

2. Pendekatan Melalui Metode Permainan
Yaitu pendekatan dilakukan melalui permainan yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Raksi hospitalisasi bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya reaksi anak trhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri.
D. HOSPITALISASI PADA ANAK
Hospitalisasi bagi keluarga dan anak dapat dianggap sebagai :
1. Pengalaman yang mengancam
2. Stressor
Keduanya dapat menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga.
Bagi anak hal ini mungkin terjadi karena :
1. Anak tidak memahami mengapa dirawat/terluka.
2. Stress dengan adanya perubahan akan status kesehatan, lingkungan dan kebiasaan sehari-hari.
3. Keterbatasan mekanisme koping.
2. Stressor Hospitalisasi Pada Anak
Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi dipengaruhi :
1. Tingkat perkembangan usia.
2. Pengalaman sebelumnya.
3. Support sistem dalam keluarga.
4. Keterampilan koping.
5. Berat ringannya penyakit.
E. Stress Hospitalisasi
Stress yang umumnya terjadi berhubungan dengan hospitalisasi :
1. Takut
1) Unfamiliarity
2) Lingkungan rumah sakit yang menakutkan
3) Rutinitas rumah sakit
4) Prosedur yang menyakitkan
5) Takut akan kematian
2. Isolasi
Isolasi merupakan hal yang menyusahkan bagi semua anak terutama berpengaruh pada anak dibawah usia 12 tahun.
Pengunjung, perawat dan dokter yang memakai pakaian khusus (masker, pakaian isolasi, sarung tangan, penutup kepala) dan keluarga yang tidak dapat bebas berkunjung.
3. Privasi yang telambat
Terjadi pada anak remaja : rasa malu, tidak bebas berpakaian.
F. Faktor
Faktor-faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak :
1. Berpisah dengan orang tua dan sibling.
2. Fantasi-fantasi dan unrealistic anxienties tentang kegelapan, monster, pembunuhan dan diawali oleh situasi yang asing. binatang buas.
3. Gangguan kontak sosial jika pengunjung tidak diizinkan
4. Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit.
5. Prosedur yang menyakitkan
6. Takut akan cacat atau mati.
G. Stressor Pada Infant
Separation anxiety (cemas karena perpisahan)
• Pengertian trhadap ralita trbatas hubungan dngan ibu sangat dekat
• Kemampuan bahasa terbatas
Respon infant akibat prpisahan dibagi tiga tahap
1. Tahap protes (fase of protes)
o Menangis kuat
o Menjerit
o Menendang
o Berduka
o Marah
2. Tahap putus asa (phase of despair)
o Tangis anak mulai berkurang
o Murung, diam, sedih, apatis.
o Tidak tertarik dengan aktivitas di sekitarnya
o Menghisap jari
o Menghindari kontak mata
o Berusaha menghindar dari orang yang mendekati
o Kadang anak tidak mau makan.
3. Tahap menolak (phase dethacement/denial)
o Secara samar anak seakan menerima perpisahan (pura-pura)
o Anak mulai tertarik dengan sesuatu di sekitarnya
o Bermain dengan orang lain
o Mulai mmbina hubungan yang dangkal dengan orang lain
o Anak mulai terlihat gembira
 Kehilangan Fungsi Dan Control
Hal ini terjadi karena ada persepsi yang salah tentang prosedur dan pengobatan serta aktivitas di rumah sakit, misalnya karena diikat/restrain tangan, kaki yang membuat anak kehilangan mobilitas dan menimbulkan stress pada anak.
 Gangguan Body Image dan Nyeri
o Infant masih ragu tentang persepsi body image
o Tetapi dengan berkembangnya kemampuan motorik infant dapat memahami arti dari organ tubuhnya, misalnya:sedih/cemas jika trauma atau luka.
o Warna seragam perawat/dokter (putih) diidentikkan dengan prosedur tindakan yang menyakitkan sehingga meningkatkan kecemasan bagi infant.
Berdasarkan theory psychodynamic, sensasi yang berarti bagi infant adalah berada di sekitar mulut dan genitalnya. Hal ini diperjelas apabila infant cemas karena perpisahan, kehilangan control, gangguan body image dan nyeri infant biasanya menghisap jari, botol.
H. STRESSOR PADA ANAK USIA AWAL (TODDLER & PRA SEKOLAH)
Reaksi emosional ditunjukkan dengan menangis, marah dan berduka sebagai bentuk sehat dalam mengatasi stress karena hospitalisasi.
1. Pengertian anak tentang sakit
o Anak mempersepsikan sakit sebagai suatu hukuman untuk perilaku buruk, hal ini terjadi, karena anak masih mempunyai keterbatasan tentang dunia di sekitar kita.
o Anak mempunyai kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bisa bermain dengan temannya, mereka terluka dan nyeri sehingga membuat mereka harus pergi ke rumah sakit dan harus mengalami hospitalisasi.
o Reaksi anak tentang hukuman yang diterimanya dapat bersifat passive, cooperative, membantu atau anak mencoba menghindar dari orang tua, anak menjadi marah.
2. Separation/Perpisahan
o Anak takut dan cemas berpisah dengan orang tua
o Anak sering mimpi buruk.
3. Kehilangan Fungsi dan Control
Dengan kehilangan fungsi sehubungan dengan terganggunya fungsi motorik biasanya mengakibatkan berkurangnya percaya diri pada anak sehingga tugas perkembangan yang sudah dicapai dapat terhambat. Hal ini membuat anak menjadi regresi; ngompol lagi, suka menghisap jari dan menolak untuk makan.
4. Restrain/pengekangan dapat menimbulkan anak menjadi cemas
5. Gangguan body image dan nyeri
o Merasa tidak nyaman akan perubahan yang terjadi
o Ketakutan terhadap prosedur yang menyakitkan

I. STRESSOR PADA USIA PERTENGAHAN
Restrain atau immobilisasi dapat menimbulkan kecemasan
1. Pengertian tentang sakit
o Anak usia 5-7 tahun mendefinisikan bahwa mereka sakit sehingga membuat mereka harus beristirahat di tempat tidur
o Pengalaman anak yang terdahulu selalu mempengaruhi pengertian anak tentang penyakit yang dialaminya.
2. Separation/Perisahan
o Dengan semakin meningkatnya usia anak, anak mulai memahami mengapa perpisahan terjadi
o Anak mulai mentolerir perpisahan dengan orang tua yang berlangsung lama
o Perpisahan dengan teman sekolah dan guru merupakan hal yang berarti bagi anak sehingga dapat mengakibatkan anak menjadi cemas.
3. Kehilangan Fungsi Dan Control
o Bagi anak usia pertengahan ancaman akan harga diri mereka sehingga sering membuat anak frustasi, marah, dan depresi
o Dengan adanya kehilangan fungsi dan control anak merasa bahwa inisiatif mereka terhambat
4. Gangguan body image dan nyeri
o Anak mulai menyadari tentang nyeri
o Anak tidak mau melihat bagian tubuhnya yang sakit atau adanya luka inisiasi
J. STRESSOR PADA ANAK USIA AKHIR
1. Pengertian Sakit
o Anak mulai memahami konsep sakit yang bisa disebabkan oleh faktor ekstrnal atau bakteri, virus dan lain-lain.
o Mereka percaya bahwa penyakit itu bisa dicegah
2. Separation/Perpisahan
o Perpisahan dengan orang tua bukan suatu masalah
o Perpisahan dengan teman sebaya/peer group dapat mengakibatkan stress
o Anak takut kehilangan status hubungan dengan teman
3. Kehilangan fungsi control
Anak takut kehilangan control diri karena penyakit dan rasa nyeri yang dialaminya.
4. Gangguan body image
o Anak takut menagalami kecacatan dan kematian
o Anak takut sesuatu yang terjadi atau berpengaruh terhadapa alat genitalnya

K. STRESSOR PADA ADOLESCENT/REMAJA
1. Pengertian tentang sakit
o Anak mulai memahami konsep yang abstrak dan penyebab sakit yang bersifat kompleks
o Anak mulai memahami bahwa hal-hal yang bisa mempengaruhi sakit

2. Separation/Perpisahan
o Anak remaja sangat dipengaruhi oleh peer groupnya, jika mereka sakit akan menimbulkan stress akan perpisahan dengan teman sebayanya
o Anak juga kadang menghina dan mencoba membatasi kontak dengan peer groupnya jika mereka mengalami kecacatan.

3. Kehilangan fungsi control
o Bagi remaja sakit dapat mmepengaruhi fungsi kemandirian mereka
o Penyakit kronis dapat menimbulkan kehilangan dan mengancam konsep diri remaja
o Reaksi anak biasanya marah frustasi atau menarik diri.


4. Gangguan Body Image
o Sakit pada remaja mengakibatkan mereka merasa berbeda dengan peer groupnya dan sangat mempengaruhi kemampuan anak dalam menangani stress karena adanya perubahan body image. Remaja khawatir diejek oleh teman/peer groupnya.
o Mengalamai stress apabila dilakukan pemeriksaan yang berhubungan dengan organ seksual.

L. STRESSOR DAN REAKSI KELUARGA SEHUBUNGAN DENGAN HOSPITALISASI ANAK
Bagian integral dari keluarga . anak
Jika anak harus menajalani hospitalisasi akan memeberikan pengaruh terhdap anggota keluarga dan fungsi keluarga (Wong & whaley, 1999)

1. Stressor reaksi orang tua
- Reaksi orang tua dipengaruhi oleh:
1. tingkat keseriusan penyakit anak
2. Pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan hospitalisasi
3. Prosedur pengobatan
4. Kekuatan ego individu
5. Kemampuan koping
6. Kebudayaan dan keprcayaan
7. Komunikasi dalam keluarga
2. Reaksi Orang Tua
Pada umumnya raksi orang tua
1) Denial/disbelief
Tidak percaya akan penyakit anaknya.
2) Marah/merasa bersalah
Merasa tidak mampu merawat anaknya
3) Ketakutan, cemas dan frustasi
o Tingkat keseriusan penyakit
o Prosedur tindakan medis
o Ketidaktahuan
4) Depresi
o Terjadi setelah masa krisis anak berlalu
o Merasa lelah fisik dan mental
o Khawatir memikirkan anaknya yang lain di rumah
o Berhubungan dengan efek samping pengobatan
o Berhubungan dengan biaya pengobatan dan perawatan

5) . Reaksi Sibling

Pada umumnya reaksi sibling:
o Merasa kesepian
o Ketakutan
o Khawatir
o Marah
o Cemburu
o Rasa benci
o Rasa bersalah

3. Pengaruh pada fungsi keluarga
Pola komunikasi
o Komunikasi antar keluarga terganggu
o Respon emosional tidak dapat terkontrol dengan baik

M. PENURUNAN PERAN ANGGOTA KELUARGA POLA KOMUNIKASI
1. Kehilangan peran orang tua
2. Perhatian orang tua tertuju pada anak yang sakit dan dirawat
3. Kadang orang tua menyalahkan sibling sebagai perilaku antisosial

Bagaimana mengatasi masalah yang mungkin timbul sehubungan dengan hospitalisasi anak
1. Libatkan orang tua dalam mengatasi stress anak dan pelaksanaan asuhan keperawatan
2. Bina hubungan saling percaya antara perawat dengan anak dan keluarga
3. Kurangi batasan-batasan yang diberikan pada anak
4. Beri dukungan pada anak dan keluarga
5. Beri informasi yang akurat

Wednesday, December 28, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK HOSPITALISASI

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK HOSPITALISASI



A. Latar Belakang
Permasalahan pokok yang sering dihadapi dalam dunia kesehatan adalah tidak lain dari reaksi hospitalisasi serta dampak yang di timbulkannya.sebagaimana komitmen dalam mengatasi hal tersebut baik secara individual maupun secara sosial yaitu upaya menimalisirkan dampak serta memaksimalkan manfaat ari hospitalisasi.
B. Pengertian Hospitalisasi
Suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah.
Selama proses tersebut bukan saja anak tetapi orang tua juga mengalami kebiasaan kebiasaan yang asing, Lingkungannya yang asing,orang tua yang kurang yang mendapat dukungan emosi akan menunjukkan rasa cemas. Rasa cemas pada orangtua akan membuat stress anak meningkat. Dengan demikan asuhan keperawatan tidak hanya terfokus pada anak terapi tapi juga pada orang tuanya.
C. Pendekatan Yang di Gunakan Dalam Hospitalisasi
1. Pendekatan Empirik
Dalam menanamkan kesadaran diri terhadap para personil yang terlibat dalam hospitalisasi, metode pendekatan empirik menggunakan strategi, yaitu :
1. Melalui dunia pendidikan yang ditanamkan secara dini kepada peserta didik.
2. Melalui penyuluhan atau sosialisasi yang diharapkan kesadaran diri mereka sendiri dan peka terhadap lingkungan sekitarnya.

2. Pendekatan Melalui Metode Permainan
Yaitu pendekatan dilakukan melalui permainan yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Raksi hospitalisasi bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya reaksi anak trhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri.
D. HOSPITALISASI PADA ANAK
Hospitalisasi bagi keluarga dan anak dapat dianggap sebagai :
1. Pengalaman yang mengancam
2. Stressor
Keduanya dapat menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga.
Bagi anak hal ini mungkin terjadi karena :
1. Anak tidak memahami mengapa dirawat/terluka.
2. Stress dengan adanya perubahan akan status kesehatan, lingkungan dan kebiasaan sehari-hari.
3. Keterbatasan mekanisme koping.
2. Stressor Hospitalisasi Pada Anak
Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi dipengaruhi :
1. Tingkat perkembangan usia.
2. Pengalaman sebelumnya.
3. Support sistem dalam keluarga.
4. Keterampilan koping.
5. Berat ringannya penyakit.
E. Stress Hospitalisasi
Stress yang umumnya terjadi berhubungan dengan hospitalisasi :
1. Takut
1) Unfamiliarity
2) Lingkungan rumah sakit yang menakutkan
3) Rutinitas rumah sakit
4) Prosedur yang menyakitkan
5) Takut akan kematian
2. Isolasi
Isolasi merupakan hal yang menyusahkan bagi semua anak terutama berpengaruh pada anak dibawah usia 12 tahun.
Pengunjung, perawat dan dokter yang memakai pakaian khusus (masker, pakaian isolasi, sarung tangan, penutup kepala) dan keluarga yang tidak dapat bebas berkunjung.
3. Privasi yang telambat
Terjadi pada anak remaja : rasa malu, tidak bebas berpakaian.
F. Faktor
Faktor-faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak :
1. Berpisah dengan orang tua dan sibling.
2. Fantasi-fantasi dan unrealistic anxienties tentang kegelapan, monster, pembunuhan dan diawali oleh situasi yang asing. binatang buas.
3. Gangguan kontak sosial jika pengunjung tidak diizinkan
4. Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit.
5. Prosedur yang menyakitkan
6. Takut akan cacat atau mati.
G. Stressor Pada Infant
Separation anxiety (cemas karena perpisahan)
• Pengertian trhadap ralita trbatas hubungan dngan ibu sangat dekat
• Kemampuan bahasa terbatas
Respon infant akibat prpisahan dibagi tiga tahap
1. Tahap protes (fase of protes)
o Menangis kuat
o Menjerit
o Menendang
o Berduka
o Marah
2. Tahap putus asa (phase of despair)
o Tangis anak mulai berkurang
o Murung, diam, sedih, apatis.
o Tidak tertarik dengan aktivitas di sekitarnya
o Menghisap jari
o Menghindari kontak mata
o Berusaha menghindar dari orang yang mendekati
o Kadang anak tidak mau makan.
3. Tahap menolak (phase dethacement/denial)
o Secara samar anak seakan menerima perpisahan (pura-pura)
o Anak mulai tertarik dengan sesuatu di sekitarnya
o Bermain dengan orang lain
o Mulai mmbina hubungan yang dangkal dengan orang lain
o Anak mulai terlihat gembira
 Kehilangan Fungsi Dan Control
Hal ini terjadi karena ada persepsi yang salah tentang prosedur dan pengobatan serta aktivitas di rumah sakit, misalnya karena diikat/restrain tangan, kaki yang membuat anak kehilangan mobilitas dan menimbulkan stress pada anak.
 Gangguan Body Image dan Nyeri
o Infant masih ragu tentang persepsi body image
o Tetapi dengan berkembangnya kemampuan motorik infant dapat memahami arti dari organ tubuhnya, misalnya:sedih/cemas jika trauma atau luka.
o Warna seragam perawat/dokter (putih) diidentikkan dengan prosedur tindakan yang menyakitkan sehingga meningkatkan kecemasan bagi infant.
Berdasarkan theory psychodynamic, sensasi yang berarti bagi infant adalah berada di sekitar mulut dan genitalnya. Hal ini diperjelas apabila infant cemas karena perpisahan, kehilangan control, gangguan body image dan nyeri infant biasanya menghisap jari, botol.
H. STRESSOR PADA ANAK USIA AWAL (TODDLER & PRA SEKOLAH)
Reaksi emosional ditunjukkan dengan menangis, marah dan berduka sebagai bentuk sehat dalam mengatasi stress karena hospitalisasi.
1. Pengertian anak tentang sakit
o Anak mempersepsikan sakit sebagai suatu hukuman untuk perilaku buruk, hal ini terjadi, karena anak masih mempunyai keterbatasan tentang dunia di sekitar kita.
o Anak mempunyai kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bisa bermain dengan temannya, mereka terluka dan nyeri sehingga membuat mereka harus pergi ke rumah sakit dan harus mengalami hospitalisasi.
o Reaksi anak tentang hukuman yang diterimanya dapat bersifat passive, cooperative, membantu atau anak mencoba menghindar dari orang tua, anak menjadi marah.
2. Separation/Perpisahan
o Anak takut dan cemas berpisah dengan orang tua
o Anak sering mimpi buruk.
3. Kehilangan Fungsi dan Control
Dengan kehilangan fungsi sehubungan dengan terganggunya fungsi motorik biasanya mengakibatkan berkurangnya percaya diri pada anak sehingga tugas perkembangan yang sudah dicapai dapat terhambat. Hal ini membuat anak menjadi regresi; ngompol lagi, suka menghisap jari dan menolak untuk makan.
4. Restrain/pengekangan dapat menimbulkan anak menjadi cemas
5. Gangguan body image dan nyeri
o Merasa tidak nyaman akan perubahan yang terjadi
o Ketakutan terhadap prosedur yang menyakitkan

I. STRESSOR PADA USIA PERTENGAHAN
Restrain atau immobilisasi dapat menimbulkan kecemasan
1. Pengertian tentang sakit
o Anak usia 5-7 tahun mendefinisikan bahwa mereka sakit sehingga membuat mereka harus beristirahat di tempat tidur
o Pengalaman anak yang terdahulu selalu mempengaruhi pengertian anak tentang penyakit yang dialaminya.
2. Separation/Perisahan
o Dengan semakin meningkatnya usia anak, anak mulai memahami mengapa perpisahan terjadi
o Anak mulai mentolerir perpisahan dengan orang tua yang berlangsung lama
o Perpisahan dengan teman sekolah dan guru merupakan hal yang berarti bagi anak sehingga dapat mengakibatkan anak menjadi cemas.
3. Kehilangan Fungsi Dan Control
o Bagi anak usia pertengahan ancaman akan harga diri mereka sehingga sering membuat anak frustasi, marah, dan depresi
o Dengan adanya kehilangan fungsi dan control anak merasa bahwa inisiatif mereka terhambat
4. Gangguan body image dan nyeri
o Anak mulai menyadari tentang nyeri
o Anak tidak mau melihat bagian tubuhnya yang sakit atau adanya luka inisiasi
J. STRESSOR PADA ANAK USIA AKHIR
1. Pengertian Sakit
o Anak mulai memahami konsep sakit yang bisa disebabkan oleh faktor ekstrnal atau bakteri, virus dan lain-lain.
o Mereka percaya bahwa penyakit itu bisa dicegah
2. Separation/Perpisahan
o Perpisahan dengan orang tua bukan suatu masalah
o Perpisahan dengan teman sebaya/peer group dapat mengakibatkan stress
o Anak takut kehilangan status hubungan dengan teman
3. Kehilangan fungsi control
Anak takut kehilangan control diri karena penyakit dan rasa nyeri yang dialaminya.
4. Gangguan body image
o Anak takut menagalami kecacatan dan kematian
o Anak takut sesuatu yang terjadi atau berpengaruh terhadapa alat genitalnya

K. STRESSOR PADA ADOLESCENT/REMAJA
1. Pengertian tentang sakit
o Anak mulai memahami konsep yang abstrak dan penyebab sakit yang bersifat kompleks
o Anak mulai memahami bahwa hal-hal yang bisa mempengaruhi sakit

2. Separation/Perpisahan
o Anak remaja sangat dipengaruhi oleh peer groupnya, jika mereka sakit akan menimbulkan stress akan perpisahan dengan teman sebayanya
o Anak juga kadang menghina dan mencoba membatasi kontak dengan peer groupnya jika mereka mengalami kecacatan.

3. Kehilangan fungsi control
o Bagi remaja sakit dapat mmepengaruhi fungsi kemandirian mereka
o Penyakit kronis dapat menimbulkan kehilangan dan mengancam konsep diri remaja
o Reaksi anak biasanya marah frustasi atau menarik diri.


4. Gangguan Body Image
o Sakit pada remaja mengakibatkan mereka merasa berbeda dengan peer groupnya dan sangat mempengaruhi kemampuan anak dalam menangani stress karena adanya perubahan body image. Remaja khawatir diejek oleh teman/peer groupnya.
o Mengalamai stress apabila dilakukan pemeriksaan yang berhubungan dengan organ seksual.

L. STRESSOR DAN REAKSI KELUARGA SEHUBUNGAN DENGAN HOSPITALISASI ANAK
Bagian integral dari keluarga . anak
Jika anak harus menajalani hospitalisasi akan memeberikan pengaruh terhdap anggota keluarga dan fungsi keluarga (Wong & whaley, 1999)

1. Stressor reaksi orang tua
- Reaksi orang tua dipengaruhi oleh:
1. tingkat keseriusan penyakit anak
2. Pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan hospitalisasi
3. Prosedur pengobatan
4. Kekuatan ego individu
5. Kemampuan koping
6. Kebudayaan dan keprcayaan
7. Komunikasi dalam keluarga
2. Reaksi Orang Tua
Pada umumnya raksi orang tua
1) Denial/disbelief
Tidak percaya akan penyakit anaknya.
2) Marah/merasa bersalah
Merasa tidak mampu merawat anaknya
3) Ketakutan, cemas dan frustasi
o Tingkat keseriusan penyakit
o Prosedur tindakan medis
o Ketidaktahuan
4) Depresi
o Terjadi setelah masa krisis anak berlalu
o Merasa lelah fisik dan mental
o Khawatir memikirkan anaknya yang lain di rumah
o Berhubungan dengan efek samping pengobatan
o Berhubungan dengan biaya pengobatan dan perawatan

5) . Reaksi Sibling

Pada umumnya reaksi sibling:
o Merasa kesepian
o Ketakutan
o Khawatir
o Marah
o Cemburu
o Rasa benci
o Rasa bersalah

3. Pengaruh pada fungsi keluarga
Pola komunikasi
o Komunikasi antar keluarga terganggu
o Respon emosional tidak dapat terkontrol dengan baik

M. PENURUNAN PERAN ANGGOTA KELUARGA POLA KOMUNIKASI
1. Kehilangan peran orang tua
2. Perhatian orang tua tertuju pada anak yang sakit dan dirawat
3. Kadang orang tua menyalahkan sibling sebagai perilaku antisosial

Bagaimana mengatasi masalah yang mungkin timbul sehubungan dengan hospitalisasi anak
1. Libatkan orang tua dalam mengatasi stress anak dan pelaksanaan asuhan keperawatan
2. Bina hubungan saling percaya antara perawat dengan anak dan keluarga
3. Kurangi batasan-batasan yang diberikan pada anak
4. Beri dukungan pada anak dan keluarga
5. Beri informasi yang akurat

Tuesday, December 27, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
2. Patofisiologi
a. Etiologi
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).
1) Intrakranial
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik
Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular
Infeksi : Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith – Lemli – Opitz.
2) Ekstra kranial
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.
3) Idiopatik
Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)
b. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
c. Manifestasi klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.
Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsy.
untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)
2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever
Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.
3. Klasifikasi kejang
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.
1. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
1. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
1. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.
4. Diagnosa banding kejang pada anak
Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan mioklonus nokturnal benigna.
1. Gemetar
Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering membingungkan terutama bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini dapat terlihat pada anak normal dalam keadaan lapar seperti hipoglikemia, hipokapnia dengan hiperiritabilitas neuromuskular, bayi dengan ensepalopati hipoksik iskemi dan BBLR. Gemetar adalah gerakan tremor cepat dengan irama dan amplitudo teratur dan sama, kadang-kadang bentuk gerakannya menyerupai klonik .
b. Apnea
Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan henti napas 3-6 detik dan sering diikuti hiper sekresi selama 10 – 15 detik. Berhentinya pernafasan tidak disertai dengan perubahan denyut jantung, tekanan darah, suhu badan, warna kulit. Bentuk pernafasan ini disebut pernafasan di batang otak. Serangan apnea selama 10 – 15 detik terdapat pada hampir semua bagi prematur, kadang-kadang pada bayi cukup bulan.
Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada BBLR perlu di curigai adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan batang otak. Pada keadaan ini USG perlu segera dilakukan. Serangan Apnea yang termasuk gejala kejang adalah apabila disertai dengan bentuk serangan kejang yang lain dan tidak disertai bradikardia.
c. Mioklonus Nokturnal Benigna
Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua orang waktu tidur. Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa pergerakan fleksi pada jari persendian tangan dan siku yang berulang. Apabila serangan tersebut berlangsung lama dapat dapat disalahartikan sebagai bentuk kejang klonik fokal atau mioklonik. Mioklonik nokturnal benigna ini dapat dibedakan dengan kejang dan gemetar karena timbulnya selalu waktu tidur tidak dapat di stimulasi dan pemeriksaan EEG normal. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan
5. Penatalaksanaan
Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang merupakan tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.
Penatalaksanaan Umum terdiri dari :
a. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati
b. Memonitor pernafasan dan denyut jantung
c. Usahakan suhu tetap stabil
d. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain
e. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena
Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca – glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.
Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.
Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan
a. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya
b. Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan
c. Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah.
6. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik, pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :
1) hakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
2) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
3) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
4) Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
5) Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural. Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.
6) Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
7) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
b. Pemeriksaan laboratorium
Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi.
Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu
1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.
2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan analisis gas darah.
3) Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal
4) Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia
5) Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis.
6) Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan diagnosis yang pasti yaitu mencakup :
a) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic
b) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella, citomegalovirus dan virus herpes.
c) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih besar dari aturan baku
d) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular, dan vertikular
e) Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak
e) Top coba subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi positif dengan ubun – ubun besar tegang, membenjol dan kepala membesar.
7. Tumbuh kembang pada anak usia 1 – 3 tahu
1. Fisik
f. Ubun-ubun anterior tertutup.
g. Physiologis dapat mengontrol spinkter
2. Motorik kasar
a. Berlari dengan tidak mantap
b. Berjalan diatas tangga dengan satu tangan
c. Menarik dan mendorong mainan
d. Melompat ditempat dengan kedua kaki
e. Dapat duduk sendiri ditempat duduk
f. Melempar bola diatas tangan tanpa jatuh
3. Motorik halus
a. Dapat membangun menara 3 dari 4 bangunan
b. Melepaskan dan meraih dengan baik
c. Membuka halaman buku 2 atau 3 dalam satu waktu
d. Menggambar dengan membuat tiruan
4. Vokal atau suara
a. Mengatakan 10 kata atau lebih
b. Menyebutkan beberapa obyek seperti sepatu atau bola dan 2 atau 3 bagian tubuh
5. Sosialisasi atau kognitif
a. Meniru
b. Menggunakan sendok dengan baik
c. Menggunakan sarung tangan
d. Watak pemarah mungkin lebih jelas
e. Mulai sadar dengan barang miliknya
8. Dampak hospitalisasi
Pengalaman cemas pada perpisahan, protes secara fisik dan menangis, perasaan hilang kontrol menunjukkan temperamental, menunjukkan regresi, protes secara verbal, takut terhadap luka dan nyeri, dan dapat menggigit serta dapat mendepak saat berinteraksi.
Permasalahan yang ditemukan yaitu sebagai berikut :
a) Rasa takut
1) Memandang penyakit dan hospitalisasi
2) Takut terhadap lingkungan dan orang yang tidak dikenal
3) Pemahaman yang tidak sempurna tentang penyakit
4) Pemikiran yang sederhana : hidup adalah mesin yang menakutkan
5) Demonstrasi : menangis, merengek, mengangkat lengan, menghisap jempol, menyentuh tubuh yang sakit berulang-ulang.
b. Ansietas
1) Cemas tentang kejadian yang tidakdikenal
2) Protes (menangis dan mudah marah, (merengek)
3) Putus harapan : komunikasi buruk, kehilangan ketrampilan yang baru tidak berminat
4) Menyendiri terhadap lingkungan rumah sakit
5) Tidak berdaya
6) Merasa gagap karena kehilangan ketrampilan
7) Mimpi buruk dan takut kegelapan, orang asing, orang berseragam dan yang memberi pengobatan atau perawatan
Regresi dan Ansietas tergantung saat makan menghisap jempol
9) Protes dan Ansietas karena restrain
c. Gangguan citra diri
1) Sedih dengan perubahan citra diri
2) Takut terhadap prosedur invasive (nyeri)
3) Mungkin berpikir : bagian dalam tubuh akan keluar kalau selang dicabut
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.
Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan oleh kejang.
1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan otot. Gerakan involunter
2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan, peka rangsangan.
4. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus spinkter
5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi
6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra
7. Riwayat jatuh / trauma
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular
3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
3. INTERVENSI
Diagnosa 1
Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
Tujuan
Cidera / trauma tidak terjadi
Kriteria hasil
Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan
Intervensi
Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang. Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang. Lindungi klien dari trauma atau kejang.
Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan
Diagnosa 2
Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular
Tujuan
Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
Kriteria hasil
Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR dalam batas normal
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler. Lakukan penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi
Diagnosa 3
Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
Tujuan
Aktivitas kejang tidak berulang
Kriteria hasil
Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal
Intervensi
Kaji factor pencetus kejang. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien. Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma. Berikan kompres dingin pda daerah dahi dan ketiak.
Diagnosa 4
Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
Tujuan
Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
Kriteria hasil
Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi
Intervensi
Kaji tingkat mobilisasi klien. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan. Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.
Diagnosa 5
Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien. Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.
6. EVALUASI
1. Cidera / trauma tidak terjadi
2. Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
3. Aktivitas kejang tidak berulang
4. Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
5. Pengetahuan keluarga meningka

Monday, December 26, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN BRONKITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN BRONKITIS





A. PENGERTIAN

1. Bronkitis adl penyakit pernafasan obstruktif yg disebabkan oleh peradangan pada bronkus.
2. Bronkitis kronis adl ggn paru obstruktif yg ditandai produksi mucus berlebihan disaluran nafas bawah selama + 3 bln berturut-turut selama 2 tahun berturut-turut.
3. Bronkitis akut adalah penyakit obstrukstif akibat inflamasi akut pada saluran nafas kecil ( bronkiolus ), terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun dengan insidens tertinggi sekitar usia 6 bulan.

B. ETIOLOGI

Virus,bakteri,inhalasi zat iritan ( asap rokok,zat udara/polusi udara ),diperburuk oleh cuaca dingin.
Respiratory syncytial virus ( RSV ) pada 50% sampai 90% kasus. Selain itu, parainfluenza, mikroplasma, adenovirus, sangat jarang infeksi primer bakteri.

C. MANIFESTASI KLINIS

Biasanya didahului infeksi saluran napas atas dengan batuk pilek, tanpa demam atau hanya subfebris. Sesak napas makin hebat, disertai napas cepat dan dangkal. Terdapat dispnu dengan expiratory effort, retraksi otot Bantu napas, napas cepat dangkal disertai napas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut, gelisah, ekspirium memanjang atau mengi : jika obstruksi hebat suara napas nyaris tak terdengar, ronki basah halus nyaring kadang terdengar pada akhir atau awal ekspirasi, suara perkusi paru hipersonor.
1. Produksi mucus kental.
2. Batuk produktif dg dahak purulen.
3. Dispneu.
4. Demam.
5. Suara nafas tambahan.
6. Nyeri.

D. PATOFISIOLOGI
Invasi virus menyebabkan obstruksi bronkiolus akibat akumulasi mukus, debris dan endema. Terjadi resistensi aliran udara pernafasan berbanding terbalik ( dengan radius lumen pangkat empat ), baik pada inspirasi maupun pada fase ekspirasi. Terdapat mekanisme klep yaitu terperngkapnya udara yang menimbulkan overinflasi dada. Pertukaran udara yang terganggu menyebabkan ventilasi berkurang dan hipoksemia, peningkatan frekuensi nafas sebagai kompensasi. Pada keadaan sangat berat dapat terjadi hiperkapnia. Obstruksi total dan terserapnya uadra dapat menyebabkkan atelektatis.
Gangguan respiratorik jangka panjang pasca bronkiolitis dapat timbul berupa batuk berulang, mengi, dan hiperreaktivitas bronkus, yang cinderung membaik sebelum usia sekolah. Komplikasi jangka panjang lain yaitu bronkiolitis obliterans dan sindrom paru hiperlusen unilateral ( Sindrom Swyer – James ), sering dihubungkan dengan adenovirus.

E. PATHWAY
Virus

Akumulasi mucus, debris edema

Obstruksi Bronkiolus


Resistensi aliran udara Obstruksi total

Berbanding terbalik Atelektasis

Fase inspirasi Fase ekspirasi Gangguan respiratorik


Mekanisme klep Batuk, mengi, hiperreaktivitas
bronkus
Overinflasi dada


F. KOMPLIKASI

1. Hipertensi Paru
2. Ca paru akibat metaplasia & displasia.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Ro thorak.
2. Pemeriksaan AGD.
3. Pemeriksaan laborat.
4. Foto dada AP dan lateral : hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsilidasi yang terbesar.
5. Analisis gas darah : hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis metabolic, atau respiratorik.
6. Pemeriksaan deteksi cepat antigen RSV yang dapat dikerjakan secara beside.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Pemberian antibiotik
2. Peningkatan asupan cairan
3. Pemberian bronkodilator,ekspectoran,oksigen ssi indikasi
4. Istirahat : utk menurunkan kebutuhan oksigen
5. Postural Drainase.
6. Pen-kes : menghidari polutan.
7. Oksigen 1-2 L/menit.
8. IVFD :
a. Neonatus : dekstrose 10% : NaCI 0,9% = 4:1, + KCI 1-2mEq/kgBB/hari.
b. Bayi > I bulan : dekstrose 10% : NaCI 0,9% = 3:1, + KC1 10 mEq/500 ml cairan.
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
9. Koreksi gangguan asam basa dan elketrolit.
10. Antibiotik sebenarnya tidak diperlukan, tetapi karena sukar dibedakan dengan pneumonia interstisialis, antibiotik tetap diberikan.
Untuk kasus bronkiolitis community base :
a. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian.
b. Kloramfenikol 75mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian.
Untuk kasus bronkiolitis hospital base :
a. Sefotaksim 100mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian.
b. Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian.
11. Steroid : deksametason 0,5 mg/kgBB inisial, dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis.
12. Inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.

I. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Riwayat kesehatan lengkap
2. Pemajanan zat iritan
3. Kaji adanya :
a. Produksi mucus kental
b. Batuk produktif dg dahak purulen.
c. Dispneu
d. Demam
e. Suara nafas tambahan
f. Nyeri




J. FOKUS INTERVENSI

1. Diagnosa 1 dan 2
a. Kaji pernafasan ( kedalaman,irama, penggunaan otot pernafasan,cuping hidung dan adanya batuk )
b. Kaji adanya bunyi nafas tambahan.
c. Berikan oksigen dg humidifikasi
d. Tinggikan kepala saat tidur 30-40 derajat dg kepala sedikit ekstensi.
e. Berikan istirahat dan aktifitas scr periodic
f. Lakukan fisioterapi dada bila perlu.
g. Berikan bronkodilator ssi indikasi
h. Monitor nadi ( hipoksia menyebabkan takikardia )
i. Periksa AGD
2. Diagnosa 2
a. Berikan makanan sedikit sedkit tapi sering
b. Beri makanan yg disukai/menarik
c. Lakukan oral hygiene sblm makan.
d. Beri makan yg tinggi kalori dan protein
e. Timbang BB ssi protokol
3. Diagnosa 3
a. Kaji tingkat respon thd aktifitas
b. Rencanakan perawatan utk memeberikan istirahat yg optimal
c. Beri oksigen ssi kebutuhan
d. Rencanakan/instruksikan pasien utk menghemat energi ( pilih permainan yg tdk membutuhkan banyak enrgi : game,nonton televisi dll )
e. Berikan istirahat diantara aktivitas.
4. Diagnosa 4
a. Anjurkan or-tu utk tetap menemani anak
b. Gunakan komunikasi teraupetik
c. Berikan terapi bermain ssi dg usia dan kondisi
d. Jelaskan semua prosedur yg akan dilakukan
e. Ajarkan or-tu utk mengekspresikan perasaan scr verbal.
f. Libatkan or-tu dlm perawatan anak.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas B.D obstruksi trakheobronkial/adanya secret
2. Gangguan pertukaran gas B.D vasokonstriksi alveolar,penumpukan secret
3. Perubahan nutrisi : kurang dr kebutuhan tubuh B.D meningkatnya metabolisme.
4. Intoleransi aktifitas B.D ketidakseimbangan antra suplai oksigen dan kebutuhan oksigen
5. Kecemasan anak/orang tua B.D kesukaran bernafas/hospitalisasi.

Sunday, December 25, 2011

BOWEL TRAINING

B0WEL TRAINING



1. Definisi
Toilet training adalah proses mengajar anak kecil untuk mengendalikan usus dan kandung kemih dan menggunakan kamar mandi untuk penghapusan. Seorang anak dianggap toilet dilatih ketika dia memprakarsai pergi ke kamar mandi dan dapat menyesuaikan pakaian yang diperlukan untuk buang air kecil atau memiliki gerakan usus. Pelatihan toilet toilet kadang-kadang disebut belajar atau toilet pelatihan.


2. Deskripsi
Usia rata-rata di mana anak-anak toilet menyelesaikan pelatihan di Amerika Serikat adalah sekitar tiga tahun. Dalam beberapa kasus anak-anak belajar mengendalikan kandung kemih pertama; orang lain belajar mengendalikan buang air besar sebelum kontrol kandung kemih. Kontrol pertama umumnya dicapai selama siang hari, jauh sebelum seorang anak dapat tetap kering di malam hari.
Beberapa anak mencapai kontrol atas kandung kemih dan / atau buang air besar seawal usia sembilan bulan dan mampu bekerja sama dalam mengendalikan diri sampai tingkat tertentu pada usia 12 sampai 15 bulan. Kebanyakan ahli setuju, bagaimanapun, bahwa pelatihan toilet hanya boleh dimulai ketika seorang anak menunjukkan tanda-tanda tertentu kesiapan yang biasanya muncul antara usia dua dan tiga tahun. Tidak seperti bayi, balita tahu kapan mereka buang air kecil atau buang air besar dan mungkin beranggapan postur tertentu atau menjadi tenang ketika mereka akan memindahkan isi perut mereka. Mereka juga belajar kosakata mereka keluarga menggunakan penghapusan.
Tanda lain adalah rasa keinginan untuk fastidiousness dan ketertiban yang muncul pada tahap perkembangan ini. Anak-anak cenderung meminta orangtua untuk mengubah popok kotor mereka langsung, dan mereka menunjukkan minat terhadap ketertiban umum yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pelatihan toilet. Seorang anak usia ini juga mempunyai keinginan untuk meniru diucapkan orang tua jenis kelamin yang sama, suatu sifat yang dapat digunakan untuk keuntungan dalam menggoda dia untuk menggunakan toilet. Terakhir, anak akan mulai menunjukkan tanda-tanda mampu untuk menunda buang air kecil atau buang air besar seperti terbangun dari tidur masih kering atau menahan diri dari buang air kecil atau buang air besar untuk waktu yang cukup lama sementara tidak memakai popok.



3. Strategi
Umumnya para ahli perawatan anak menyarankan sebuah strategi yang menggunakan pujian sebagai motivator, memiliki sedikit tekanan dari orang tua, dan menyenangkan bagi anak. Telah ditemukan bahwa ketika orangtua menunggu sampai anak telah mencapai tingkat kemungkinan terbesar kesiapan, proses ini lebih mudah, lebih cepat, dan disertai dengan lebih sedikit penyimpangan. Penekanannya adalah pada membiarkan anak dilanjutkan pada kecepatan sendiri, didorong oleh keinginan untuk menjadi "anak besar" atau "gadis besar" dan meniru orang tuanya. Langkah-langkah yang dapat menyebabkan tekanan dan kecemasan perlu dihindari.
Langkah pertama dalam toilet training adalah untuk membeli sebuah toilet. Ada berbagai versi potties, termasuk orang-orang yang duduk di lantai dan dikosongkan setelah setiap kali digunakan, orang-orang yang memiliki cangkir untuk melindungi Splatters, dan orang yang duduk di atas toilet orang dewasa dengan atau tanpa sebuah langkah bangku bagi anak untuk naik ke hal itu. Tingkat lantai-model yang paling sering direkomendasikan untuk tahap pertama pelatihan toilet. Beberapa menyarankan membawa anak ke toko untuk membantu memilih sendiri toilet, kemudian membantu untuk personalisasi dengan nama, stiker, cat, dan sebagainya, dengan gagasan umum membuat toilet yang berharga milik anak, bukan sesuatu yang harus ditakuti.
Anak pertama-tama harus meluangkan waktu untuk duduk di toilet, pertama sementara pakaian dan kemudian dengan pakaian dihapus, sehingga dia atau dia merasa nyaman duduk di atasnya. Hubungan antara apa yang ia lakukan di pispot kecil dan apa yang orang dewasa dan saudara lakukan di toilet besar harus ditekankan. Salah satu saran adalah untuk membawa anak ke toilet dengan popok yang kotor dan isinya diletakkan di dalamnya sehingga ia dapat melihat bahwa ini adalah di mana mereka berada. Orang tua harus memperhatikan isyarat dari anak itu bahwa ia mungkin akan buang air kecil atau buang air besar, seperti yang terkonsentrasi melihat, menarik di popok nya, jongkok, atau menggerutu. Seringkali perilaku ini akan terjadi hal pertama di pagi hari, tepat setelah tidur siang, atau kira-kira 20 menit setelah makan. Anak harus dibawa ke toilet, popok nya harus dihapus, dan anak didorong untuk duduk selama sedikitnya satu menit. Beberapa anak mungkin akan menikmati membaca buku atau menyanyikan sebuah lagu sambil menunggu. Khusus-keras membaca buku tentang pelatihan toilet populer. Orang tua seharusnya tidak pernah tali anak ke pispot atau memaksa dia untuk duduk di atasnya. Jika anak tidak menggunakan toilet setelah lima menit atau lebih, dia atau ia harus didorong untuk berpakaian dan coba lagi segera.
Konsensus umum dari para ahli adalah bahwa banyak dorongan dan pujian harus digunakan bila anak bekerja sama dengan toilet pelatihan dan ketika dia mulai buang air kecil atau buang air besar di toilet. Hadiah seperti pelukan dan ciuman, pujian lisan, stiker, bintang, atau memperlakukan favorit dapat digunakan ketika anak menggunakan toilet atau memberi tahu orang tua dia atau dia harus menggunakannya. Pull-up popok atau celana pelatihan plastik dapat dibeli sehingga anak dapat menghapusnya dirinya sendiri. Bagi banyak anak, cukup maju dari popok ke celana dan kemudian pelatihan secara berkala celana adalah insentif itu sendiri. Ketika kecelakaan terjadi, mereka harus diperlakukan dengan santai; hukuman, menggoda, atau menghukum harus dihindari.
Pelatihan malam hari biasanya dimulai ketika seorang anak bisa tetap kering sepanjang hari, selama sekurang-kurangnya empat sampai enam jam. Gadis biasanya mencapai titik ini sebelum anak laki-laki; beberapa gadis mulai tetap kering di waktu tidur siang dan bahkan kadang-kadang pada malam hari sebelum usia dua tahun. Setelah usia dua tahun, malam kering menjadi lebih sering: 45 persen anak perempuan dan 35 persen anak laki-laki tetap kering di malam hari pada usia dua hingga tiga. Dengan banyak anak, malam hari pelatihan tidak dilakukan sampai usia tiga tahun dan, dalam banyak kasus, tidak lengkap sampai empat atau lima. Sinyal dari kandung kemih anak harus cukup kuat untuk membangunkan dia dari tidur dan membawanya ke kamar mandi setidaknya sekali atau dua kali setiap malam. Sebanyak 25 persen anak-anak telah kambuh setelah mereka telah kering di malam hari selama enam bulan atau lebih, biasanya karena sementara penekan. Pada sebagian kecil anak-anak, malam hari kontrol kandung kemih tidak berkembang sampai usia lima tahun; situasi ini sering terjadi dalam keluarga di mana ada sejarah Enuresis (ngompol).

4. Masalah Umum
Dalam beberapa kasus, seorang anak mungkin menolak semua upaya pelatihan toilet dari orang tua, beberapa akan sejauh menolak duduk di toilet atau bahkan menahan buang air besar. Pelatihan toilet perlawanan mungkin hasil dari orangtua over-menegur anak ketika kecelakaan yang dibuat atau anak tidak menggunakan toilet ketika ditujukan. Dalam beberapa kasus anak sama sekali tidak siap untuk toilet belajar. Lebih jarang, perlawanan dapat disebabkan oleh suatu kondisi yang menyebabkan anak sakit ketika dia menggunakan pispot, buang air kecil seperti menyakitkan dikaitkan dengan infeksi saluran kemih. Jika seorang anak tidak kooperatif selama proses pelatihan toilet, orangtua dapat mencoba membiarkan anak memulai proses ketika dia siap, menggunakan penghargaan dan umpan balik positif setiap kali anak berhasil dalam menggunakan toilet atau pergi sepanjang hari tanpa mengotori-Nya atau celananya, anak mengganti popok atau celana pelatihan dengan teratur pakaian atau mempunyai anak mengubah atau pakaiannya sendiri ketika kecelakaan terjadi.
Satu potensi efek negatif perlawanan adalah bahwa anak dapat menahan buang air besar, menyebabkan sembelit. Hal ini pada gilirannya membuat penghapusan tidak nyaman dan bahkan menyakitkan, bahkan menciptakan keengganan dan resistensi yang lebih besar pada bagian anak. Parah sembelit dapat menyebabkan retakan anal menyakitkan, tinja mengotori (encopresis), atau dubur pembesaran. Penundaan yang tidak biasa di toilet anak normal atau regresi untuk mengotori keluarga umumnya menunjukkan stres dan / atau yang mendasari masalah emosional dan mungkin membutuhkan konseling untuk diselesaikan secara efektif.



5. Parental Kekhawatiran
Pelatihan toilet sering menjadi takut dan frustasi tugas bagi orangtua. Proses dapat berjalan lebih lancar untuk orang tua dan anak jika orang tua dididik tentang teknik-teknik pelatihan yang menekankan menunggu sampai anak menunjukkan tanda-tanda kesiapan sebelum memulai pelatihan dan mengambil pendekatan yang berorientasi pada anak.



6. Kapan Harus Menghubungi Dokter
Orang tua harus menghubungi penyedia layanan kesehatan bila anak mereka menunjukkan salah satu dari perilaku berikut:
menahan buang air besar atau sembelit
bukti yang menyakitkan buang air kecil atau buang air besar
toilet diperpanjang resistensi (yaitu berlangsung selama beberapa bulan)





DAFTAR PUSTAKA


Morgan, Richard. Zoo Poo: Sebuah Buku Pelatihan Toilet Pertama. New York: Barron's Educational Resources, 2004.

Warner, Penny, et al. Toilet Pelatihan tanpa Air mata atau Trauma. Minnetonka, MN: Meadow Press, 2003.

Periodicals

"Toilet Training." Pediatrics untuk Orang Tua 20, no. 8 (Agustus 2003): 2.

Schmitt, Barton D. "Dasar-dasar Pelatihan Toilet." Clinical Reference Systems (2002): 3263-7.

--. "Pelatihan Toilet Masalah: berprestasi rendah, Refusers, dan feses Holders." Contemporary Pediatrics 21, no. 4 (April 2004): 71-82.

Schonwald, Alison, et al. "Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pelatihan Toilet Sulit." Pediatrics 113, no. 6 (Juni 2004): 1.753-7.

Saturday, December 24, 2011

PENCEGAHAN KECELAKAAN PADA ANAK

PENCEGAHAN KECELAKAAN PADA ANAK



1. TERSEDAK
Pada usia tertentu, anak-nak selalu memasukkan apapun ke dalam mulutnya. Hati-hati bisa tersedak.

Inilah beberapa hal yang harus dilakukan orang tua untuk mencegah kejadian tersedak :

a. Jauhkan anak-anak dari barang-barang kecil dan mainan yang bisa dilepas menjadi bagian-bagian kecil.

b. Berilah mainan yang sesuai dengan umur dan ketrampilan anak.

c. Jauhkan mainan yang lebih besar dari jangkauan anak. Anak selalu tertarik dengan benda yang berwarna cerah.

d. Ajari si kakak untuk menyimpan mainannya secara rapi pada kotak khusus tertutup yang sudah disediakan.

e. Periksa secara berkala semua mainan yang mungkin kendur atau sudah patah. Bagian yang terlepas bisa mudah tertelan.

f. Setiap kali membersihkan lantai, pastikan tak ada benda kecil yang tertinggal seperti peniti, uang logam, tutup botol, kuku, penjepit kertas, jepit rambut, karet gelang dan benda kecil lainnya.

g. Hindari memakaikan baju yang penuh kancing atau aksesoris yang mudah ditarik. Bila terlepas bisa tertelan oleh anak.

h. Jangan memberikan permen, popcorn, kacang, dan makanan potongan kecil atau butiran karena dapat membuat anak tersedak, atau benda itu masuk ke dalam hidung.

i. Selalu tunggui setiap kali anak makan. Jangan memberikan makan sembari ia bermain, merangkak atau belajar berjalan.

2. TENGGELAM
Sering terjadi anak tenggelam di kolam renang. Ini karena minimnya pengawasan saat si kecil bermain di dekat kolam renang.
Agar anak terhindar dari bahaya tenggelam, inilah yang perlu dilakukan orang tua :

a. Gunakan ember dan air yang ukurannya disesuai dengan usia anak. Jangan pernah meninggalkan anak sendirian sedetikpun di dekat bak mandi.

b. Selalu buang air dalam “ bath up “ setiap kali usai menggunakannya. Bila sedang mengisi bath up, tutuplah pintu kamar mandi. Bila perlu kuncilah untuk mencegah si kecil merangkak masuk.

c. Sekeliling kolam renang harus diberi pagar pengaman yang rapat dan pintu pagar menuju kolam renang harus selalu dikunci.

d. Selalu awasi si kecil bila ia berada di dekat air, meski di kolam yang khusus untuknya sekalipun.

e. Jangan terlalu berambisi mengajari anak berenang sejak dini di kolam renang umum. Usia yang paling disarankan adalah 3 tahun karena daya tahan tubuhnya sudah lebih kuat menghadapi parasit dan bakteri yang mungkin ada di kolam renang umum.

3. KESETRUM
Yang sering terjadi, anak kesetrum karena memasukkan benda logam ke dalam stop kontak.
Bahaya kesetrum bisa dihindari dengan cara-cara berikut :

a. Kita harus rajin men-cek setiap kabel-kabel listrik dan stop kontak yang ada di rumah. Bila ada kabel yang mengelupas, segera ganti dengan kabel yang baru. Gantilah stop kontak dengan model yang tertutup atau berpengaman, misal : harus diputar dulu bila hendak digunakan.

b. Tutup stop kontak dengan barang-barang furnitur yang tak mudah digeser.

c. Hindari peralatan listrik seperti mixar atau setrika dengan kabel menjuntai dari jangkauan anak-anak.

4. TERBAKAR
Anak memiliki kulit yang lebih tipis jika dibandingkan dengan orang dewasa. Kulit mereka lebih rentan terhadap luka bila terkena api atau tersiram sesuatu yang panas. Yang sering terjadi, ibu membuat susu dengan tetap menggendong si kecil. Bahayanya bila si kecil meronta, maka botol susu yang sudah berisi air hangat akan terguncang hingga airnya bisa menyiram si kecil. Apa yang buat kita tidak terasa panas, buat si kecil bisa menyebabkan kulit jadi merah seperti halnya tersiram air panas.
Supaya resiko terbakar atau terkena air dan benda panas dapat dihindari, lakuka hal berikut :

a. Selalu mengetes terlebih dahulu panasnya air yang akan digunakan untuk menyeduh susu atau untuk mandi.

b. Jika anda sedang menikmati kopi atau teh, hindari sambil memegang anak.

c. Jangan sambil menggendong si kecil bila sedang memasak. Sikecil bisa menarik gagang panci atau meronta-ronta yang membuat konsentrasi anda terpecah.

d. Arahkan mulut teko ke dalam, untuk menghindari tertumpah ke bawah bila tersenggol.

e. Jangan sambil menggendong si kecil bila sedang menyetrika.

f. Simpan korek api dan pemantik api jauh dari jangkauan anak.


5. JATUH
Sering terjadi, anak jatuh dari tempat tidurnya sendiri atau orang tuanya.
Agar si kecil tidak terjatuh, orang tua seharusnya :

a. Tidak membiarkan si kecil sendirian sedetikpun bila ia berada di tempat tidur, sfa atau kursi.

b. Pasang pagar pengaman di tangga menuju ruang atas.

c. Pasang tali pengaman di kursi makan dan peralatan lain yang dilengkapi tali pengaman. Meski hanya ditinggal membuat susu atau menerima telepon, tatap pasangkan tali pengaman ini.

d. Lepaskan bumper ( bantal pengaman ) dari tempat tidurnya karena akan dipakainya untuk memanjat.

e. Untuk mengantisipasi si kecil jatuh dari tempat tidur, sejak awal belilah tempat tidur yang bisa diatur ketinggiannya. Semakin besar si kecil, seharusnya semakin rendah alas ranjangnya sehingga ia tidak meloncati pagar pengaman tempat tidur karena menjadi lebih tinggi. Kuncilah selalu pagar pengaman ini.

f. Jangan meletakkan bayi dan kursinya di tempat tinggi, misal di meja, di tempat yang tidak rata, atau di bangku yang tinggi. Jangan biarkan si kecil sendirian duduk dikursinya.

6. TERCEKIK DAN KEKURANGAN NAFAS
Kasus yang sering terjadi anak kekurangan nafas karena hidungnya tertutup oleh bantalnya sendiri.
Bahaya tercekik dan kekurangan nafas dapat dicegah dengan cara :

a. Berikan tempat tidur pada anak dengan spri yang tidak kusut dan kasurnya tidak terlalu empuk agar tidak timbul gelombang.

b. Hindari anak tidur dengan bantal-bantal yang tertumpuk disekitarnya. Tumpukan ini bisa rubuh dan menimpa tubuhnya dan bantal dapat menutupi jalan nafasnya.

c. Ikat semua tali yang menjuntai, seperti tali gorden, krei, tali sarung guling dan lainnya, sehingga tidak bisa untuk mainan oleh si kecil. Bahaya tercekik bisa timbul dari tali yang menjuntai.

d. Jangan mengikatkan sesuatu pada lehernya, termasuk topi yang memakai tali pengikat.

e. Jangan biarkan mainan yang bertali atau mempunyai simpul-simpul yang bisa dilepas.

f. Simpan semua tas plastik, kantong plastik dari jangkauan anak. Bahaya kekurangan nafas dapat terjadi bila anak bermain tas plastik. Mereka memasukkan keplanya ke dalam plastik, padahal akibatnya ia bisa kekurangan nafas akibat defisit udara.

7. KERACUNAN
Bahaya keracunan yang sering terjadi pada anak adalah menelan obat berlebihan (overdosis) karena orang tua meletakkan obat sembarangan. Potensi keracunan lainnya menelan cairan kosmetik ibunya, cairan pembersih untuk rumah dan cairan pembasmi serangga dan bahan beracun lainnya.
Untuk menghindarinya, berikut yang harus dilakukan :

a. Letakkan semua barang-barang yang menimbulkan potensi keracunan seperti bahan-bahan pembersih, pewangi pakaian, pupuk dan lainnya di tempat tinggi dan tak mudah dijangkau. Bila perlu, kunci lemari khusus tersebut. Simpanlah tetap bersama pembungkusnya. Biasanya disitu tertera cara menanggulangi bila terhirup atau tertelan.

b. Hal yang sama juga berlaku dalam penyimpanan kosmetik, parfum, pencuci mulut, pembersih muka dan peralatan kosmetik lainnya.

c. Letakkan bumbu dapur, kecap, sirup dan minyak goreng ditempat yang terkunci pula.

d. Demikian juga dengan vitamin, obat-obat bebas dan lainnya di tempat yang aman dari jangkauan anak. Seharusnya kemasan bahan yang beracun “toxic product” didesain sedemikian rupa agar tak bisa dibuka oleh anak.

Friday, December 23, 2011

RETARDASI ME TAL

RETARDASI MENTAL




A. PENDAHULUAN
Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama pada retardasi mental ialah intelegensi yang terbelakang atau keterbelakangan mental.
Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental.Retardasi mental bukanlah suatu penyakit walaupun retardasi mental merupakan hasil dari proses patologik di dalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap intelektual dan fungsi adaptif. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya.
Hasil bagi intelegensi (IQ = “Intelligence Quotient”) bukanlah merupakan satu-satunya patokan yang dapat dipakai untuk menentukan berat ringannya retardasi mental. Sebagai kriteria dapat dipakai juga kemampuan untuk dididik atau dilatih dan kemampuan sosial atau kerja. Tingkatannya mulai dari taraf ringan, sedang sampai berat, dan sangat berat.
Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental.
(Maramis WF,1994)
Retardasi mental adalah suatu keadaan dimana taraf perkembangan kecerdasan di bawah normal, Seorang anak dikatakan mengalami kondisi mental retardasi berdasarkan angka IQ, yaitu angka intelegensia umur kronologis yang dibandingkan intelegensia umur yang normal pada waktu bersangkutan.
(http://tiarsblog.blogspot.com/2008/05/retardasi-mental.html)

Klasifikasi retardasi mental menurut DSM-IV-TR yaitu :

1. Retardasi mental berat sekali IQ dibawah 20 atau 25. Sekitar 1 sampai 2 % dari orang yang terkena retardasi mental.
2. Retardasi mental berat IQ sekitar 20-25 sampai 35-40. Sebanyak 4 % dari orang yang terkena retardasi mental.
3. Retardasi mental sedang IQ sekitar 35-40 sampai 50-55. Sekitar 10 % dari orang yang terkena retardasi mental.
4. Retardasi mental ringan IQ sekitar 50-55 sampai 70. Sekitar 85 % dari orang yang terkena retardasi mental. Pada umunya anak-anak dengan retardasi mental ringan tidak dikenali sampai anak tersebut menginjak tingkat pertama atau kedua disekolah.

B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di indonesia 1-3 persen penduduknya menderita kelainan ini. Insidennya sulit di ketahui karena retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

C. ETIOLOGI
Penyebab kelainan mental ini adalah faktor keturunan (genetik) atau tak jelas sebabnya (simpleks).keduanya disebut retardasi mental primer. Sedangkan faktor sekunder disebabkan oleh faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi dalam kandungan atau anak-anak.

Retardasi mental menurut penyebabnya, yaitu :

- Akibat infeksi atau intoksikasi. Dalam Kelompok ini termasuk keadaan retardasi mental karena kerusakan jaringan otak akibat infeksi intrakranial, karena serum, obat atau zat toksik lainnya.
- Akibat rudapaksa atau disebabkan fisik lain. Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar x, bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan dengan retardasi mental. Rudapaksa sesudah lahir tidak begitu sering mengakibatkan retardasi mental.
- Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi.Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme (misalnya gangguan metabolime lemak, karbohidrat dan protein), pertumbuhan atau gizi termasuk dalam kelompok ini.Ternyata gangguan gizi yang berat dan yang berlangsung lama sebelum umur 4 tahun sangat memepngaruhi perkembangan
- otak dan dapat mengakibatkan retardasi mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum umur 6 tahun, sesudah ini biarpun anak itu diberikan makanan bergizi, intelegensi yang rendah itu sudah sukar ditingkatkan.
- Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal). Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat neoplasma (tidak termasuk pertumbuhan sekunder karena rudapaksa atau peradangan) dan beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, tetapi yang belum diketahui betul etiologinya (diduga herediter). Reaksi sel-sel otak ini dapat bersifat degeneratif, infiltratif, radang, proliferatif, sklerotik atau reparatif.
- Akibat penyakit/pengaruh pranatal yang tidak jelas.Keadaan ini diketahui sudah ada sejak sebelum lahir, tetapi tidak diketahui etiologinya, termasuk anomali kranial primer dan defek kogenital yang tidak diketahui sebabnya.-Akibat kelainan kromosom. Kelainan kromosom mungkin terdapat dalam jumlah atau dalam bentuknya.
- Akibat prematuritas. Kelompok ini termasuk retardasi mental yang berhubungan dengan keadaan bayi pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram atau dengan masa hamil kurang dari 38 minggu serta tidak terdapat sebab-sebab lain seperti dalam sub kategori sebelum ini.
- Akibat gangguan jiwa yang berat. Untuk membuat diagnosa ini harus jelas telah terjadi gangguan jiwa yang berat itu dan tidak terdapat tanda-tanda patologi otak.
- Akibat deprivasi psikososial. Retardasi mental dapat disebabkan oleh fakor-faktor biomedik maupun sosiobudaya.

C. Manifestasi klinis
Retardasi mental ringan, keterampilan sosial dan komunikasinya mungkin adekuat dalam tahun-tahun prasekolah. Tetapi saat anak menjadi lebih besar, defisit kognitif tertentu seperti kemampuan yang buruk untuk berpikir abstrak dan egosentrik mungkin membedakan dirinya dari anak lainnya seusianya.
Retardasi mental sedang, keterampilan komunikasi berkembang lebih lambat. Isolasi sosial dirinya mungkin dimulai pada saat sekolah dasar. Dapat dideteksi lebih dini jika dibandingkan dengan retardasi mental ringan.
Retardasi mental berat, bicara anak terbatas dan perkembangan motoriknya buruk. Pada usia prasekolah sudah nyata ada gangguan. Pada usia sekolah mungkin kemampuan bahasanya berkembang. Jika perkembangan bahasanya buruk, bentuk komunikasi nonverbal dapat berkembang.
Retardasi mental sangat berat, keterampilan komunikasi dan motoriknya sangat luas. Pada masa dewasa dapat terjadi perkembangan bicara dan mampu menolong diri sendiri secara sederhana. Tetapi seringkali masih membutuhkan perawatan orang lain.
Terdapatnya ciri klinis lainnya yang dapat terjadi sendiri atau menjadi bagian dari gangguan retardasi mental, yaitu hiperaktivitas, toleransi frustasi yang rendah, agresi, ketidakstabilan afektif, perilaku motorik stereotipik berulang, dan perilaku melukai diri sendiri.
(Maramis WF,1994)
D. DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosa retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesa dari orang tua dengan teliti mengenai kehamilan, persalinan dan perkembangan anak. Bila mungkin dilakukan juga pemeriksaan psikologik, bila perlu diperiksa juga di laboratorium, diadakan evaluasi pendengaran dan bicara. Observasi psikiatrik dikerjakan untuk mengetahui adanya gangguan psikiatrik disamping retardasi mental.
Tingkat kecerdasan intelegensia bukan satu-satunya karakteristik, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar keterampilan spesifik yang berbeda. Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis, prilaku adaptif dan hasil tes psikometrik. Untuk diagnosis yang pasti harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari lingkungan sosial biasa sehari-hari. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan retardasi mental dapat ditemukan berbagai macam perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala: mikrosefali, hidrosefali, dan sindrom down. Wajah pasien dengan retardasi mental sangat mudah dikenali seperti hipertelorisme, lidah yang menjulur keluar, gangguan pertumbuhan gigi dan ekspresi wajah tampak tumpul.

Kriteria diagnostik retardasi mental menurut DSM-IV-TR yaitu :

1. Fungsi intelektual yang secara signifikan dibawah rata-rata. IQ kira-kira 70 atau dibawahnya pada individu yang dilakukan test IQ.
2. Gangguan terhadap fungsi adaptif paling sedikit 2 misalnya komunikasi, kemampuan menolong diri sendiri, berumah tangga, sosial, pekerjaan, kesehatan dan keamanan.
3. Onsetnya sebelum berusia 18 tahun Ciri-ciri Perkembangan penderita retardasi mental.
Diagnosis Banding

Anak-anak dari keluarga yang sangat melarat dengan deprivasi rangsangan yang berat (retardasi mental ini reversibel bila diberi rangsangan yang baik secara dini). Kadang-kadang anak dengan gangguan pendengaran atau penglihatan dikira menderita retardasi mental. Mungkin juga gangguan bicara dan “cerebral palsy” membuat anak kelihatan terbelakang, biarpun intelegensianya normal. Gangguan emosi dapat menghambat kemampuan belajar sehingga dikira anak itu bodoh. “early infantile” dan skizofrenia anak juga sering menunjukkan gejala yang mirip retardasi mental.

Pencegahan dan Pengobatan

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan keadaan-sosio ekonomi, konseling genetik dan tindakan kedokteran (umpamanya perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik, kehamilan pada wanita adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan peradangan otak pada anak-anak).
Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak, perdarahan subdural, kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat dibuka dengan kraniotomi; pada mikrosefali yang kogenital, operasi tidak menolong).
Pencegahan tersier merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus sebaiknya disekolah luar biasa. Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau dektrukstif. Konseling kepada orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan antara lain membantu mereka dalam mengatasi frustrasi oleh karena mempunyai anak dengan retardasi mental. Orang tua sering menghendaki anak diberi obat, oleh karena itu dapat diberi penerangan bahwa sampai sekarang belum ada obat yang dapat membuat anak menjadi pandai, hanya ada obat yang dapat membantu pertukaran zat (metabolisme) sel-sel otak.

Latihan dan Pendidikan

Pendidikan anak dengan retardasi mental secara umum ialah:
• Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada.
• Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial.
• Mengajarkan suatu keahlian (skill) agar anak itu dapat mencari nafkah kelak.

Latihan diberikan secara kronologis dan meliputi :

1. Latihan rumah: pelajaran-pelajaran mengenai makan sendiri, berpakaian sendiri, kebersihan badan.
2. Latihan sekolah: yang penting dalam hal ini ialah perkembangan sosial.
3. Latihan teknis: diberikan sesuai dengan minat, jenis kelamin dan kedudukan sosial.
4. Latihan moral: dari kecil anak harus diberitahukan apa yang baik dan apa yang tidak baik. Agar ia mengerti maka tiap-tiap pelanggaran disiplin perlu disertai dengan hukuman dan tiap perbuatan yang baik perlu disertai hadiah.

Thursday, December 22, 2011

SEX EDUCATION BAGI ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK SEX EDUCATION

SEX EDUCATION BAGI ANAK

1. Pengertian
a. Menurut Islam
Menurut Dr. A. Nastih Ulwa dalam Kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam pendiikan sex adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan pada anak sejak ia mengerti masalah yang berkenan dengan sex naluri dan perkawinan.
b. Menurut Sarlito
Dalam bukunya Psikologi Remaja (1994). Secara umum sex educatin adalah suatu informasi mengenai personal seksualitas manusia yang jelas dan benar. Yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran tingkah laku seksual, hubungan seksual dan aspek-aspek kejiwaan dan kemasyarakatan.
c. Menurut Nikmatul Faiqoh
Sex Education/pendidikan sex berarti pendidikan seksualitas yaitu suatu pendidikan mengenai seksualitas dalam arti luas. Seksualitas meliputi berbagai aspek yang berkaitan dengan seks yaitu aspek biologis, orientasi, nilai sosiokultural dan moral.serta perilaku.
2. Pokok-Pokok Pendidikan Seksual
Secara praktis yang perlu diterapkan dan diajarkan pada anak
1. Menanamkan Rasa Malu Pada Anak
Rasa malu harus ditanamkan sedari dini, walau masih kcil jangan biasakan bertelanjang di depan orang lain.
Misalnya: saat keluar dari kamar mandi dan berganti pakaian.
2. Memperjelas Identitasnya.
Secara fisik dan psikis ada beda antara laki-laki dan wanita. Perbedaan ini diciptakan oleh Allah bukan untuk saling merendahkan. Namun semata-mata karena berbedanya fungsi yang kelak akan diperankan. Agar masing-masing fitrah terjaga. Islam memberikan tuntunan agar laki-laki tidak menyerupai wanita atau sebaliknya. Oleh karena itu harus dibiasakan sejak kecil. Anak-anak berpakaian sesuai jenis kelamin.
3. Memisahkan Tempat Tidurnya
Abu Dawud meriwayatkan dengan Sanad Hasan bahwa Rasullullah SAW. Bersabda: ”Suruhlah anak-anakmu untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia 7 tahun dan pukulah mereka jika enggan melakukannya ketika sudah berumur 10 tahun, serta pisahkanlah tempat tidur mereka.
4. Mengajarkan Adab Masuk Rumah.
Dengan membiasakan mengucap salam saat akan masuk rumah, meminta ijin ketika akan masuk rumah orang lain, tidak mengintip rumah orang lain.
5. Mendidik Menjaga Kebersihan Alat Kelamin.
Selain agar bersih dan sehat, sekaligus juga mengajari anak perihal najis, anak harus dibiasakan untuk buang air pada tempatnya (toilet traning) ini akan membentuk pada diri anak sikap hati-hati, mandiri. Mampu menguasai diri dan santun dalam memenuhi hajatnya.



6. Mengenal Mahramnya.
Mahram adalah orang yang haram dinikahi. Dengan memahami kedudukan mahram, diupayakan agar anak mampu menjaga pergaulannya sehari-hari dengan selain mahramnya. Sekaligus paham akan haramnnya incest (perkawinan se-mahram).
7. Mendidik Anak Agar Selalu Menjaga Pandangan Mata
Jika anak dibiasakan mendudukan pandangan dari aurat, gambar, dan film porno disertai dengan adanya rasa selalu diawasi oleh Allah SWT. Maka hal itu akan melahirkan kemanisan iman yang bisa dirasakan oleh anak.
8. Mendidik Anak Agar Tidak Ikhtilat Dan Khalwat
Ikhtilat adalah bercampur bawurnya laki-laki dan wanita yang bukan mahram tanpa adanya keperluan yang diperbolehkan oleh syarat islam. Sedang berkhalwat adalah seorang laki-laki yang berduaan dengan wanita yang bukan mahram. Keduanya adalah aktivitas yang mengantarkan pada perbuatan zina.
9. Mendidik Etika Berhias.
Tujuan pendidikan sex terkait dengan etika berhias adalah agar berhias yang dilakukan tidak untuk maksiat.
10. Mempersiapkan Anak Hadapi Ihklam (Mimpi Pada Anak Laki-Laki) dan Haid.
Mengenal ihklam dan haid tidak hanya sekedar untuk bisa memahami fisiologi dan psikologinya. Namun juga harus dipahamkan ketentuan islam terkait dengan masalah tersebut seperti kewajiban mandi. Dan yang terpenting harus ditekankan bahwa mereka telah menjadi muslim dan muslimin dewasa yang wajib terkait dengan hukum syara’ (mukallaf).
3. Pendidikan Sex Bagi Anak Berdasarkan Usia
1) Pada usia 1 sampai 4 tahun
Paparnya, orang tua disarankan mulai memperkenalkan anatomi tubuh, termasuk alat genital. Perlu juga ditekankan pada anak bahwa setiap orang adalah ciptaan Tuhan yang unik. Dan berbeda satu sama lain. Kenalkan, ini mata, ini kaki, ini vagina. Itu tidak apa-apa, terangkan bahwa anak laki-laki dan perempuan diciptakan Tuhan berbeda. Masing-masing dengan keunikan sendiri ujarnya.
2) Pada usia 5-7 tahun
Rasa ingin tahu anak tentang aspek seksual biasanya meningkat. Maka aku menanyakan kenapa temannya memiliki organ-organ yang berbeda dengan dirinya sendiri. Rasa ingin tahu itu merupakan hal yang wajar karena itu orang tua diharapkan bersikap sabar dan komunikatif. Menjelaskan hal-hal yang ingin diketahui anak. Kalau anak laki-laki mengintip temanya perempuan yang sedang buang air. Itu mungkin karena ia ingin tahu, jangan hanya ditegur lalu ditinggalkan tanpa dijelaskan terangkan bedanya banya anak laki-laki dan perempuan.
3) Pada usia 8-10 tahun
Anak sudah mampu mmbedakan dan mengenali hubungan sebab akibat pada fase ini. Orang tua sudah bisa menerangkan secara sederhana proses reproduksi. Misalnya tentang sel telur dan sperma bila bertemu akan membentuk bayi.
4) Pada usia 11-13 tahun
Sudah memasuki pubertas, ini mulai mengalami perubahan fisik dan mulai tertarik pada lawan jenisnya. Ia juga sedang giat mengekplorasi diri. Misal: anak perempuan akan mencoba alat make up ibunya. Anak perempuan memiliki hubungan lebih dekat dengan ibu dan sebaliknya. Hal itu mempermudah anak membentuk identitas dirinya sendiri sebagai individu dewasa. Kalau anak perempuan kurang akrab dengan ibunya, ia bisa saja mencari sosok ayah jika ia mencari pasangan hidup kelak.
4. Pendidikan Seksual
Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja (1994), secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan, sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan, dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.
Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Menurut Singgih, D. Gunarsa, penyampaian materi pendidikan seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan umur anak serta daya tangkap anak. (dalam Psikologi Praktis, Anak, Remaja dan Keluarga.1991). dalam hal ini pendidikan seksual idealnya diberikan pertama kali oleh orang tua di rumah, mengingat orang tua yang paling tahu keadaan anak adalah orang tuanya sendiri. Tetapi sayangnya di Indonesia tidak semua orang tua tidak mau terbuka terhadap anak didalam membicarakan permasalahan seksual. Selain itu tingkat sosial ekonomi maupn tingkat pendidikan yang heterogen di Indonesia menyebabkan ada orang tua yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Dalam hal ini maka sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar.
5. Tujuan Pendidikan Seksual
Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psiskologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus dimasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nila-nilai kultur dan agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga.
Menurut Kartono Mohammad pendidikan seksual yang baik mempunyai tujuan membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab (dalam diskusi panel islam dan pendidikan seks bagi remaja, 1991). Beberapa ahli mengatakan pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat. Juga dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan seksual juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusialaan (Tirto Husodo, Seksulitet Dalam Mengenal Dunia Remaja, 1987).


Penjabaran tujuan pendidikan seksual dengan lebih lengkap sebagai berikut :
 Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual remaja.
 Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggung jawab).
 Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi.
 Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.
 Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual.
 Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya.
Sex education/pendidikan seksual sebenarnya berarti pendidikan seksualitas yaitu suatu pendidikan mengenai seksualitas dalam arti luas. Seksualitas meliputi berbagai aspek yang berkaitan dengan seks, yaitu aspek biologi, orientasi, nilai sosiokultur dan moral, serta perilaku.
Masa Remaja Merupakan Masa Peralihan Dari Masa Anak-Anak Ke Masa Remaja.
Bagaimana bentuk sex education yang seharusnya diinformasikan kepada remaja? Remaja harus mempelajari pola-pola perilaku seksual yang diakui oleh lingkungan serta nilai-nilai sosial sebagai pegangan dalam memilih teman hidup. Remaja juga harus belajar mengekspresikan cinta pada lawan jenisnya, dan belajar memainkan peran sesuai jenis kelamin, sebagaimana yang diakui oleh lingkungan. Di bawah ini diterangkan satu persatu tugas-tugas tersebut :
1. Memperoleh pengetahuan mengenai seks dan juga peran sebagai pria atau wanita dewasa yang diakui oleh lingkungan masyarakat sekitarnya. Pengetahuan ini penting sekali artinya, sebelum remaja mampu menyesuaiakan diri sebaik mungkin dalam berinteraksi secara dewasa dengan lawan jenisnya. Dengan pengetahuan ini, ia akan mampu memahami kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipikulnya sama baiknya dengan kesenangan dan kepuasan yang ia dapatkan. Dengan pengetahuan itu pula, ia akan lebih mampu memainkan peran sesuai jenis kelamin yang diakui oleh lingkungan masyarakat.
2. Mengembangkan sikap terhadap sex. Tugas perkembangan yang kedua dalam masa transisi seksual ini adalah mengembangkan sikap yang positif terhadap seksualitas.
3. Sikap-sikap yang positif terhadap masalah seksualitas ini menyangkut perasan remaja terhadap anggota kelompok lawan jenis, perasaan remaja terhadap peran perempuan atau laki-laki sesuai jenis kelamin dan perasaan terhadp masalah-masalah seks itu sendiri. Semua perasaan ini menyangkut norma-norma yang diakui oleh lingkungan sosial dimana remaja itu menetap. Sikap positif terhadap masalah seksual akan mengarahkan remaja pada penyesuaian dalam heteroseksual yang lebih mudah dan lebih baik. Sekali lagi suatu sikap terbentuk, sikap positif atau negatif maka sikap itu cenderung menetap seumur hidupnya.
4. Belajar bertingkah laku dalam hubungan heteroseksual menurut cara yang diakui oleh lingkungan masyarakat.
5. Belajar bertingkah laku sesuai apa yang diakui oleh lingkungan sosial dalam hal relasi heteroseksual merupakan tugas perkembangan ketiga dalam masa transisi menuju seksualitas dewasa. Pengalaman bergaul dengan lawan jenis akan banyak membantu remaja dalam usahanya menguasai tugas perkembangan ini.
6. Menetapkan nilai-nilai dalam memilih pasangan hidup
7. Tugas keempat yang harus dikuasai remaja dalam menjalani masa transisi menuju kehidupan seksualitas dewasa adalah menetapkan nilai-nilai yang akan menjamin suatu pengambilan keputusan yang bijaksana dalam memilih pasangan hidupnya.
8. Belajar untuk mengekspresikan cinta penting kelima adalah belajar menyatakan perasaan dan emosi yang terbangkit oleh orang yang dicintainya, sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
9. Pada masa transisi menuju kedewasaan, pada umumnya remaja harus belajar untuk menjadi lebih outer bound sebagai ganti dari sifat self bond yang merupakan ciri kekanak-kanakan. Remaja harus belajar menunjukkan afeksinya dan memperlihatkan rasa sayangnya serta menerima hal itu dari orang lain. Khususunya lawan jenisnya. Dengan dimilikinya dorongan-dorongan seksual pada remaja, membuat remaja tertarik pada lawan jenis, kelamin dan mulai mencoba mengekspresikan dorongan-dorongan tersebut. Di sini remaja mulai mengenal arti cinta dan berusaha untuk mengekspresikan cinta tersebut. Dalam mengekspresikan cinta ini terdapat berbagai macam cara yang dilakukan remaja, baik yang bersifat nonfisikal maupun fisikal.
10. Belajar untuk memainkan peran sesuai dengan jenis kelamin merupakan tugas keenam dalam mencapai heteroseksual yang matang.
Tugas ini merupakan tugas yang paling sulit dan penuh tantangan, terutama bagi remaja putri.
Seks edukasi yang komprehensive dapat mengurangi kehamilan pada remaja tanpa meningkatkan jumlah hubungan seksual ataupun penyakit menular seksual.
Bagaimana orang tua tetap berbicara tentang seks sampai anak dewasa? Orang tua pada tahap ini harus ingat bahwa anak-anak benar-benar membutuhkan dan menginginkan anda.” Remaja bukan anak dewasa yang berbadan kecil. Mereka masih butuh orang dewasa sebagai sumber dan pembimbing.”
Penjabaran tujuan pendidikan seksual dengan lengkap sebagai berikut:
 Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja.
 Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan, dan tanggung jawab)
 Membentuk sikap dan memberikan terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi.
 Memberikan pengertian hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.
 Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual.
 Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat menganggu kesehatan fisik dan mentalnya.
 Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks ynag berlebihan.
 Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat. Jadi tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak.