tag:blogger.com,1999:blog-72026110277644712212024-03-18T19:56:36.939-07:00Endhy's fileSelamat datang dan selamat berkunjung di blog endhy. Bagi temen temen yang mencari tugas silahkan copy n paste dari blog endhy. Saya mohon jangan lupa untuk meninggalkan komentar yang membangun yah, demi kelengkapan ilmu dan untuk pembangunan blog ini. Bagi yang kesulitan mencari isi blog ini, silahkan search di atas kiri TERIMAKASIHUnknownnoreply@blogger.comBlogger28125tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-45084736582429760482017-10-06T21:29:00.001-07:002018-11-20T14:01:05.106-08:00Asuhan Kehamilan (Ante Natal Care)I.<span style="white-space: pre;"> </span>Definisi<br />
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari haid terakhir (HPHT). Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu:<br />
1 Triwulan I = Mulai dari konsepsi sampai 3 bulan .<br />
2 Triwulan II = Bulan ke-4 sampai 6 bulan <br />
3 Triwulan III = Bulan ke-7 sampai 9 bulan.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTc_V8tEh1XRDDDE5gAJv_v1UUqBMyekvPfv29ITY-d8m4CezT6Swfn5838HQXnap4HugyoZx4-Jv4Ngci_oPkJHHrOLJ1ueUETWh7D0-Jxdu4ERLUA4zc_8_1al5x8J_NIoaDC1yDb1E/s1600/images+%25285%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="239" data-original-width="290" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTc_V8tEh1XRDDDE5gAJv_v1UUqBMyekvPfv29ITY-d8m4CezT6Swfn5838HQXnap4HugyoZx4-Jv4Ngci_oPkJHHrOLJ1ueUETWh7D0-Jxdu4ERLUA4zc_8_1al5x8J_NIoaDC1yDb1E/s1600/images+%25285%2529.jpg" /></a></div>
<br />
<br />
II.<span style="white-space: pre;"> </span> Proses kehamilan<br />
Kehamilan terjadi karena adanya pertemuan dan persenyawaan antara sel telur (ovum) dan sel mani (spermatozoon). Waktu ovulasi sel telur masih diliputi oleh korona radiata dan spermatozoa mempunyai enzim hyaluronidase yang dapat mencairkan korona radiata tersebut sehingga salah satu spermatozoon dapat menembus dinding sel telur. Persenyawaan antara sel telur dan sel mani biasanya terjadi pada ampulla tuba. Setelah persenyawaan tersebut terjadi maka sel telur disebut zygote.<br />
Dalam persiapan untuk perbuahan, baik sel benih pria maupun wanita tersebut mengalami sejumlah perubahan yang melibatkan kromosom maupun sitoplasma. Sel somatik manusia mengandung 23 pasang atau jumlah kromoson yang diploid. Ada 22 pasang kromoson autosom dan 1 pasang kromoson seks. Kalau pasangan kromoson seks tersebut adalah XX, individu tersebut secara genetika wanita, kalau pasangan kromoson seks tersebut XY individu tersebut secara genetika laki-laki. Salah satu kromoson pada tiap pasangan berasal dari ibu dan yang lain berasal dari ayah.<br />
Spormatozoa bergerak dengan cepat dari vagina ke rahim dan selanjutnya masuk kedalam saluran telur. Untuk dapat membuahi oosit, spermatozoa harus mengalami kapasitasi dan reaksi akrosom. Segera setelah spermatozoa memasuki oosit. Sel telur menanggapi dengan 3 cara yang berbeda yaitu reaksi kontikal dan zona, melanjutkan pembelahan meiosis kedua dan penggiatan metabolik sel telur. Hasil utama pembuahan tersebut adalah pengembalian menjadi jumlah kromoson diploid lagi. Penentuan janin kelamin individu baru dan dimulainya pembelahan Zigot mencapai tingkat 2 sel kira-kira 30 jam setelah pembuahan, tingkat 4 sel kira-kira 40 jam setelah pembuahan. Kira-kira 3 hari setelah pembuhan, sel-sel embrio membelah membentuk manik dengan 16 sel. Sel-sel bagian dalam merula merupakan masa sel dalam yang akan membentuk jaringan-jaringan embrio yang sebenarnya dan sel-sel sekitar membentuk masa sel luar yang akan menjadi trofoblas yang kemudian ikut membentuk placenta. Hasil pembelahan ini akan bergerak ke arah rongga rahim oleh getaran silia dan kontraksi tuba dan tiba dalam kavum uteri pada stadium blastula. Blastula akan mengalami nidasi ke dalam endometrium yang menyebabkan luka kecil sehingga kadang kadang pada saat nidasi terjadi sedikit pendarahan (tanda Hartman).<br />
Umumnya nidasi pada dinding depan atau belakang rahim dekat fudus uteri. Setelah terjadi nidasi, sel sel trofoblas di atas kutub embrioblas makin menyusup diantara sel epitel mukosa rahim sehingga pada hari ke 8 sebagian blastokista terbenam dalam stroma endometrium dimana pada hari ke 8 ini trofoblas berdiferensiasi menjadi 2 lapisan yaitu silotrofoblas dan sinsitic trofoblas dan embrioblas berdiferensiasi menjadi hipoblas dan epiblas. Pada hari ke 9 blastokista semakin dalam terbenam di dalam endometrium dan luka bekas penembusan pada endometrium ditutup oleh endapan fibin. Blastokista terbenam seluruhnya pada hari ke 11 sampai hari ke 12. Pada saat ini terjadilah sirkulasi uteroplasenta. Menjelang akhir minggu ke 2 sinsitiotropoblas telah memproduksi cukup banyak hormone HCG dimana fungsinya untuk mempertahankan korpus luteum untuk dapat menghasilkan progestenon sendiri. Placenta lengkap terbentuk pada umur kehamilan 16 minggu.<br />
Seiring terbentuknya placenta embrio juga mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang awalnya terdiri dari 3 lapisan yaitu ectoderm, mesoderm dan endoderm sampai terbentuk fetus mulai umur kehamilan 5 minggu yang akhirnya tumbuh dan berkembang. Placenta mempunyai fungsi yang sangat penting bagi embrio yaitu pemberi makanan pada janin, pertukaran produk-produk metabolisme dan gas, pertukaran nutrient dan elektrolit, pemindahan antibodi ibu, produksi hormon dan alat penyaring obat-obatan. Selain placenta, keberadaan amnion juga sangat penting bagi janin yaitu sebagai bantalan pelindung dimana cairan amnion ini akan menyusup goncangan-goncangan, mencegah perlekatan mudigah pada amnion, memberikan ruang gerak pada janin dan pada saat lahir ketuban (amnion) akan membantu membersihkan jalan lahir.<br />
<br />
<script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({
google_ad_client: "ca-pub-5272490996610439",
enable_page_level_ads: true
});
</script>II.<span style="white-space: pre;"> </span>Diagnosa Kehamilan<br />
Untuk dapat menegakkan diagnosa kehamilan dilakukan penelitian terhadap beberapa tanda dan gejala kehamilan yaitu :<br />
1. Tanda-tanda Dugaan Hamil<br />
a. Amenorrea (tidak dapat haid)<br />
Wanita harus mengetahui tanggal hari pertama haid terakhir (HPHT) supaya dapat ditaksir umur kehamilan dan taksiran tanggal persalinan yang dihitung dengan menggunakan rumus dari Naegle.<br />
b. Mual dan Muntah (Nausea dan Vomiting)<br />
Biasanya terjadi pada bulan-bulan pertama kelahiran hingga akhir Triwulan pertama. Karena sering terjadi pada pagi hari disebut morning sickness (sakit gigi). Bila mual dan muntah terlalu sering disebut hiporemesis.<br />
c. Mengidam (ingin makanan khusus)<br />
Ibu hamil sering meminta makanan atau minuman tertentu terutama pada bulan-bulan Triwulan pertama.<br />
d. Tidak tahan suatu bau-bauan.<br />
e. Pingsan<br />
Bila berada pada tempat-tempat ramai yang sesak dan padat bisa pingsan<br />
f. Tidak ada selera makan (anoreksia)<br />
Hanya berlangsung pada kehamilan, kemudian nafsu makan timbul kembali.<br />
g. Lelah (fatigue)<br />
h. Payudara membesar, tegang dan nyeri disebabkan pengaruh estrogen dan progesteron yang merangsang duktus dan alveoli payudara. Kelenjar Montgomery terlihat lebih membesar.<br />
i. Miksi svring karena kandung kemih tertekan oleh rahim yang membesar. Gejala ini akan hilang pada triwulan kedua kehamilan. Pada akhir kehamilan, gejala ini kembali karena kandung kemih ditekan oleh kepala janin.<br />
j. Konstipasi / obstipasi karena tonus otot-otot usus menurun oleh pengaruh hormone steroid.<br />
k. Pigmentasi kulit oleh pengaruh hormone kortikosteroid placenta dijumpai di muka (chloasma gravidarum), areola payudara, leher dan dindinfg perut (linea nigra = grisea).<br />
l. Epulis yaitu hipertropi dari papil gusi<br />
m. Pemekaran vena-vena (varises) dapat terjadi pada kaki, betis dan vulva biasanya dijumpai pada triwulan akhir.<br />
<br />
2. Tanda tidak pasti kehamilan<br />
a. Pembesaran abdomen<br />
Pembesaran uterus dan peningkatan tinggi fundus uteri karena pertumbuhan dan perkembangan janin secara langsung juga menyebabkan pembesaran abdomen pada ibu yang disertai dengan regangan pada permukaan kulit abdomen yang terlihat berupa garis-garis tidak teratur yang disebut striae gravidarum.<br />
b. Perubahan pada organ polvik<br />
1. Tanda chadwik : vulva dan vagina berwarna ungu kebiruan<br />
2. Tanda hegar : segmen bawah uterus teraba lunak / lembek<br />
3. Tanda piskacek : uterus membesar ke salah satu jurusan<br />
4. Tanda godels : servik teraba lunak<br />
5. Tanda Braxton hicks : kontraksi intermitten tanpa rasa nyeri pada wanita hamil.<br />
6. Tanda ballottement : pantulan yang terjadi setelah uterus teraba.<br />
<br />
3. Tanda pasti kehamilan<br />
Tanda pasti kehamilan dan tidak pasti kehamilan tergantung pada perubahan yang dapat dirasakan dan dilihat oleh ibu dan pemeriksaan. Bukti absolute merupakan kenyataan yang dikuatkan oleh janin itu sendiri yang mencakup :<br />
<br />
1. Terdengar DJJ<br />
DJJ dapat didengar dengan menggunakan funduskup pada umur kehamilan 18-20 minggu dan bisa juga didengar dengan menggunakan system Doppler pada kehamilan 12 minggu. Djj normal yaitu : 120 – 160 x / menit<br />
2. Teraba bagian bagian janin<br />
Dapat dirasakan dengan pemeriksaan Leopold<br />
3. Pada pemeriksaan USG<br />
Tampak hasil konsepsi (janin) dan DJJ<br />
4. Pemeriksaan pergerakan janin<br />
Pemeriksaan janin sering disebut quickening dan yang dirasakan oleh pemeriksaan merupakan tanda pasti kehamilan. Pada primi gerakan janin mulai dirasakan pada minggu ke 18-20 minggu dan pada multi 16-20 minggu .<br />
5. Pemeriksaan rontgen<br />
Pada pemeriksaan rontgen terlihat kerangka janin<br />
6. Mencatat elektrokardiogram janin<br />
Impuls yang terjadi dalam jantung janin terekam dengan meletakan elektroda dari dari CTG pada abdomen ibu. Ini penting pada kehamilan dengan resiko/komplikasi untuk menentukan kesejahteraan janin<br />
IV.<span style="white-space: pre;"> </span>Menentukan usia kehamilan dan tafsiran kehamilan<br />
1. Menentukan usia kehamilan<br />
a. Dari HPHT ( Haid Pertama Hari Terakhir )<br />
b. Dari Tinggi Fundus Uteri <br />
c. Dari saat mulainya terasa pergerakan janin<br />
d. Dari saat mulainya terdengar DJJ<br />
e. Dari masuk atau tidak masuknya kepala ke dalam rongga panggul<br />
f. Dari USG dengan mengetahui diameter biparietal<br />
g. Dengan pemeriksaan amniocentesis.<br />
<br />
2. Menentukan tafsiran persalinan<br />
Saat persalinan tergantung dari saat ovulasi dan oleh karena saat ovulasi ditentukan oleh lamanya siklus maka Hukum Naegle menggunakan rumus tanggal + 7 bulan -3 tahun + 1<br />
<br />
V.<span style="white-space: pre;"> </span>Perubahan Fisiologis dan psikologis pada wanita hamil<br />
5.1 Perubahan fisiologi<br />
1. Sistem Reproduksi<br />
a. Uterus<br />
- Terjadi hipertropi dan hyperplasia sehinggan berat uterus meningkat 20 kali dan kapasitasnya meningkat 500 kali.<br />
- Permukaannya tidak rata terutama pada daerah implantasi dan insersi placenta<br />
- Pada minggu pertama istinus uteri mengadakan hipertropi sehingga istinus uteri menjadi panjang dan lebih lunak<br />
b. Cerviks<br />
Terjadi peningkatan vaskularisasi dan karena pengaruh hormon menyebabkan terjadinya perubahan konsistensi, warna, oedema, hipertropi, hyperplasia, sel sel servik dan peningkatan sekresi mukosa serviks.<br />
c. Ovarium<br />
Peningkatan hormone estrogen dan progesteron selama hamil sebagai inhibitor untuk FSH sehingga tidak terjadi pertumbuhan folikel dan ovulasi serta corpus luteum dipertahankan.<br />
d. Vagina<br />
Peningkatan vaskularisasi menyebabkan sekresi vagina meningkat, vagina lebih sensitif dan berwarna ungu kebiruan. PH meningkat 3,5 – 6,0<br />
e. Tuba falopii<br />
Tuba mengalami sedikit hipertrofi selama kehamilan. Epitelium mukosa tuba menjadi gepeng selama kehamilan dibanding dengan keadaan tidak hamil<br />
f. Dinding perut<br />
Pembesaran rahim menimbulkan peregangan dan menyebabkan robekan serabut elastis dibawah kulit sehingga timbul striae gravidarum. Kulit perut pada linea alba bertambah pigmentasinya dan disebut linea nigra.<br />
2. Sistem kardiovaskuler dan hematologikal<br />
Kardiak output meningkat karena respon terhadap peningkatan tekanan O2 jaringan yang meningkat 30-5 dan konstan. Tekanan daah turun dimana sistolik turun 4-6 mmHg, diastolik turun 8-10 mmHg dengan rata-rata penurunan 6-10 mmHg, sedangkan volume darah ibu meningkat 25% dengan puncak pada kehamilan 32 minggu, WBC meningkat, massa RBC meningkat dan factor pembekuan darah yaitu F I, F VII, F VIII, F IX, F X dan F XI menurun sedikit selama kehamilan.<br />
3. Sistem Pernafasan<br />
Wanita hamil kadang-kadang mengeluh sesak dan nafas pendek. Ini disebabkan oleh usus yang tertekan kea rah diafragma akibat pembesaran rahim. Kapasitas vital paru akan meningkat, pernafasan lebih dalam dan menggunakan pernafasan dada.<br />
4. Sistem pencernaan<br />
Salivasi meningkat pada Trimester dan mengeluh mual muntah. Motilitas usus meningkat akibat tonus otot melemah yang dapat menimbulkan obstipasi. Appendiks biasanya bergeser kea rah atas dan agak lateral saat uterus membesar dan seringkali dapat mencapai pinggang kanan. Gejala muntah (emesis gravidarum ) sering terjadi biasanya pada pagi hari disebut morning sickness.<br />
5. Sistem Perkemihan<br />
Perubahan karena meningkatnya vaskularisasi ke organ-organ dalam pelvis, peningkatan kegiatan ginjal, penekanan kandung kemih oleh uterus yang menyebabkan ibu sering kencing, aktifitas rahim, angiotensin meningkat yang mempengaruhi reabsorpsi Na.<br />
<br />
6. Tulang dan gigi<br />
Persendian panggul akan terasa lebih longgar karena ligament melunak. Terjadi sedikit pelebaran pada ruang persendian dan oleh karena itu perlu mengkonsumsi kalsium. Bisa tejadi ginggivitis akibat hygiene yang buruk disekitar mulut <br />
7. Sistem integumen dan musculus skeletal<br />
1. Payudara : hiperpigmentasi pada putting susu dan areola mamae<br />
2. Kulit : timbul kloasma gravidarum, timbulnya striae, peningkatan aktif kelenjar keringat<br />
3. Muskuloskletal : terjadi distosis recti abdominalis karena peregangan dinding otot abdomen<br />
8. Sistem Endokrin<br />
1. Kelenjar tiroid : dapat terjadi pembesaran yang diakibatkan karena kebutuhan kalori yang meningkat<br />
2. Kelenjar hipofise : dapat membesarterutama lobus anterior karena penekanan FSH dan perpanjangan fase luteal.<br />
3. Kelenjar adrenal<br />
- Hormon kortisol : menyiapkan dan merangsang proses kehamilan, progesterone menurun<br />
- Hormon aldosteron : metabolisme natrium<br />
4. Kelenjar paratiroid : menghasilkan parathormon yang mengalami hipertiroidisme yang dapat meningkatkan kebutuhan kalsium dan vitamin B<br />
5. Kelenjar pancreas : mengalami hiperfungsi karena pada saat kehamilan insulin harus memberi makanan untuk ibu dan bayi. Metabolisme makanan meningkat sehingga kebutuhan insulin meningkat dan kerja pankreas meningkat.<br />
9. Metabolisme<br />
Kebutuhan metabolisme meningkat untuk kebutuhan ibu dan janin. Peningkatan berat badan ibu hamil rata-rata 6,5 – 16 kg.<br />
Perubahan metabolic yang mencolok pada ibu hamil yaitu :<br />
1. Metabolisme air<br />
Terjadi retensi air karena turunnya osmolaritas plasma yang diakibatkan oleh pengaturan kembali ambang osmotic untuk rasa haus dan sekresi vasopressin. Jumlah minimum air ekstra yang dapat diharapkan ditahan wanita selama kehamilan normal sekitar 6,5 liter<br />
2. Metabolisme Protein<br />
500 gram protein ditambahkan dalam uterus sebagai protein kontraktif ke payudara terutama di kelenjar-kelenjar ke darah ibu dalam bentuk hemoglobin dan protein plasma.<br />
3. Metabolisme karbohidrat<br />
Setelah makan terapat pemanjangan hipoglikemia dan hiperinsulinemia pada wanita hamil pada penekanan glukagon yang lebih besar. Hal ini bertujuan untuk menjamin pemanjangan dan pemeliharaan suplay glukosa kepada janin. Hal ini terjadi disebabkan karena kerja HPL merangsang secara langsung sintesis dan sekresi insulin.<br />
4 Metabolisme Lemak<br />
Pada pertengahan kehamilan terjadi penyimpanan lemak oleh tubuh ibu dan pada kehamilan lanjut ketika kebutuhan nutrisi janin meningkat maka lemak akan digunakan.<br />
5 Metabolisme mineral<br />
Kebutuhan besi selama kehamilan adalah cukup besar dan sering melebihi jumlah yang tersedia.<br />
<br />
5.2. Perubahan Psikologis<br />
1. Trimester 1<br />
- Segera setelah terjadi perubahan hormone progesterone dan estrogen dalam tubuh akan meningkat dan ini menyebabkan timbulnya rasa mual-mual pad apagi hari, lenah dan lelah serta terjadi pembesaran payudara. Ibu merasa tidak sehat, membenci kehamilannya, merasa kecewa, penolakan cemas dan sedih serta ibu berharap untuk tidak hamil<br />
- Terjadi penurunan libido pada periode ini. Pada trimester ini seorang ibu akan mencari tanda-tanda untuk lebih meyakinkan bahwa dirinya hamil.<br />
2 Trimester II<br />
- Trimester kedua biasanya adalah saat ibu merasa sehat, tubuh ibu sudah terbiasa dengan kadar hormone yang lebih tinggi dan rasa tidak nyaman karena hamilnya. Ibu belum merasakan hal ini sebagai beban, ibu sudah dapat menerima kehamilannya dan mulai merasakan gerakan janin yang pertama (quickening) sehingga ibu memiliki dorongan psikologis yang besar libido meningkat.<br />
3 Trimester III<br />
- Disebut periode menunggu dan waspada sebab pada saat itu ibu merasa tidak sabar menunggu kelahiran bayinya. Gerakan bayi dan membesarnya perut merupakan dua hal yang mengingatkan ibu akan bayinya.<br />
- Ibu merasa khawatir akan timbulnya gejala-gejala yang tidak diinginkan dan cemas terhadap proses persalinannya.<br />
<br />
VI. Kebutuhan Fisik Ibu Hamil<br />
a. Kebutuhan Nutrisi<br />
Wanita hamil harus betul-betul mendapat perhatian susunan dietnya, terutama mengenai jumlah kalori, protein yang berguna untuk pertumbuhan janin dan kesehatan Ibu. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan anemia, abortus, partus prasmaturus, inersia uteri, perdarahan pasca salin, sepsis puerpueralis dan lain-lain. Sedangkan makanan berlebihan dapat menyebabkan gemuk. Preeklamsi janin besar dan lain-lain. Ibu perlu minum 6-8 gelas cairan sehari. Peningkatan kalori yang dibutuhkan oleh ibu hamil adalah 285 kalori / hari. Makanan yang di kosumsi harus banyak mengandung protein dan diberikan FE (SF 200 mg 3 x sehari). Makanan yang seimbang harus mengandung unsur sumber energi, sumber pembangun dan sumber pengatur.<br />
<br />
1. Sumber Energi.<br />
WHO menganjurkan jumlah tambahan energi sebesar 150 kkl sehari pada trimester I, 350 kkl sehari pada trimester II dan III. Sekitar 60% dari seluruh kalori yang diperlukan oleh ibu hamil berasal dari karbohidrat. Sedangkan ibu hamil dianjurkan mengkomsumsi makanan yang mengandung lemak, tidak lebih dari 20% dari seluruh kebutuhan kalori per hari. Kebutuhan kalori bagi ibu hamil sebanyak 15% dari seluruh kalori yang berasal dari protein.<br />
<br />
2. Sumber Pembangun.<br />
Kebutuhan protein akan ibu hamil meningkat sampai 68%. Jumlah protein yang harus tersedia sampai pada akhir kehamilan diperkirakan sebanyak 925 gram yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta suta janin.Asupan protein tambahan pada ibu hamil sebesar 30 gramsehari.<br />
<br />
3. Sumber Pengatur.<br />
1. Kebutuhan zat besi selama kehamilan sekitar 1000 mg dimana 500 mg ditransfer ke janin, 300mg untuk ibu dan 200 mg hilang karena ekskresi. Rata-rata kebutuhan zat besi sehari adalah 7 mg. Pemberian suplemen zat besi kepada ibu hamil minimal 90 tablet (tablet 60 mg zat besi).<br />
2. Asam folat.<br />
Asam folat kebutuhannya selama hamil berlipat ganda.<br />
3. Vitamin-vitamin.<br />
Vitamin B, vitamin C, dan vitamin D juga perlu diperhatikan pemenuhannya untuk menunjang proses penyerapan zat makanan lainnya.<br />
<br />
b. Kebutuhan Eleminasi.<br />
Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kencing tertekan oleh uterus yang mulai membesar sehingga timbul sering kencing. Pada waktu hamil mungkin juga terjadi obstipasi yang disebabkan oleh karena kurang gerak badan.Perislltik usus kurang karena hormon dan tekanan pada rectum oleh kepala. Untuk menghindari terjadinya obstipasi ini sebaiknya makan sayur-sayuran dan buah-buahan, minum yang banyak dan gerak badan yang cukup.<br />
<br />
c. Kebutuhan Respirasi.<br />
Selama kehamilan, fungsi paru tidak mengalami gangguan. Kecepatan pernafasan selama kehamilan tidak mengalami perubahan secara bermakna. Volume tidal selama kehamilan mengalami peningkatan secara progresif dan volume residual mangalami sedikit penurunan. Pernafasan normal 20-24x / menit.<br />
<br />
d. Kebutuhan Seksual.<br />
Bila ada riwayat abortus sebaiknya hubungan seksual ditunda sampai kehamilan 16 minggu. Pada umumnya koitus diperbolehkan pada masa kehamilan . Jika dilakukan dengan hati-hati . Koitus sebaiknya dihentikan pada akhir kehamilan karena dapat menimbulkan rasa sakit, perdarahan menimbulkan rasa sakit. Pendarahan menimbulkan kontraksi uterus dan dapat pula menimbulkan infeksi serta memecahkan ketuban.<br />
e. Istirahat atau Tidur.<br />
Ibu hamil perlu istirahat atau tidur paling sedikit 1 jam pada siang hari dengan kaki ditempatkan lebih tinggi dari tubuhnya. Tidur, istirahat dan bersantai sangat bermanfaat bagi ibu hamil, agar tetap kuat dan tidak mudah terkena penyakit. Wanita hamil boleh melakukan pekerjaanya sehari-hari di rumah, dikantor ataupun di pabrik asal bersifat ringan. Kelelahan harus dicegah hingga pekerjaan harus diselingi dengan istirahat.<br />
<br />
VII. Tanda-tanda Ibu Hamil Yang Sehat.<br />
1. Nafsu makan baik.<br />
2. Cukup tenaga dan bersemangat.<br />
3. Tidak pusing-pusing dan tidak mengalami perubahan penglihatan.<br />
4. Tidak mualdan muntah berlebihan.<br />
5. Tidak merasa panas pada saluran kencing ketika buang air.<br />
6. Tidak ada cairan vagina yang berbau.<br />
7. Tidak ada gataal-gatal di vagina.<br />
8. Tidak ada kesulitan nafas.<br />
9. Tidak ada pendarahan pervaginam.<br />
10. Tidak ada nyeri yang berarti pada perut, punggung dan tungkai.<br />
11. Tidak ada bengkak pad tangan dan wajah.<br />
<br />
VIII. Tanda-Tanda Bahaya Pada Kehamilan.<br />
1. Trimester I.<br />
a. Tidak adanya pertambahan berat badan atau bahkan ada tanda-tanda kurang gizi (malnufrisi).<br />
b. Rasa lelah sampai tidak mampu untuk melakukan aktivitas sehari-hari.<br />
c. Keputihan sangat banyak atau warna abu-abu dengan bau busuk atau menyengat.<br />
d. Perdarahan pervaginam.<br />
e. Sakit kepala yang terus berlanjut.<br />
f. Dehidrasi.<br />
g. Demam ≥ 38,5 0 C.<br />
2. Trimester II.<br />
a. Keletihan yang berlebihan.<br />
b. Tanda-tanda depresi.<br />
c. Keputihan sangat banyak disertai bau busuk atau menyengat.<br />
d. Pengeluaran cairan (selaput ketuban pecah)<br />
e. Perdarahan pervaginaan.<br />
f. Rasanyeri hebat di abdomen.<br />
g. Tidak ada penambahan berat badan atau ada tanda dan gejala kekurangan gizi.<br />
h. Nyeri epigastrium disertaidengan sakit kepala, tekanan darah tinggi dan edema patologis.<br />
i. Pusing sampai kehilangan kesadaran.<br />
j. Demam ≥ 38 0 C.<br />
<br />
3. Trimester III.<br />
a. Edema pada muka dan badan.<br />
b. Nyeri epigastrium disertai dengan sakit kepala hebat dan tekanan darah tinggi.<br />
c. Dysuria.<br />
d. Keletihan yang berlebihan sampai tidak mampu beraktifitas.<br />
e. Tanda-tanda depresi.<br />
f. Keputihan yang sangat banyak dan berbau menyengat.<br />
g. Pengeluaran cairan (selaput ketuban pecah) sebelum aterm.<br />
h. Perubahan visual secara tiba-tiba.<br />
i. Janin tidak bergerak seperti biasanya.<br />
j. Rasa nyeri hebat di abdomen kuadran kanan bawah.<br />
<br />
IX. Masalah Yang Lasim Pada Ibu Hamil TW I dan cara mengatasinya.<br />
9.1. Hidung tersumbat / berdarah.<br />
Penanganan :<br />
- Gunakan vaporizer udara dingin.<br />
<br />
9.2. Mengidam<br />
Penanganan :<br />
- Tidak perlu dikhawatirkan, selama diet memenuhi kebutuhan gizi.<br />
- Menjelaskan tentang bahaya makanan yang salah / tidak benar.<br />
- Membahas rencana makanan yang bisa diterima yang mencakup gizi yang diperlukan serta memuaskan rasa mengidam atau kesukaan menurut culture.<br />
<br />
9.3 Sering Buang air Kecil.<br />
Penanganan :<br />
- Kosongkan saat terasa dorongan untuk kencing.<br />
- Perbanyak minum pada siang hari.<br />
- Jangan kurangi minum di malam hari kecuali jika mengganggu tidur dan menyebabkan keletihan.<br />
- Batasi minum antideuritik alami seperti teh, kopi, cola.<br />
- Jelaskan tentang posisi berbaring miring ke kiri dengan kaki ditinggikan pada malam hari untuk meningkatkan diurisis.<br />
<br />
9.4. Keputihan.<br />
Penanganan :<br />
- Tingkatkan kebersihan dengan mandi setiaphari.<br />
- Memakai pakaian dalam yang terbuat dari katun, lebih kuat daya serapnya. Hindari pakaian dalamdan pantyhose yang terbuat dari nilon.<br />
<br />
9.5. Kelelahan (Fatizue).<br />
Penanganan :<br />
- Yakinkan bahwa hal itu normal terjadi dalam kehamilan.<br />
- Dorong ibu untuk sering beristirahat.<br />
- Hindari istirahat yang berlebihan.<br />
<br />
9.6. Rasa Mual / Muntah.<br />
Penanganan :<br />
- Hindari bau atau faktor penyebabnya.<br />
- Makin sedikit-sedikit tapi sering.<br />
- Makan biscuit kering atau roti bakar sebelum bangun dari tempat tidur pagi hari.<br />
- Duduk tegak setiap kali selesai makan.<br />
- Hindari makanan berminyak atau berbumbu merangsang.<br />
- Makan-makanan kering dengan minum di waktu makan.<br />
- Minum-minuman berkarbonat.<br />
- Bangun dari tidur secara perlahan dan hindari melakukan gerakan secara tiba-tiba.<br />
- Hindari menggosok gigi segera setelah bangun.<br />
- Minum air herbal.<br />
- Istirahat sesuai kebutuhan.<br />
<br />
• Masalah Yang Lasim Pada Ibu Hamil TW II Dan Cara Penanganannya.<br />
9.1. Keputihan<br />
Penanganannya :<br />
- Tingkatkan kebersihan dengan mandi setiap hari.<br />
- Memakai pakaian dalam yang terbuat dari katun sehingga daya serapnya lebih baik.<br />
<br />
9.2. Konstipasi.<br />
Penanganannya ;<br />
- Tingkatkan inteks cairan, serat di dalam diet.<br />
- Membiasakan buang air besar secara teratur.<br />
- Buang air besar segera setelah ada dorongan.<br />
- Melakukan latihan / exercise yang teratur.<br />
<br />
<br />
<br />
9.3. Perut Kembung.<br />
Penanganannya :<br />
- Hindari makan makanan yang mengandung gas.<br />
- Lakukan senam secara teratur.<br />
- Mengunyah makanan secara sempurna.<br />
- Pertahankan saat kebiasaan buang air besar yang normal.<br />
<br />
9.4. Sakit Punggung Bawah dan Atas.<br />
Penanganannya :<br />
- Gunakan body mekanik yang baik untuk mengangkat benda.<br />
• Berjongkok dan bukan membungkuk untuk mengangkat benda-benda agar supaya kaki (paha) yang menahan beban dan bukan punggung yang akan menahan beban dan tegangan.<br />
• Lebarkan kaki dan letakkan satu kaki sedikit di depan kaki yang lain pada waktu membungkuk agar terdapat tuas untuk keseimbangan pada waktu bangkit dari posisi jongkok.<br />
- Gunakan Bh yang menopang dan dengan ukuran yang tepat.<br />
- Gunakan bantal pada waktu tidur untuk meluruskan punggung.<br />
- Gunakan kasur yang keras untuk tidur.<br />
- Berlatihlah dengan cara mengangkat panggul, hindari ketidaknyamanan karena pemakaian sepatu hak tinggi, hindari mengangkat beban berat dan keletihan.<br />
<br />
9.5. Pusing.<br />
Penanganannya :<br />
- Bangun secara perlahan dari posisi istirahat.<br />
- Hindari berdiri terlalu lama dalam lingkungan yang panas.<br />
- Hindari berbaring dalam posisi terlentang.<br />
<br />
9.6. Oedema Dependen.<br />
Penanganannya :<br />
- Hindari posisi berbaring terlentang<br />
- Hindari posisi berdiri untuk waktu yang lama, istirahat dengan berbaring miring ke kiri dengan kaki agak ditinggikan.<br />
- Tinggikan kaki jika bisa.<br />
- Jika perlu ketika duduk atau berdiri sering melatih kaki untuk di tekuk.<br />
- Angkat kaki ketika duduk atau istirahat.<br />
- Hindari kaos kaki yang ketat<br />
- Lakukan senam atau latihan secara teratur.<br />
<br />
9.7. Chloasma / Perubahan Warna Kulit.<br />
Penanganannya :<br />
- Hindari sinar matahari berlebihan selama masa kehamilan<br />
- Gunakan pelindung non alergi<br />
<br />
9.8. Gusi Berdarah<br />
Penanganannya :<br />
- Berkumur dengan air hangat<br />
- Memeriksa gigi secara teratur<br />
- Jaga kebersihan gigi, menggosok gigi dengan lembut<br />
<br />
9.9. Hemorrhoid<br />
Penanganannya :<br />
- Hindari konstipasi<br />
- Makan makanan berserat<br />
- Gunakan kompres dingin, kompres hangat<br />
- Dengan perlahan masukan kembali kedalam rectum jika perlu<br />
<br />
9.10. Insomnia /Sulit Tidur<br />
Penanganannya :<br />
- Gunakan teknik rileksasi<br />
- Mandi air hangat, minum- minuman hangat (susu, teh dengan susu) sebelum pergi tidur<br />
- Melakukan aktifitas yang tidak menstimulasi sebelum tidur<br />
9.11. Varises Pada kaki / vulva<br />
Penanganannya :<br />
- Tinggikan kaki sewaktu berbaring<br />
- Berbaring dengan posisi kaki ditinggikan ± 90 0 C beberapa kali.<br />
- Jaga agar kaki jangan bersilangan<br />
- Hindari berdiri / duduk terlalu lama<br />
- Istirahat dalam posisi berbaring miring ke kiri<br />
- Senam (exercise) hindari pakaian dan korset yang ketat<br />
- Jaga postur tubuh yang baik<br />
<br />
9.12. Perut Panas<br />
Penanganannya :<br />
- Makan sedikit-sedikit tapi sering<br />
- Hindari makanan berlemak terlalu banyak, makanan yang digoreng, makanan yang berbumbu merangsang<br />
- Hindari rokok, kopi, alkohol, coklat (mengiritasi gastrik) hindari berbaring setelah makan dan makan segera sebelum tidur.<br />
- Hindari minum selain air putih saat makan<br />
<br />
• Masalah Yang Lasim Pada Ibu Hamil TW III serta Cara Mengatasinya.<br />
9.1. Sering buang air kecil (nokturia)<br />
Penanganannya :<br />
- Kosongkan saat terasa dorongan untuk kencing<br />
- Batasi minum diuretic alami seperti : kopi, teh, cola dengan cafein<br />
- Perbanyak minum pada siang hari dan jangan kurangi minum di malam hari kecuali jika mengganggu tidur dan menyebabkan keletihan.<br />
<br />
9.2. Oedema Dependen<br />
Penanganannya :<br />
- Hindari posisi berbaring terlentang.<br />
- Hindari posisi berdiri untuk waktu yang lama, istirahat dengan berbaring miring ke kiri dengan kaki agak ditinggikan.<br />
- Tinggikan kaki jika dapat.<br />
- Jika perlu sering melatih kaki untuk ditekuk ketika duduk / berdiri.<br />
- Angkat kaki ketika duduk atau istirahat<br />
- Hindari kaos kaki yang ketat<br />
- Lakukan senam/latihan yang teratur<br />
<br />
9.3. Striae gravidarum ( garis-garis di perut)<br />
Penanganannya :<br />
- Gunakan emolien topical antiprurites jika ada indikasinya<br />
- Kenakan pakaian yang menopang payudara dan abdomen<br />
<br />
9.4. Insomnia / Sulit Tidur<br />
Penanganannya :<br />
- Gunakan teknik rileksasi<br />
- Mandi air hangat,minum-minuman hangat (susu, teh dengan susu) sebelum pergi tidur<br />
- Melakukan aktivitas yang tidak menstimulasi sebelum tidur.<br />
<br />
9.5. Konstipasi<br />
Penanganannya :<br />
- Tingkatkan intake cairan dan serat di dalam diet<br />
- Membiasakan buang air secara teratur<br />
- Buang air besar segera setelah ada dorongan<br />
- Melakukan senam / latihan yang teratur<br />
- Istirahat yang cukup<br />
<br />
9.6. Hemoroid<br />
Penanganannya :<br />
- Hindari konstipasi<br />
- Makan makanan yang berserat<br />
- Gunakan kompres es, kompres hangat<br />
- Dengan perlahan masukan kembali ke dalam rectum jika perlu<br />
9.7. Keputihan<br />
Penanganannya :<br />
- Tingkatkan kebersihan dengan mandi setiap hari<br />
- Memakai pakaian dalam yang terbuat dari katun<br />
- Mengganti pakaian dalam setiap kali basah<br />
<br />
9.8. Kram Pada Kaki<br />
Penanganannya :<br />
- Kurangi konsumsi susu (kandungan fasfornya tinggi)<br />
- Berlatih dorsi fleksi pada kaki untuk meregangkan otot-otot yang terkena<br />
- Gunakan penghangat otot<br />
<br />
9.9. Nafas Sesak (hiperventilasi)<br />
Penanganannya :<br />
- Jelaskan penyebab fisiologisnya<br />
- Secara periodik berdiri dan merentangkan lengan di atas kepala serta menarik nafas panjang<br />
- Mendorong postur tubuh yang baik untuk melakukan pernafasan<br />
<br />
9.10. Varices Pada Kaki / Vulva<br />
Penanganannya :<br />
- Tinggikan kaki sewaktu berbaring<br />
- Berbaring dengan posisi kaki di tinggikan ± 90 0 beberapa kali sehari<br />
- Jaga agar kakijangan bersilangan<br />
- Hindari berdiri atau duduk terlalu lama<br />
- Istirahat dalam posisi berbaring miring ke kiri<br />
- Senam / exercise, hindari pakaian dan korset yang ketat<br />
- Jaga postur tubuh yang baik.<br />
<br />
<br />
<br />
9.11. Perut Panas<br />
Penanganannya :<br />
- Makan sedikit-sedikit tapi sering<br />
- Hindari makanan berlemak, terlalu banyak makanan yang digoreng, makanan yang berbumbu dan merangsang<br />
- Hindari rokok, kopi, alkohol, coklat, (mengiritasi gastrik)<br />
- Hindari berbaring setelah makan dan makan segera sebelum tidur<br />
- Hindari minuman selain air putih saat makan<br />
- Sikap tubuh / postur tubuh yang baik<br />
<br />
9.12. Perut Kembung<br />
Penanganannya :<br />
- Hindari makan makanan yang mengandung gas<br />
- Mengunyah makanan secara sempurna<br />
- Lakukan senam secara teratur<br />
- Pertahankan saat kebiasaan buang air besar yang normal<br />
<br />
9.13. Pusing (syncope)<br />
Penanganannya :<br />
- Bangun secara perlahan dari posisi istirahat<br />
- Hindari berdiri terlalu lama dalam lingkungan yang panas<br />
- Hindari berbaring dalam posisi terlentang<br />
<br />
9.14. Sakit Punggung Bawah / Atas<br />
Penanganannya :<br />
- Gunakan body mekanik yang baik untuk mengangkat benda.<br />
• Berjongkok dan bukan membungkuk, untuk mengangkat setiap benda agar kaki (paha) yang menahan dan bukan punggung yang akan menahan beban dan tegangan<br />
• Lebarkan kaki dan letakan satu kaki sedikit di depan kaki yang lain pada waktu membungkuk agar terdapat tuas untuk keseimbangan pada waktu bangkit dari posisi jongkok<br />
• Gunakan Bh yang menopang dan dengan ukuran yang tepat<br />
- Gunakan bantal waktu tidur untuk meluruskan punggung<br />
- Gunakan kasur yang keras untuk tidur<br />
- Berlatihlah dengan cara mengangkat panggul, hindari ketidaknyamanan karena pekerjaan, sepatu dengan hak tinggi, mengangkat beban berat dan keletihan<br />
<br />
9.15. Nyeri Ligamentum rotundum<br />
Penanganannya :<br />
- Penjelasan mengenai penyebab rasa nyeri<br />
- Tekuk lutut ke arah abdomen<br />
- Mandi air hangat<br />
- Gunakan bantalan pemanas pada area yang teras sakit hanya jika diagnosa lain tidak melarang<br />
<br />
B. PERAWATAN KEHAMILAN ( ANC )<br />
I. Tujuan Antenatal<br />
I.1. Tujuan Umum<br />
Menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan anak selama dalam kehamilan, persalinan, dan nifas sehingga didapatkan ibu dan anak yang sehat.<br />
<br />
I.2. Tujuan Khusus<br />
1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi<br />
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi<br />
3. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit yang secara umum, kebidanan dan pembedahan<br />
4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin<br />
5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif<br />
6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.<br />
<br />
II. Pelaksanaan ANC<br />
Antenatal care (ANC) hendaknya dilakukan sedini mungkin setelah seorang perempuan merasa dirinya hamil. ANC dilakukan secara teratur dengan jadwal kunjungan sebagai berikut :<br />
1 x 1 bulan sejak awal kehamilan s/d UK28 minggu<br />
2 x 1 bulan UK> 28 mg s/d UK36 minggu<br />
1 x 1 minggu pada UK > 36 minggu<br />
Namun dengan kondisi masyarakat Indonesia yang bervariasi baik dari segi geografis, sosial, ekonomi, maupun tingkat pendidikan. Maka pemerinth mengeluarkan kebijakan program agar setiap ibu hamilmelakukan kunjungan antenatal paling sedikit 4 kali selama kehamilan dengan jadwal :<br />
1 x pada trimester I ( UK 0 – 12 minggu )<br />
1 x pada trimester II ( UK > 12 minggu – 28 minggu )<br />
2 x pada trimester III ( UK > 28 minggu – lahir )<br />
<br />
Berdasarkan jadwal di atas maka dapat dilihat bahwa semakin tua umur kehamilan maka semakin sering pula jadwal kunjungan yang harus dilakukan. Sehingga dengan melakukan ANC secara teratur kelainan atau masalah yang terjadi pada kehamilan dapat terdeteksi sedini mungkin.<br />
Pada setiap kunjungan ibu hamil, seorang bidan harus melakukan pelayanan atau asuhan standar minimal 7 T yang meliputi :<br />
1. Timbang berat badan<br />
2. Ukur tekanan darah<br />
3. Ukur tinggi fundus uteri<br />
4. Pemberian imunisasi TT<br />
5. Pemberian tablet zat besi<br />
6. Test PMS<br />
7. Temu wicara dalam rangka perawatan kehamilan, persiapan persalinan dan persiapan rujukan<br />
Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah dan komplikasi setiap saat . Sehingga seorang ibu hamil memerlukan pemantauan intensif selama kehamilannya.<br />
<br />
III. Pemeriksaan Khusus Obstetri<br />
1. Inspeksi<br />
a. Perut membesar arah memanjang / melebar<br />
b. Adanya linea alba / niga<br />
c. Adanya striae livide / albican<br />
d. Adanya jaringan parut<br />
2. Palpasi<br />
* Palpasi perut untuk menentukan :<br />
a. Besar dan konsistensi rahim<br />
b. Bagian-bagian janin, letak, presentasi<br />
c. Gerakan janin<br />
d. Kontraksi rahim Biaxton hiks dan his<br />
<br />
Pada pemeriksaan palpasi, ibu hamil disuruh berbaring terlentang, kepala dan bahu sedikit lebih tinggi dengan memakai bantal. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan ibu hamil. Dengan sikap hormat melakukan pemeriksaan terutama pada perut dan payudara. Cara palpalasi yang digunakan adalah menurut leopold dengan variasi:<br />
a. Leopold I<br />
b. Leopold II<br />
c. Leopold III<br />
d. Leopold IV<br />
3. Auskultasi<br />
Pada pemeriksaan auskultasi yang di dengarkan adalah denyut jantung janin. Tujuan pemeriksaan :<br />
a. Mendengarkan bunyi jantung bayi dalam kandungan dapat diketahui bayi hidup atau mati.<br />
b. Mendengarkan irama dan menghitung frekwensi bunyi jantung bayi sehingga dapat diketahui apakah bayi dalam kandungan sehat atau ada gangguan.<br />
c. Untuk menentukan area terdengarnya djj yang paling keras (punctum maksimum) sehingga dapat dipastikan presentasi janin dalam kandungan. Disamping itu mengetahui apakah janin didalam kandungan tunggal atau ganda.<br />
Frekwensi yang dihitung adalah :lima detik pertama, lima detik ketiga dan lima detik kelima. Dijumlahkan lalu dikalikan empat.<br />
<br />
C. KONSEP ASKEB<br />
Asuhan kebidanan yang diberikan pada ibu hamil dilakukan dengan pendekatan manajemen varey. Penerapan 7 langkah manajemen menurut Varney di dalam memberi asuhan kebidanan pada ibu hamil secara sistematis sebagai berikut :<br />
<br />
I. Pengumpulan Data<br />
Mengumpulkan data subyektif dan data obyektif, berupa data focus yang di butuhkan untuk menilai keadaan ibu sesuai dengan kondisinya, menggunakan amnanesa, pemeriksaan fisik, penimbangan berat badan, tinggi badan dan pemeriksaan laboratorium.Jenis data yang di kumpulkan adalah :<br />
a. Data Subyektif yang terdiri dari :<br />
- Biodata ibu dan suami<br />
- Alasan ibu memeriksakan diri<br />
- Riwayat kehamilan sekarang<br />
- Riwayat kebidanan yang lalu<br />
- Riwayat menstruasi<br />
- Riwayat pemakaian alat kontrasepsi<br />
- Riwayat kesehatan<br />
- Riwayat Biopsikososial spiritual<br />
- Pengetahuan ibu tentang tanda bahaya kehamilan<br />
Tehnik yang digunakan untuk mengumpulkan data subjektif yaitu dengan anamnesa.<br />
• Data subjektif yang mungkin di kumpulkan pada ibu hamil TW I antara lain: keluhan yang dirasakan ibu seperti mual, muntah, pusing, perut kembung, sering kencing, hidung tersumbat/ berdarah, kelelahan, keputihan dan amenore.<br />
• Data subjektif yang mungkin di dapatkan pada ibu hamil TW II antara lain:<br />
- Keluhan yang dirasakan ibu seperti kloasma / perubahan warna kulit, sakit punggung bawah dan atas, pusing, perut kembung, ordema, dependen, gusi berdarah, hemoroid, insomnia, keputihan, konutipasi, varices pada kaki / vulva, perut panas.<br />
• Data subjektif yang mungkin didapatkan pada ibu hamil TW III antara lain :<br />
- Keluhan yang dirasakan ibu seperti oedema dependen, sering buang airkecil, sulit tidur / insomnia, keputihan, kram pada kaki, perut kembung, pusing.<br />
<br />
b. Data Objektif<br />
Di dapatkan berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa dan hasil pemeriksaan keadaan umum, pemeriksaan sistematis, dan obstetric dengan tehnik palpasi, inspeksi, auskultasi, dan perkusi serta hasil pemeriksaan penunjang (lab, roentgen, USG )<br />
• Data objektif yang mungkin di dapatkan pada ibu hamil TW I yaitu :<br />
- BB meningkat 1-2 kg dari BB sebelum hamil<br />
- Pada umur kehamilan 12minggu TFU akan teraba 3 jari atas sympisis<br />
- Tekanan darah yaitu sistol menurun 4-6 mmhg dan diastel menurun 8-15 mmhg.<br />
• Data objektif yang mungkin di dapatkan pada ibu hamil TW II yaitu :<br />
- BB meningkat 5-5,5 kg pada TW II / 0,5-1 kg setiap minggunya<br />
- Djj terdengar pada UK > 18 minggu dengan funduskup dan Uk > 12 mg dengan dopler.<br />
- TFU dapat diukur dengan pita ukuran kalau UK > 22 mg<br />
- TFU pada UK 16 mg setengah sympisis pusat<br />
- TFU pada UK 20 mg 3 jari bawah pusat<br />
- TFU pada UK24 mg setinggi pusat<br />
- TFU pada UK 28 mg 3jari atas pusat<br />
- Tekanan darah pada UK 20-24 minggu berangsur-angsur meningkat kembali ke kondisi pra hamil.<br />
- Hb akan menurun pada TW II sampai 10,5 gr %<br />
<br />
• Data objektif yang mungkin didapatkan pada ibu hamil TW III yaitu :<br />
- Setelah UK> 32 mg, volume darah ibu akan meningkat dimana Hb akan kembali pada posisi normal yaitu minimal 11 gr %<br />
- TFU pada UK 32 mg setengah pusat px<br />
- TFU pada UK 36 mg 1-3 jari bawah px<br />
- TFU pada UK 40 mg setengah pusat px atau 3 jari bawah px<br />
- BB akan meningkat 0,5-1 kg setiap minggunya<br />
- Tekanan darah stabil sepeti keadaan sebelum hamil.<br />
<br />
II. Interpretasi Data Dasar / Analisa Data<br />
Dalam langkah ini, data subjektif dan data objektif yang sudah di kaji kemudian dianalisa menggunakan teori-teori fisiologis dan teori-teori patologis sesuai dengan perkembangan kehamilan berdasarkan umur kehamilan ibu pada saat di beri asuhan. Hasil analisis dan interpretasi data menghasilkan rumusan diagnosis kehamilan.<br />
1. Diagnosa kebidanan<br />
Diagnosa kebidanan adalah merupakan kesimpulan yang ditegakkan olih bidan dalam ruang lingkup praktik kebidanan dengan memenuhi standar diagnosa Nomenklatur kebidanan yang dapat menjawab 8 pertanyaan keadaan yaitu :<br />
- GAPAH<br />
- Umur kehamilan<br />
- Letak anak bila UK ≥ 36 minggu<br />
- Jumlah janin bila UK ≥ 28 minggu<br />
- Keadaan anak : hidup / mati<br />
- Intra /ekstra uteri<br />
- Penyulit / komplikasi<br />
- Kesan panggul K / P<br />
<br />
2. Masalah<br />
Masalah merupakan suatu kondisi yang tidak sesuai dengan perkembangan fisiologis kehamilan, adaptasi ibu yang tidak positif terhadap kehamilannya.<br />
<br />
3. Kebutuhan<br />
Merupakan hal-hal yang dibutuhkan oleh ibu atau menurut bidan hal itu harus diketahui oleh ibu tapi tidak dirasakan oleh ibu hamil. Hal yang dibutuhkan oleh ibu hamil dapat berupa informasi / tindakan<br />
<br />
III. Merumuskan Diagnosa /Masalah Potensial<br />
Pada tahap ini setelah bidan merumuskan diagnosa dan atau masalah yang di tuntut untuk memikirkan masalah atau diagnosa potensial yang merupakan akibat dari masalah /diagnosa yang ada. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila kemungkinan di lakukan pencegahan. Bidan di harapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar terjadi.<br />
<br />
<br />
IV. Merumuskan Kebutuhan Akan Tindakan Segera, Tindakan Kolaborasi dan Rujukan<br />
Kebutuhan akan tindakan segera untuk mengantisipasi ancaman yang fatal, sehingga nyawa ibu dan janin dapat terselamatkan. Tindakan segera bisa merupakan intervensi langsung oleh bidan bisa juga merupakan hasil kolaborasi dengan profesi lain.<br />
<br />
V. Menyusun Rencana Asuhan Yang Menyeluruh<br />
Dalam menyusun rencana asuhan yang menyeluruh mengacu kapada diagnosa, masalah asuhan serta kebutuhan yang telah sesuai dengan kondisi klien saat di beri asuhan.<br />
<br />
VI. Pelaksanaan Asuhan Sesuai Dengan Perencanaan Secara Efisien<br />
Pada langkah ini bidan melaksanakan langsung tindakan yang telah di rencanakan pada langkah sebelumnya, baik yang bersifat antisipasi, tindakan segera, support, kolaborasi, bimbingan, konseling, pemeriksaan dan follow up.<br />
<br />
VII. Evaluasi<br />
Pada langkah terakhir ini melakukan evaluasi terhadap keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan. Hal ini menyangkut apakah kebutuhan klien telah terpenuhi, masalah yang ada terpecahkan, masalah potensial dihindari, klien dan keluarga mengetahui kondisi kesehatannya dan klien mengetahui apa yang harus di lakukan dalam rangka menjaga kesehatannya.<br />
<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
Arisman 2004, Gizi dalam daur kehidupan. Jakarta: EGC.<br />
Bobak, Jensen, 2005.Perawatan Maternitas dan ginekologi. Jakarta : EGC.<br />
Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi 2. Jakarta : EGC.<br />
Pusdiknakes WHO, JHPIEGO, 2003. Asuhan Antenatal.<br />
Prawiroharjo, sarwono. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bima Pustaka.<br />
Prawiroharjo, Sarwono. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bima Pustaka.<br />
Sastrawinata, Sulaiman. 1983. Obstetri fisiologi Bandung : Bagian Obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung.<br />
<br />Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-7328450131420376132013-05-29T04:22:00.000-07:002017-10-06T04:15:08.803-07:00askep ca serviks <h3 class="post-title entry-title">
</h3>
<div class="post-header">
</div>
<br />
I. PENGERTIAN <br />
Kanker serviks adalah penyakit
akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya
pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal
di sekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997).<br />
<br />
<iframe frameborder="0" src="http://kumpulblogger.com/machor.php?b=145772" width="100%" height="200px" marginwidth=0 marginheight=0 ></iframe> <br />
<br />
II. ETIOLOGI<br />
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain :<br />
<br />
1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual<br />
Penelitian
menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual
semakin besar mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20 tahun
dianggap masih terlalu muda<br />
<br />
2. Jumlah kehamilan dan partus <br />
Kanker
serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin
sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma
serviks.<br />
<br />
3. Jumlah perkawinan<br />
Wanita yang sering melakukan
hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan mempunyai faktor resiko
yang besar terhadap kankers serviks ini.<br />
<br />
4. Infeksi virus<br />
Infeksi
virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma
akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker serviks<br />
<br />
5. Sosial Ekonomi<br />
Karsinoma
serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin
faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan
kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya
kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas
tubuh.<br />
<br />
6. Hygiene dan sirkumsisi<br />
Diduga adanya pengaruh mudah
terjadinya kankers serviks pada wanita yang pasangannya belum
disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis tidak
terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.<br />
<br />
7. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)<br />
Merokok
akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan
berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks
yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal
ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.<br />
<br />
III. KLASIFIKASI PERTUMBUHAN SEL AKAN KANKERS SERVIKS<br />
<br />
Mikroskopis<br />
1. Displasia<br />
Displasia
ringan terjadi pada sepertiga bagaian basal epidermis. Displasia berat
terjadi pada dua pertiga epidermihampir tidak dapat dibedakan dengan
karsinoma insitu.<br />
<br />
2. Stadium karsinoma insitu<br />
Pada karsinoma
insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis
menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang tumbuh didaerah
ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar dan sel cadangan
endoserviks.<br />
<br />
3. Stadium karsionoma mikroinvasif.<br />
Pada
karksinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel
meningkat juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi pada stoma
sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana basalis, biasanya tumor ini
asimtomatik dan hanya ditemukan pada skrining kanker.<br />
<br />
4. Stadium karsinoma invasif<br />
Pada
karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan
bentuk sel bervariasi. Petumbuhan invasif muncul diarea bibir posterior
atau anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu jurusan forniks
posterior atau anterior, jurusan parametrium dan korpus uteri.<br />
<br />
5. Bentuk kelainan dalam pertumbuhan karsinoma serviks<br />
Pertumbuhan
eksofilik, berbentuk bunga kool, tumbuh kearah vagina dan dapat mengisi
setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk
pertumbuhan ini mudah nekrosis dan perdarahan.<br />
Pertumbuhan endofilik,
biasanya lesi berbentuk ulkus dan tumbuh progesif meluas ke forniks,
posterior dan anterior ke korpus uteri dan parametrium.<br />
<br />
Pertumbuhan nodul, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambatlaun lesi berubah bentuk menjadi ulkus.<br />
<br />
Markroskopis<br />
1. Stadium preklinis<br />
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronik biasa<br />
2. Stadium permulaan<br />
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum<br />
3. Stadium setengah lanjut<br />
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir porsio<br />
4. Stadium lanjut<br />
Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah.<br />
<br />
IV. GEJALA KLINIS<br />
1. Perdarahan <br />
Sifatnya
bisa intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang perdarahan
baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis intraservikal
perdarahan terjadi lambat.<br />
2. Biasanya menyerupai air, kadang-kadang
timbulnya sebeluma ada perdarahan. Pada stadium lebih lanjut
perdarahan dan keputihan lebih banyak disertai infeksi sehingga cairan
yang keluar berbau.<br />
<br />
V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK<br />
1. Sitologi/Pap Smear<br />
Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat.<br />
Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi.<br />
2. Schillentest<br />
Epitel
karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat
yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal
akan berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.<br />
3. Koloskopi<br />
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu dan dibesarkan 10-40 kali.<br />
Keuntungan ; dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk melakukan biopsy.<br />
Kelemahan
; hanya dapat memeiksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang
kelianan pada skuamosa columnar junction dan intra servikal tidak
terlihat.<br />
<br />
4. Kolpomikroskopi<br />
Melihat hapusan vagina (Pap Smear) dengan pembesaran sampai 200 kali<br />
<br />
5. Biopsi<br />
Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.<br />
<br />
6. Konisasi<br />
Dengan
cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir serviks dan epitel
gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi
meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas.<br />
<br />
VI. KLASIFIKASI KLINIS<br />
• Stage 0: Ca.Pre invasif<br />
• Stage I: Ca. Terbatas pada serviks<br />
• Stage Ia ; Disertai inbasi dari stroma yang hanya diketahui secara histopatologis<br />
• Stage Ib : Semua kasus lainnya dari stage I<br />
•
Stage II : Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai kepanggul
telah mengenai dinding vagina. Tapi tidak melebihi dua pertiga
bagian proksimal<br />
• Stage III : Sudah sampai dinding panggula dan sepertiga bagian bawah vagina<br />
• Stage IIIB : Sudah mengenai organ-organ lain.<br />
<br />
VII. TERAPI<br />
1. Irradiasi<br />
• Dapat dipakai untuk semua stadium<br />
• Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk<br />
• Tidak menyebabkan kematian seperti operasi.<br />
2. Dosis<br />
Penyinaran ditujukan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks<br />
3. Komplikasi irradiasi<br />
• Kerentanan kandungan kencing<br />
• Diarrhea<br />
• Perdarahan rectal<br />
• Fistula vesico atau rectovaginalis<br />
4. Operasi<br />
• Operasi Wentheim dan limfatektomi untuk stadium I dan II<br />
• Operasi Schauta, histerektomi vagina yang radikal<br />
5. Kombinasi<br />
• Irradiasi dan pembedahan<br />
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan
bertambahnya vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi
berikutnya dapat mengalami kesukaran dan sering menyebabkan fistula,
disamping itu juga menambah penyebaran kesistem limfe dan peredaran
darah.<br />
6. Cytostatika : Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks
yang radio resisten. 5 % dari karsinoma serviks adalah resisten
terhadap radioterapi, diangap resisten bila 8-10 minggu post terapi
keadaan masih tetap sama.<br />
<br />
<br />
VIII. HUBUNGAN KANKER SERVIKS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN<br />
<br />
Jika
diperhatikan secara keseluruhan maka proses terjadinya Ca. Serviks dan
masalah keperawatan yang muncul dapat diperhatikan pada bagan berikut :<br />
<br />
Faktor :<br />
<br />
Prilaku Lingkungan<br />
( Sex aktif, paritas, personal higiene) ( Polusi, onkonenik agent, virus, <br />
radiasi)<br />
<br />
<br />
Kanker Serviks<br />
<br />
<br />
<br />
Pelayanan Kesehatan Genetika<br />
( Deteksi dini penyakit, laboraorium, (Keluarga yang menderita Ca,<br />
Penanganan kasus P. Kelamin keluarga dengan ambang stress rendah)<br />
penyuluhan pencegahan Ca. Serviks)<br />
<br />
<br />
- Kelemahan jaringan/ dinding menjadi rapuh perdarahan masif anemia<br />
- Peningkatan kadar leukosit / kerusakan nosiseptor / penekanan pada dinding serviks Nyeri<br />
- Gangguan peran sebagai istri dan gangguan gambaran diri Ggn konsep diri.<br />
- Gejala tidak nyata adanya berbagai macam tindakan untuk menegakkan diagnose terdiagnose Ca kecemasan<br />
<br />
I. Konsep Keperawatan<br />
1. Pengkajian<br />
Data dasar<br />
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang<br />
<br />
Data pasien :<br />
Identitas pasien, usia, status perkawinan, pekerjaan jumlah anak, agama, alamat jenis kelamin dan pendidikan terakhir.<br />
<br />
Keluhan utama : pasien biasanya datang dengan keluhan intra servikal dan disertai keputihan menyerupai air. <br />
<br />
Riwayat penyakit sekarang :<br />
Biasanya
klien pada stsdium awal tidak merasakan keluhan yang mengganggu, baru
pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti :
perdarahan, keputihan dan rasa nyeri intra servikal.<br />
<br />
Riwayat penyakit sebelumnya :<br />
Data yang perlu dikaji adalah :<br />
Riwayat
abortus, infeksi pasca abortus, infeksi masa nifas, riwayat ooperasi
kandungan, serta adanya tumor. Riwayat keluarga yang menderita kanker.<br />
Keadaan Psiko-sosial-ekonomi dan budaya:<br />
Ca.
Serviks sering dijumpai pada kelompok sosial ekonomi yang rendah,
berkaitan erat dengan kualitas dan kuantitas makanan atau gizi yang
dapat mempengaruhi imunitas tubuh, serta tingkat personal hygiene
terutama kebersihan dari saluran urogenital.<br />
<br />
Data khusus:<br />
1.
Riwayat kebidanan ; paritas, kelainan menstruasi, lama,jumlah dan warna
darah, adakah hubungan perdarahan dengan aktifitas, apakah darah keluar
setelah koitus, pekerjaan yang dilakukan sekarang<br />
2. Pemeriksaan penunjang<br />
Sitologi dengan cara pemeriksaan Pap Smear, kolposkopi, servikografi, pemeriksaan visual langsung, gineskopi.<br />
<br />
<br />
2. Diagnosa Keperawatan<br />
a. Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahn intraservikal<br />
b. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan nafsu makan<br />
c. Gangguan rasa nyama (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra servikal<br />
d. Cemas b.d terdiagnose c.a serviks sekunder akibat kurangnya pengetahuan tentang Ca. Serviks dan pengobatannya.<br />
e. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam penampilan terhadap pemberian sitostatika.<br />
<br />
3. Perencanaan<br />
Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahan masif intra cervikal <br />
Tujuan :<br />
Setelah diberikan perawatan selama 1 X 24 jam diharapkan perfusi jaringan membaik :<br />
<br />
Kriteria hasil :<br />
a. Perdarahan intra servikal sudah berkurang<br />
b. Konjunctiva tidak pucat<br />
c. Mukosa bibir basah dan kemerahan<br />
d. Ektremitas hangat<br />
e. Hb 11-15 gr %<br />
d. Tanda vital 120-140 / 70 - 80 mm Hg, Nadi : 70 - 80 X/mnt, S : 36-37 Derajat C, RR : 18 - 24 X/mnt.<br />
<br />
Intervensi :<br />
- Observasi tanda-tanda vital<br />
- Observasi perdarahan ( jumlah, warna, lama )<br />
- Cek Hb<br />
- Cek golongan darah<br />
- Beri O2 jika diperlukan<br />
- Pemasangan vaginal tampon.<br />
- Therapi IV<br />
<br />
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan.<br />
Tujuan :<br />
- Setelah dilakukan perawatan kebutuhan nutrisi klien akan terpenuhi<br />
Kriteria hasil :<br />
- Tidak terjadi penurunan berat badan<br />
- Porsi makan yang disediakan habis.<br />
- Keluhan mual dan muntah kurang<br />
<br />
Intervensi :<br />
- Jelaskan tentang pentingnya nutrisi untuk penyembuhan<br />
- Berika makan TKTP<br />
- Anjurkan makan sedikit tapi sering<br />
- Jaga lingkungan pada saat makan<br />
- Pasang NGT jika perlu<br />
- Beri Nutrisi parenteral jika perlu.<br />
<br />
Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra servikal<br />
<br />
Tujuan <br />
- Setelah dilakukan tindakan 1 X 24 jam diharapka klien tahu cara-cara mengatasi nyeri yang timbul akibat kanker yang dialami<br />
<br />
Kriteria hasil :<br />
- Klien dapat menyebutkan cara-cara menguangi nyeri yang dirasakan<br />
- Intensitas nyeri berkurangnya<br />
- Ekpresi muka dan tubuh rileks<br />
<br />
Intervensi :<br />
- Tanyakan lokasi nyeri yang dirasakan klien<br />
- Tanyakan derajat nyeri yang dirasakan klien dan nilai dengan skala nyeri.<br />
- Ajarkan teknik relasasi dan distraksi<br />
- Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien<br />
- Kolaborasi dengan tim paliatif nyeri<br />
<br />
Cemas yang b.d terdiagnose kanker serviks sekunder kurangnya pengetahuan tentang kanker serviks, penanganan dan prognosenya.<br />
<br />
Tujuan :<br />
Setelah diberikan tindakan selama 1 X 30 menit klien mendapat
informasi tentang penyakit kanker yang diderita, penanganan dan
prognosenya.<br />
Kriteria hasil :<br />
- Klien mengetahui diagnose kanker yang diderita<br />
- Klien mengetahui tindakan - tindakan yang harus dilalui klien.<br />
- Klien tahu tindakan yang harus dilakukan di rumah untuk mencegah komplikasi.<br />
- Sumber-sumber koping teridentifikasi<br />
- Ansietas berkurang<br />
- Klien mengutarakan cara mengantisipasi ansietas.<br />
<br />
Tindakan :<br />
- Berikan kesempatan pada klien dan klien mengungkapkan persaannya.<br />
- Dorong diskusi terbuka tentang kanker, pengalaman orang lain, serta tata cara mengentrol dirinya.<br />
- Identifikasi mereka yang beresiko terhadap ketidak berhasilan
penyesuaian. ( Ego yang buruk, kemampuan pemecahan masalah tidak
efektif, kurang motivasi, kurangnya sistem pendukung yang positif).<br />
- Tunjukkan adanya harapan<br />
- Tingkatkan aktivitas dan latihan fisik<br />
<br />
Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam penampilan sekunder terhadap pemberian sitostatika.<br />
<br />
Tujuan :<br />
Setelah diberikan tindakan perawatan, konsep diri dan persepsi klien menjadi stabil<br />
<br />
<br />
Kriteria hasil :<br />
- Klien mampu untuk mengeskpresikan perasaan tentang kondisinya<br />
- Klien mampu membagi perasaan dengan perawat, keluarga dan orang dekat.<br />
- Klien mengkomunikasikan perasaan tentang perubahan dirinya secara konstruktif.<br />
- Klien mampu berpartisipasi dalam perawatan diri.<br />
<br />
Intervensi :<br />
- Kontak dengan klien sering dan perlakukan klien dengan hangat dan sikap positif.<br />
- Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikanbperasaan dan pikian
tentang kondisi, kemajuan, prognose, sisem pendukung dan pengobatan.<br />
- Berikan informasi yang dapat dipercaya dan klarifikasi setiap mispersepsi tentang penyakitnya.<br />
- Bantu klien mengidentifikasi potensial kesempatan untuk hidup mandiri
melewati hidup dengan kanker, meliputi hubungan interpersonal,
peningkatan pengetahuan, kekuatan pribadi dan pengertian serta
perkembangan spiritual dan moral.<br />
- Kaji respon negatif terhadap
perubahan penampilan (menyangkal perubahan, penurunan kemampuan merawat
diri, isolasi sosial, penolakan untuk mendiskusikan masa depan.<br />
- Bantu dalam penatalaksanaan alopesia sesuai dengan kebutuhan.<br />
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain yang terkait untuk tindakan konseling secara profesional.<br />
<br />
LAPORAN KASUS<br />
<br />
Pengkajian dilakukan hari senin, 17 September 2001<br />
A. Pengkajian<br />
1. Identitas <br />
Klien Suami<br />
Nama : - Ny. N.H - Alm.Tn. T<br />
Umur : - 45 tahun - (Kx. Lupa)<br />
Suku/bangsa : - Jawa - Jawa<br />
Agama : - Islam - Islam<br />
Pendidikan : - SD - SLTA<br />
Pekerjaan : - Swasta - Swasta<br />
Alamat : <br />
Nomor Rekam medik : 100 <br />
Status perkawinan : Suami pertama (Janda sudah 7 tahun sampai se- karang)<br />
<br />
2. Riwayat Keperawatan<br />
Keluhan
utama : Ibu mengeluh keluar darah beku,banyak,warna kehitam an dan
berbau setelah nyeri pinggang,bawah pusat dan kemaluan sejak 10 hari
yang lalu (10/8/ 2001),saat pengkajian menurut ibu darah keluar
encer,banyak, warna merah biasa dan bau.<br />
3. Riwayat Obstetri<br />
Klien
mengatakan menarche umur 12 tahun, klien sudah tidak haid
lagi/meno-pouse sejak umur 40 tahun (5 tahun yang lalu) tapi 10 hari
yang lalu klien me-ngeluarkan darah seperti haid. Sebelum menopouse
siklus haid 28 hari,lama haid 3 hari,sedikit,encer warna merah,tidak
berbau, nyeri tidak ada. Keputih an 1 bulan yang lalu warna kuning,
sedikit, bau. Anak 7 orang,hidup 6 orang,ma ti 1 0rang,anak terkecil
berumur 15 tahun. Abortus tidak pernah.<br />
4. Riwayat Perkawinan<br />
Klien menikah pada umur 12 tahun,perkawinan pertama, saat ini klien janda su dah 7 tahun, punya anak saat berumur 16 tahun. <br />
5. Riwayat Keluarga Berencana<br />
KB steril setelah anak yang terkecil lahir<br />
6. Riwayat Kesehatan<br />
Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah menderita suatu penyakit yang
be rat hingga harus dirawat dirumah sakit, kecuali saat KB steril,
demikian juga penyakitnya saat ini baru dirasa mengganggu sejak 10 hari
yang lalu itupun ka rena anjuran anak dan menantunya,klien
khawatir/cemas kalau diiagnosa kan-ker.<br />
7. Riwayat menderita penyakit lain <br />
• DM disangkal<br />
• Hipertensi disangkal<br />
• Hepatitis disangkal<br />
• Jantung disangkal<br />
<br />
Kebutuhan Dasar Khusus<br />
a. Pola Nutrisi<br />
Klien
biasa makan 3 kali sehari dengan nasi, sayur dan lauk lengkap. Nafsu
makan klien baik,walau agak risih dengan bau yang keluar dari
kemaluannya sehingga klien memilih makan terpisah dari anggota keluarga
yang lain.<br />
b. Pola eliminasi<br />
Bab 1 kali sehari lembek dan warna kuning. Bak 3-4 kali sehari, pada ma-lam hari klien selalu ingin kencing.<br />
c. Personal Hygiene<br />
Klien senantiasa menjaga kebersihan tubuhnya, terutama vaginanya dengan menggunakan rebusan daun sirih,tetapi bau tetap timbul. <br />
d. Istirahat dan tidur<br />
Klien
biasa tidur Pk. 21.00 dan bangun Pk. 04.30 pagi. Siang hari istirahat
tidur 4 – 5 jam,malam sering terbangun karena ingin kencing.<br />
e. Pola aktivitas dan istirahat<br />
Klien
bekerja menjaga toko yang merupakan peninggalan suaminya bergan-tian
dengan anak dan menantunya,pukul 11.00 Wib klien pulang digantikan oleh
anak/menantunya.<br />
f. Pola hubungan seksual<br />
Sejak suami klien meninggal 7 tahun yang lalu klien tidak pernah lagi berhubungan suami-isteri.<br />
g. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan<br />
Riwayat merokok : disangkal<br />
Minum-minuman keras : disangkal<br />
Ketergantungan obat : disangkal<br />
h. Pengetahuan tentang kesehatan<br />
Klien mengungkapkan ketakutannya jika dia benar-benar menderita
kanker, klien menanyakan apa lagi pemeriksaan yang harus dilakukan.
Saya takut jika pemeriksaan yang akan dilakukan akan menyebabkan
kesakitan dan perdarahan.<br />
<br />
Pemeriksaan Fisik<br />
a. Keadaan umum : Kesadaran kompos mentis, GCS : 15, klien tampak lesu dan ekspresi wajah klien datar.<br />
b. Penginderaan<br />
Mata normal, konjunctiva agak pucat.<br />
Telinga : bentuk dan fungsi normal<br />
Lidah : bentuk dan fungsi normal<br />
Hidung : bentuk dan fungsi normal<br />
c. Pernafasan<br />
RR : 20 X/mnt, gerakan dada simetris, retraksi (-), Wh -/-, Rh -/-, Rales -/-, Sesak (-).<br />
d. Kardiovaskuler<br />
T : 110/80 mmHg, N : 96 X/mnt, S : 36,8 oC, Kapillary Refill 2 dt, Cyanosis (-), S1 S2 normal.<br />
e. Pencernaan<br />
Periastaltik (N),BAB (normal), Kelainan pada bentuk dan fungsi rektum (-).<br />
f. Urogenital<br />
Vulva : Fulsus (+), Fluor albus (-)<br />
Vagina : Normal<br />
Portio : Rapat berdungkul<br />
Corpus Uteri : Antefleksi, massa (-),kesan normal <br />
Adneksa Parametrium kanan dan kiri : Supel, Nyeri (-), Massa (-), <br />
Cavum Douglas : Tidak menonjol, infiltrasi (-)<br />
Insipikulo : Porsio terlihatrapat,berdungkul,fluksus (+),Fluor (-)<br />
g. Integumen<br />
Kulit warna putih,Turgor baik, kelainan tidak ada <br />
h. Muskuloskeletal<br />
Otot dan tulang intak.<br />
i. Endokrin<br />
Kelenjar tyroid : normal, payudara normal. <br />
<br />
<br />
Data Penunjang<br />
Biopsi : Belum ada hasil<br />
Hb : 10 gr %<br />
Therapi dan perawatan :<br />
• Amoxicillin 500 mg 3 x 1 tab<br />
• Asam Mefenamat 500 mg 3 x 1 tab<br />
• Aff tampon 2 x 24 jam<br />
<br />
B. Analisa Data<br />
<br />
DATA ETIOLOGI MASALAH<br />
S
Klien mengungkapkan keta-kutannya jika dia benar-be-nar menderita
kanker, klien menanyakan apa lagi peme-riksaan yang harus dilakukan
Saya takut jika pemeriksa-an yang akan dilakukan akan menyebabkan
kesakitan dan perdarahan.<br />
<br />
O : RR= 20 X/mnt, N= 96 X/ mnt, T= 110/80 mm Hg. S= 36.8 o C.<br />
Ekpresi wajah klien datar. Terdapat massa berdungkul pada portio, fulsus (+),bau (+). Perdarahan sewaktu VT <br />
Kurangnya pengetahuan tentang Kanker Serviks dan Prosedur Pemeriksaan untuk menegakkan diagnose Ca. Serviks.<br />
<br />
<br />
Stress<br />
<br />
<br />
Rangsangan terhadap HPA Aksis<br />
<br />
<br />
Ketakutan<br />
Medula adrenal<br />
<br />
<br />
Peningkatan kerja saraf otonom<br />
<br />
<br />
Peningkatan katakolamin, noradrenalin<br />
<br />
<br />
Muka pucat nadi meningkat<br />
<br />
Kecemasan<br />
<br />
C. Diagnose Keperawatan<br />
Cemas
berhubungan dengan terdiagnosa suspek Ca. serviks sekunder kurangnya
pengetahuan tentang Ca. Serviks, pemeriksaan yang dilakukan serta
prognosanya <br />
D. Rencana Keperawatan<br />
Hari<br />
Tgl<br />
Jam<br />
<br />
Diagnose <br />
Tujuan <br />
Tindakan <br />
Rasinalisasi<br />
Senin
20/8/2001 Cemas berhubu ngan dengan terdiagnosa suspek Ca ser viks
sekunder kurangnya pe-ngetahuan ten tang Ca.Ser-viks, pemerik-saan yang
dila-kukan serta prognosanya Setelah di beri-kan tindakan pera watan
selama 30 menit perasaan cemas klien ber-kurang.<br />
<br />
Kriteria :<br />
- Pasien berbagi beban masalah yang dihadapi sehubungan di-diagnose sus-pek Ca.serviks.<br />
<br />
- Koping dan sum ber pendukung teridentifikasi<br />
- Klien komunika-tif, ekpresi wa-jah jelas.<br />
- Postur tubuh rileks<br />
- Klien tahu ten-tang kanker, tindakan serta prognosenya.<br />
- Bersedia dilaku-kan pemeriksa-an penunjang berupa Hb dan biopsi.<br />
- Mengutarakan dan mengerti cara mengantisipasi stress.<br />
1. Berikan ke-sempatan kepa-da klien & kelu-arga mengung kapkan perasa-annya & dengar kan secara em-pati.<br />
2. Dorong dis-kusi terbuka te ntang kanker, & pemeriksaan pe-nunjang yang harus di laku-kan.<br />
3. Jelaskan tindakan , tuju an serta akibat dari pemeriksa- an penunjang harus dijalani klien.<br />
4. Identifikasi terhadap faktor yang beresiko terhadap keti-dak berhasilan penyesuaian diri klien<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
5. Tunjukkan adanya harapan.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
6. Anjurkan untuk tetap beraktivitas Untuk menimbulkan rasa percaya.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Untuk menyiapkan mental klien sehubung an dgn pemeriksaan yang akan dilakukan.<br />
<br />
<br />
<br />
Klien akan bersedia mengikuti prosedur pemeriksaan penunja-ng yang harus dilaku kan pada klien.<br />
<br />
<br />
Kekuatan
ego yang bu ruk, kemampuan peme cahan masalah yang tidak
efektif,kurangnya motivasi & kurangnya sistem pendukung akan
meningkatkan kecemasan,meningkatkan kadar kortisol, menu-runkan sistem
imun klien dan selanjutnya berakibat pada kondi-si klien.<br />
Harapan untuk mengu-rangi tingkat stress me-rangsang peningkat an sistem imun sehing-ga memperbaiki kuali -tas hidup klien.<br />
Aktivitas akan mengu-rangi inpuls psikologis yang negatif yang ber-pengaruh pada daya ta han tubuh klien<br />
<br />
E. Tindakan Keperawatan<br />
Dx Hari/Tgl/jam Tindakan Evaluasi<br />
Cemas
berhubungan de-ngan terdiagnosa sus-pek Ca. serviks sekun-der kurangnya
pengeta huan tentang Ca. Ser-viks,pemeriksaan yang dilakukan serta
prog-nosanya.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Nyeri sebagai efek tin-dakan biopsi ditandai dengan klien mengeluh nyeri dan perih pada vagina.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Potensial terjadi perda rahan b/d adanya perlu kaan pada serviks.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Potensial terjadi infek-si b/d perlukaan pada serviks. Senin, 20/8/2001<br />
09.30 – 10.15<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
10.15<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
11.00<br />
<br />
<br />
11.15<br />
<br />
11.30<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
11.30<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
11.30 <br />
1. Berdiskusi se cara terbuka tentang kan ker, dan peme riksaan penun jang yang ha-rus dilakukan.<br />
2. Menjelaskan tindakan, tuju-an serta aki-bat dari peme riksaan penun-jang harus dija lani klien.<br />
<br />
3.
Memberikan ke sempatan kepa da klien dan keluarga meng ungkapkan
pe-rasaannya dan dengarkan se-cara empati tentang tang-gapan klien
terhadap pe-nyakit yang dialami serta pemeriksaan yang akan di-lakukan.<br />
4. Jelaskan tin-dakan yang ak-an dilakukan jika klien be-nar terdiagno-se kanker, ser-ta kemungkinan kesembuhanny<br />
5. Identifikasi terhadap fak-tor yang bere-siko terhadap ketidakberhasilan penyesuai-an diri klien<br />
6. Tunjukkan ada nya harapan.<br />
7. Anjurkan un-tuk tetap ber-aktivitas<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
8. KIE prosedur pemeriksaan Hb.<br />
9. Menyiapkan tin dakan biopsi.<br />
10. Observasi kli-en setelah tin-dakan biopsi.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
11. Anjurkan klien sementara isti-rahat di TT.<br />
12. Kolaborasi :<br />
Mefenamad<br />
Acid 3 x 500<br />
Mg.<br />
13. Anjurkan me-ngobservasi perdarahan pada vagina setelah diru-mah. HE tan-da-tanda per-darahan.<br />
14. Anjurkan klien membuka tampon 2 hari lagi di Poli kandungan<br />
15. KIE tanda-tanda infeksi.<br />
16. KIE tentang ke bersihan vagi-na<br />
17. HE Cara mem-bersihkan vagi-na yang dapat mencegah in-feksi.<br />
18. Kolaborasi Amoksisilin 3x 500 mg<br />
<br />
Klien mengerti. Akan tetapi takut jika hasil pemeriksaan nantinya benar-benar menunjuk-kan kanker.<br />
<br />
<br />
Klien
memahami dan bersedia untuk dilaku-kan pemeriksaan penun-jang berupa
pemeriksa-an Hb dan biopsi agar semuanya menjadi jelas dan klien tidak
cemas dalam ketidakpastian.<br />
Klien menanyakan apa-kah jika hasil pemeriksa an benar kanker,nanti-nya bisa disembuhkan.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Klien dapat memahami dan berjanji mengha-dapi apapun yang akan terjadi.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Klien mau terbuka meng ungkap permasalahan-nya<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Klien bersikap tabah<br />
<br />
Klien bersedia<br />
S : Klien dan keluarga berusaha menghadapi apapun yang akan terjadi. Klien siap dilakukan pemeriksaan penunjang.<br />
<br />
O : Klien expresinya tenang.<br />
A : Kecemasan ber-kurang danbersedia dilakukan pemeriksaan tambahan.<br />
P : Siapkan pemeriksaan HB dan Persiapan biopsi.<br />
Klien melakukan peme-riksaan Hb di kamar 14 dengan hasil 10 gr %<br />
Klien dan alat siap<br />
<br />
Tampon
(+), perdarahan (sedikit), perdarahan abnormal (-), Nyeri (+). Klien
bertanya bagaima na dengan tampon yang ada di vaginanya , Kapan harus
dibuka dan bagai-mana jika cebok diru-mah.<br />
Klien istirahat.<br />
<br />
<br />
Resep sudah diterima.<br />
<br />
<br />
<br />
Perdarahan (-)<br />
Klien mengerti cara mengobservasi tanda perdarahan pada tam-pon.<br />
<br />
<br />
<br />
Klien mengerti dan ber sedia<br />
<br />
<br />
<br />
Klien mengerti<br />
<br />
Klien paham<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Resep diterima<br />
<br />
F. Evaluasi<br />
A. DX Hari/Tgl/Jam Perkembangan<br />
Nyeri sebagai efek tin-dakan biopsi ditandai dengan klien mengeluh nyeri dan perih pada vagina.<br />
<br />
Potensial terjadi perda rahan b/d adanya perlu kaan pada serviks.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Potensial terjadi infek-si b/d perlukaan pada serviks Senin, 20/8/2001 11.50<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
11.55<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
12.00 S : Klien tahu cara mengurangi nyeri. Kien mengerti cara minum obat anti nyeri.<br />
O : Resep Mef Acid 3 X 500 mg<br />
A : Nyeri masih dirasakan<br />
P : Anjurkan klien kontrol pd tgl 23 Agustus 2001<br />
S : Klien tahu tanda-tanda perdarahan dan cara mengpbservasi perdarahan. Klien akan membuka tamponnya di Poli kandungan <br />
O : Tanda perdarahan tidak ada<br />
A : Masalah teratasi sebagian<br />
P : ingatkan tanda-tanda perdarahan dan buka tampon di Poli kandungan <br />
S : Klien tahu tanda-tanda infeksi dan cara perawatan kebersihan vagina di rumah. Klien tahu cara minum Amoxicilin<br />
O : Tanda infeksi (-). Resep Amoxicilin 3 X 500 mg.<br />
A : Masalah teratasi sebagian<br />
P : He agar klien kontrol ke Poli kandungan tanggal 23 Agustus 2001.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-24586709599351140662013-05-28T04:13:00.000-07:002017-10-06T04:16:56.223-07:00Diagnosis Kekurangan Pendengaran <h3 class="post-title entry-title">
</h3>
<div class="post-header">
</div>
PENDAHULUAN<br />
Kekurangan pendengaran (K.P) bukanlah suatu penyakit<br />
melainkan suatu gejala dari berbagai penyakit/gangguan<br />
telinga 1 - 3 .<br />
<blockquote class="tr_bq">
<blockquote class="tr_bq">
<a href="https://www.blogger.com/%3Ciframe%20frameborder=%220%22%20src=%22http://kumpulblogger.com/machor.php?b=145772%22%20width=%22100%%22%20height=%22200px%22%20marginwidth=0%20marginheight=0%20%3E%3C/iframe%3E"><iframe frameborder="0" src="http://kumpulblogger.com/machor.php?b=145772" width="100%" height="200px" marginwidth=0 marginheight=0 ></iframe></a> </blockquote>
</blockquote>
Penderita dengan keluhan K.P. tidak jarang ditemukan dalam<br />
praktek umum di Indonesia, di mana insidensi KP. bilateral<br />
saat ini sudah mencapai + 1,9% dari penduduk di Indonesia 4 .<br />
Diagosis sering tidak mudah, oleh karena : (1) Penderita<br />
kurang kooperatif (terutama anak-anak, penderita gangguan<br />
mental, pendidikan yang kurang, dan usia lanjut), (2) Penyebab<br />
kekurangan pendengaran itu sendiri sukar diketahui 1.3.5.6<br />
Berdasarkan hal tersebut di atas, timbul masalah, bagaimana<br />
cara membuat diagnosis K.P. yang sederhana sehingga dapat<br />
dipakai oleh dokter-dokter umum di daerah-daerah namun<br />
hasilnya cukup dapat dipercaya.<br />
BATASAN DAN RUANG LINGKUP<br />
Yang dimaksud dengan kekurangan pendengaran adalah<br />
keadaan di mana seseorang kurang dapat mendengar dan<br />
mengerti suara/percakapan yang didengarnya1,3<br />
Untuk mendiagnosis KP., sebagai dokter umum cukuplah<br />
memperhatikan keempat aspek penting berikut ini :<br />
1. Penentuan pada penderita apakah ada KP. atau tidak<br />
2. Jenis KP.<br />
3. Derajat K.P.<br />
4. Menentukan penyebab KP.<br />
Penentuan pada penderitaan apakah ada K.P. atau tidak<br />
Dalam penentuan apakah ada KP. atau tidak pada penderita,<br />
hal penting yang harus diperhatikan adalah umur penderita.<br />
Respon manusia terhadap suara/percakapan yang didengarnya<br />
tergantung pada umur pertumbuhannya. Usia 6<br />
tahun diambil sebagai batas. Kurang dari 6 tahun respons<br />
anak terhadap suara/percakapan berbeda-beda tergantung<br />
umurnya, sedangkan umur lebih dari 6 tahun, respons anak<br />
terhadap suara/percakapan yang didengar sama dengan orang<br />
dewasa2, 5 , 7<br />
Karena luasnya aspek diagnostik KP. pada kedua golongan<br />
umur tersebut, maka dalam makalah ini yang diuraikan hanya<br />
diagnosis KP. pada anak-anak umur 6 tahun ke atas dan<br />
dewasa.<br />
Jenis K.P.<br />
Jenis KP. berdasarkan lokalisasi lesi :<br />
a). KP. jenis hantaran<br />
Lokalisasi gangguan/lesi terletak pada telinga luar dan atau<br />
telinga tengah.<br />
b).KP. Jenis sensorineural<br />
Lokalisasi gangguan/lesi terletak pada telinga dalam (pada<br />
koklea dan N. VIII).<br />
c). K.P. Jenis campuran<br />
Lokalisasi lesi/gangguan pada telinga tengah dan telinga<br />
dalam.<br />
d).KP. Jenis sentral<br />
Lokalisasi gangguan/lesi pada nukleus auditorius di batang<br />
otak sampai dengan koteks otak. 3 . 8<br />
e). KP. Jenis fungsional<br />
Pada K.P. Jenis ini tidak dijumpai adanya gangguan/lesi<br />
organik pada sistem pendengaran baik perifer maupun<br />
sentral, melainkan berdasarkan adanya problem psikologis<br />
atau emosional. 2,3<br />
Untuk K. P. jenis sentral dan fungsional, mengingat masih<br />
terbatasnya pengetahuan proses pendengaran di wilayah<br />
tersebut, di samping masih belum banyak dikenal teknik uji<br />
pendengaran yang dapat dimanfaatkan untuk bahan diagnostik,<br />
maka pada makalah ini akan dibatasi pada diagnosis KP.<br />
jenis hantaran, sensorineural dan campuran saja.<br />
Derajat K.P.<br />
Klasifikasi derajat KP. menurut ISO 1964 dan ASA 1951<br />
(dikutip oleh Mangape D) adalah sebagai berikut :<br />
1 6 Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985<br />
Derajat KP. "dB loss" ISO 1964 ASA 1951<br />
- pendengaran normal - 10 - 26 dB - 10 - 15 dB<br />
- ringan 27 - 40 dB 16 - 29 dB<br />
- sedang 41 - 55 dB 30 - 44 dB<br />
- sedang - berat 56 - 70 dB 45 - 59 dB<br />
- berat 71 - 90 dB 60 - 79 dB<br />
- sangat berat lebih 90 dB lebih 80 dB<br />
Keterangan: "dB loss" di sini diambil rata-rata kekurangan<br />
pendengaran hantaran udara pada frekuensi 500, 1000 dan<br />
2000 Hz.<br />
Menentukan Penyebab K.P.<br />
Menentukan penyebab K. P. merupakan hal yang paling sukar<br />
di antara ke 4 batasan/aspek tersebut di atas.<br />
Untuk itu diperlukan :<br />
- Anamnesis yang luas dan cermat tentang riwayat terjadinya<br />
K.P. tersebut.<br />
- Pemeriksaan umum dan khusus (telinga, hidung dan tenggorokan)<br />
yang teliti.<br />
- Pemeriksaan penunjang (bila diperlukan seperti foto Ro,<br />
laboratorium), dan sebagainya.3 11<br />
GEJALA DAN TANDA-TANDA<br />
K.P. Jenis hantaran<br />
Pada K.P. jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat<br />
mencapai telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena<br />
beberapa gangguan/lesi pada kanal telinga Iuar, rantai tulang<br />
pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra<br />
rotunda dan tuba auditiva. Pada bentuk yang murni (tanpa<br />
komplikasi) biasanya tidak ada kerusakan pada telinga dalam<br />
maupun jalur persyaratan pendengaran (N.VIII). Ini merupakan<br />
perbedaan yang prinsipiil dengan K.P. jenis lainnya.<br />
Gejala<br />
a) ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi<br />
telinga sebelumnya.<br />
b) Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah<br />
bergerak dengan perubahan posisi kepala.<br />
c) K.P. yang terjadi dapat timbul secara mendadak setelah<br />
mandi, bangun tidur atau setelah membersihkan kotoran telinga<br />
luar dengan ujung jarinya.<br />
d) Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau<br />
mendengung)<br />
e) Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara<br />
dengan suara lembut (soft voice) khususnya pada penderita<br />
otosklerosis.<br />
f) Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana<br />
ramai (parakusis Wilisiana).<br />
Kadang-kadang mengeluh tidak dapat mendengar dengan<br />
haik waktu makan, bahkan seperti mendengar suara gaduh<br />
waktu mengujah.<br />
Tanda-tanda<br />
a) Pemeriksaan fisik/otoskopi<br />
1. Ada sekret dalam kanal telinga luar, perforasi kendang<br />
telinga ataupun keluarnya cairan dari telinga tengah.<br />
2. Dapat juga kanal telinga luar/selaput kendang telinga tampak<br />
normal, misalnya : pada otosklerosis, di mana yang terkena<br />
rantai tulang pendengarannya.<br />
b) Tes fungsi pendengaran<br />
1. Tes bisik :<br />
- Tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak 5 meter.<br />
- Sukar mendengar kata-kata yang mengandung nada<br />
rendah.<br />
2. Tes garputala :<br />
- Rinne (-), dengan memakai garputala 250 Hz (hantaran<br />
tulang lebih baik dari hantaran udara).<br />
- Weber lateralisasi kearah yang sakit (memakai garputala<br />
250 Hz).<br />
- Schwabach memanjang (memakai garputala 512 Hz).<br />
3. Tes Audiometri<br />
* Audiometri nada murni :<br />
- Hantaran tulang lebih baik dari hantaran udara.<br />
- Hantaran tulang dalam batas normal.<br />
- Ada kesenjangan antara hantaran udara dan hantaran<br />
tulang lebih dari 15 dB (disebut gap).<br />
- Nilai ambang hantaran udara tidak akan melebihi 60 dB.<br />
* Audiometri nada tutur :<br />
- Nilai ambang persepsi tutur bergeser ke kanan pada<br />
gambaran audiogramnya.<br />
- Nilai diskriminasi tutur dapat mencapai 100% bila<br />
intensitas suara diperkeras.<br />
K.P. Jenis Sensorineural<br />
K.P. jenis ini merupakan problem yang menjadi tantangan<br />
bagi para dokter. Masalahnya adalah : (1) Dari semua jenis<br />
K.P. maka K.P. jenis sensorineural inilah yang terbanyak4,9 .<br />
terutama pada pekerja industri, dan usia lanjut. (2) K.P. jenis<br />
ini umumnya irrebersibel dan jelas mempengaruhi kepribadian<br />
penderita yang dapat berkembang kearah yang kurang baik.<br />
Adanya efek psikologis pada kepribadian penderita inilah<br />
menurut pandangan Sataloff J. (1966), maka K.P. jenis sensorineural<br />
mempunyai latar belakang medis penting.3<br />
Gejala<br />
a) Bila K.P.bilateraldan sudah diderita lama, suara percakapan<br />
penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti<br />
suasana yang tegang dibanding orang normal. Perbedaan ini<br />
lebih jelas bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari<br />
penderita K.P. jenis hantaran, khususnya otosklerosis.<br />
b) Bila ada tinitus biasanya nada tinggi sebagai suara yang<br />
mendering atau menyiut -nyiut.<br />
c) Penderita lebih sukar mengartikan/mendengar suara/<br />
percakapan dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi.<br />
d) Dapat pula ada riwayat trauma kepala, trauma akustik,<br />
riwayat pemakaian obat-obat ototoksik ataupun penyakit sistemik<br />
sebelumnya.<br />
Tanda-tanda<br />
a) Pemeriksaan fisik/otoskopi :<br />
Kanal telinga luar maupun selaput kendang telinga normal.<br />
b) Tes fungsi pendengaran :<br />
1. Tes bisik :<br />
- Tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak 5<br />
meter.<br />
- Sukar mendengar kata-kata yang mengundang nada tinggi<br />
(huruf konsonan).<br />
Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985 17<br />
2. Tes garputala :<br />
- Rinne (+), hantaran udara lebih balk dari pada hantaran<br />
tulang.<br />
- Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga sehat.<br />
- Tes Schwabach ada pemendekan hantaran tulang.<br />
3. Tes audiometri nada murni :<br />
- Ada penurunan nilai ambang hantaran udara dan hantaran<br />
tulang, biasanya akan lebih berat mengenai frekuensi<br />
tinggi.<br />
- Hantaran udara berimpit dengan hantaran tulang.<br />
- Kadang-kadang disertai adanya suatu dip pada frekuensi<br />
tinggi (4000 Hz untuk trauma akustik, obat ototoksik<br />
dsb.).<br />
4. Tes audiometri nada tutur :<br />
- Nilai diskriminasi tutur (NDT) tidak dapat mencapai 100%<br />
meskipun intensitas suara diperkeras.<br />
- Dapat terjadi fenomena recruitment.<br />
K.P. Jenis Campuran<br />
Merupakan kombinasi dari KP. jenis hantaran dan K.P. jenis<br />
sensorineural. Mula-mula K.P. jenis ini adalah jenis hantaran<br />
(misalnya : otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut<br />
menjadi gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya mulamula<br />
K.P. jenis sensorineural lalu kemudian disertai dengan<br />
gangguan hantaran, seperti misalnya : presbiakusis kemudian<br />
terkena infeksi otitis media. Peristiwa yang lain yang juga<br />
dapat terjadi kedua gangguan tersebut terjadi bersama-sama.<br />
Misalnya : trauma kepala yang berat sekaligus mengenai<br />
telinga tengah dan telinga dalam.<br />
Gejala -gejala<br />
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua<br />
komponen gejala K. P. jenis hantaran dan sensorineural, tergantung<br />
mana yang lebih dulu terjadi, dapat pula terjadi<br />
bersamaan seperti yang terjadi pada trauma kepala tesebut<br />
di atas.<br />
Tanda-tanda<br />
a) Pemeriksaan fisik/otoskopi :<br />
- Sperti pada K.P. jenis sensorineural.<br />
b) Tes fungsi pendengaran :<br />
1. Tes bisik :<br />
- Tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak 5 meter.<br />
- Sukar mendengar kata-kata baik yang mengandung nada<br />
rendah maupun nada tinggi.<br />
2. Tes garputala :<br />
- Rinne (-).<br />
- Weber lateralisasi ke arah yang sehat .<br />
Schwabach memendek.<br />
3. Tes audiometri :<br />
* Audiometri nada murni<br />
- Audiogram menunjukkan adanya penurunan nilai ambang<br />
hantaran tulang dan hantaran udara, tetapi ada kesejangan<br />
antara keduanya lebih dari 15 dB pada setiap frekuensi.<br />
* Audiometri nada tutur : Audiometri nada murni :<br />
- Audiogram menunjukkan pengurangan nilai diskriminasi<br />
tutur (NDT), tidak dapat mencapai 100%. Bila intensitas<br />
suara dinaikkan memang ada perbaikan sedikit tetapi tidak<br />
sampai mencapai 100% 3,10<br />
DIAGNOSIS KEKURANGAN PENDENGARAN<br />
Setelah memahami gejala dan tanda-tanda berbagai jenis<br />
kekurangan pendengaran tersebut di atas, akan diuraikan<br />
lebih lanjut bagaimana penerapannya dalam membuat diagnosis<br />
KP. sepraktis mungkin, tetapi cukup bagi dokter-dokter umum.<br />
Pada prinsipnya meliputi :<br />
A. Anamnesis (lihat gejala dan lampiran).<br />
B. Pemeriksaan, yang meliputi<br />
a. Fisik/otoskopik telinga, hidung dan tenggorok (lihat tandatanda).<br />
b. Tes fungsi pendengaran : Tes bisik, Tes garputala, Tes<br />
audiometri.<br />
c. Pemeriksaan penunjang (bila diperlukan).<br />
Tes fungsi pendengaran<br />
TES BISIK<br />
Suatu tes pendengaran dengan memberikan suara bisik berupa<br />
kata-kata kepada telinga penderita dengan jarak tertentu. Hasil<br />
tes berupa jarak pendengaran yaitu jarak antara pemeriksa<br />
dan penderita di mana suara bisik masih dapat didengar 6 .<br />
Cara pemeriksaan : lihat lampiran.<br />
Hasil : Normal : 6/6 (17,5 dB) atau<br />
5/6 (23,6 dB)<br />
K.P. derajat ringan : 4/6 (39,8 dB)<br />
K.P. derajat sedang : 3/6 (44 dB)<br />
K.P. derajat sedang berat : 2/6 (51,5 dB)<br />
K.P. derajat berat : 1/6 (85. dB)<br />
TES GARPUTALA<br />
Tes ini dapat menentukan jenis-jenis K.P. Dikenal ada 3<br />
macam tes garputala yang lazim dipakai :<br />
a. Tes Rinne.<br />
b. Tes Weber.<br />
c. Tes Schwabach.<br />
Semua tes garputala ini menggunakan garputala 256 Hz dan<br />
512 Hz.<br />
Tes Rinne<br />
Prinsip: membandingkan kemampuan pendengaran hantaran<br />
tulang dan hantaran udara penderita.<br />
Cara : lihat lampiran.<br />
Hasil : - Tes Rinne (+) bila hantaran udara >> hantaran tulang<br />
- Tes Rinne (-) bila hantaran udara << hantaran tulang.<br />
- Tes Rinne (+): pada pendengaran normal dan K.P.<br />
jenis sensorineural<br />
- Tes Rinne (-): pada K.P. jenis hantaran<br />
Tes Weber<br />
Prinsip: membandingkan kemampuan hantaran tulang pada<br />
telinga kiri dan kanan penderita.<br />
Cara : lihat lampiran.<br />
Hasil : * Lateralisasi ke arah telinga sakit:<br />
- Telinga tersebut K.P. jenis hantaran, telinga lain<br />
normal<br />
- Kedua telinga KP. jenis hantaran, tetapi telinga<br />
tersebut lebih berat dari yang lain<br />
1 8 Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985<br />
- Telinga tersebut normal/KP. jenis hantaran, sedang<br />
telinga lain KP. jenis sensorineural.<br />
* Tidak ada lateralisasi : - Kedua telinga normal<br />
- Kedua telinga KPJH sama<br />
berat<br />
- Kedua telinga KPJSN sama<br />
berat<br />
Tes Schwabach<br />
Prinsip: membandingkan kemampuan pendengaran hantaran<br />
tulang penderita dengan hantaran tulang pemeriksa.<br />
Pemeriksa harus normal.<br />
Cara : lihat lampiran<br />
Hasil : - Normal bila kemampuan pendengaran hantaran<br />
tulang penderita dan pemeriksa sama.<br />
- Diperpanjang bila kemampuan pendengaran hantaran<br />
tulang penderita lebih lama dibanding pemeriksa.<br />
Ini pada KP. jenis hantaran.<br />
- Diperpendek bila kemampuan pendengaran hantaran<br />
tulang pendengaran lebih pendek dibanding<br />
pemeriksa. Ini pada KP. jenis sensorineural 7 , 8<br />
Tes audiometri<br />
Ini merupakan tes pendengaran dengan alat elektroakustik.<br />
Tes ini meliputi : - Audiometri nada murni.<br />
- Audometri nada tutur.<br />
* Audiometri nada murni<br />
Prinsip: Mengukur nilai ambang hantaran udara dan hantaran<br />
tulang penderita dengan alat elektroakustik.<br />
Mat tersebut dapat menghasilkan nada-nada tunggal<br />
dengan frekuensi dan intensitasnya dapat diukur.<br />
Untuk mengukur nilai ambang hantaran udara penderita<br />
menerima suara dari sumber suara lewat heaphone,<br />
sedangkan untuk mengukur hantaran tulangnya<br />
penderita menerima suara dari sumber suara lewat<br />
vibrator.<br />
Hasil : lihat pada uraian gejala dan tanda-tanda.<br />
Manfaat: - Dapat mengetahui keadaan fungsi pendengaran<br />
masing - masing telinga secara kualitatif (pendengaran<br />
normal, KP. jenis hantaran, KP. jenis sensorineural,<br />
dan KP. jenis campuran).<br />
- Dapat mengetahui derajat kekurangan pendengaran<br />
secara kuantitatif (normal, ringan sedang dan berat).<br />
Derajat KP. disini ditentukan dengan mengambil<br />
nilai rata-rata dari ambang pendengaran hantaran<br />
udara pada frekuensi 500; 1000 dan 2000 Hz 5<br />
* Audiometri nada tutur :<br />
Prinsip: Mengukur kemampuan pendengaran penderita yang<br />
dinyatakan dengan dua titik penting :<br />
1) Nilai ambang persepsi tutur (NPT) yaitu ambang<br />
penerimaan percakapan penderita di mana penderita<br />
dapat menirukan 50% dari kata-kata yang disajikan<br />
dengan benar pada intensitas minimal. Dari NPT ini<br />
dapat memperoleh gambaran KP. secara kuantitatif.<br />
2) Nilai diskriminasi tutur (NDT) : yaitu suatu nilai<br />
prosentase tertinggi dari kata-kata yang disajikan dapat<br />
ditiru oleh penderita dengan benar pada suatu intensitas<br />
suara tertentu. NDT ini dapat menunjukkan<br />
gambaran KP. secara kuantitatif.<br />
Dari kedua nilai ini, yang paling banyak dipakai<br />
dalam klinik adalah NDT. Hal ini karena di samping<br />
secara kuantitatif dapat menunjukkan jenis KP. juga<br />
dapat menunjukkan lokasi/kerusakan/lesi pada sistem<br />
pendengaran yang tidak dapat diketahui dengan<br />
tes audiometri nada murni. Lokasi lesi tersebut dapat<br />
pada : telinga luar dan tengah, telinga dalam (koklear)<br />
dan retrokoklear.<br />
Hasil : Hopkinson dan Thompson (1967) membagi NDT<br />
sebagai berikut (dikutip oleh Manukbua A) 6 :<br />
a) 90 - 100% dalam batas normal atau ada ketulian<br />
hantaran.<br />
b) 50 - 80% KP. jenis campuran, KP. jenis sensorineural<br />
tanpa kelainan koklear.<br />
c) 22 - 48% kelainan koklear.<br />
d) kurang dari 22% kelainan retrokoklear6 .<br />
Manfaat:- Dapat mengetahui KP. secara kualitatif dan kuantitatif.<br />
- Dapat mengetahui lokalisasi kerusakan telinga dan<br />
jalur persyarafan pendengaran.<br />
- Dapat mengetahui perbaikan pendengaran sesudah<br />
tim panoplastik.<br />
- Untuk pemilihan alat bantu dengar yang cocok.<br />
Pemeriksaan penunjang<br />
Pemeriksaan ini diperlukan bila ada indikasi, khususnya<br />
KP. yang erat hubungannya dengan penyakit sistemik, penyakit<br />
intrakranial, dan untuk mengenyampingkan penyakit organik<br />
pada K.P. jenis fungsional. 3,7<br />
RINGKASAN<br />
Kekurangan pendengaran adalah merupakan gejala dari<br />
suatu penyakit/gangguan telinga yang tidak dapat dipisahkan<br />
dari penyebabnya.<br />
Kekurangan pendengaran tersebut terdiri dari berbagai jenis<br />
yang berbeda-beda lokalisasi patologinya sehingga diagnosisnya<br />
juga berbeda-beda. Disamping itu derajat KP. yang terjadi<br />
juga berbeda-beda mulai dari yang ringan sampai berat.<br />
Protokol diagnostik KP. terdiri dari : anamnesis riwayat<br />
penyakit telinga, pemeriksaan khusus telinga, hidung dan<br />
tenggorok, tes fungsi pendengaran dan pemeriksaan penunjang.<br />
Diagnostik KP. jenis hantaran lebih mudah bila dibandingkan<br />
dengan KP. jenis lain. Hal ini karena kelainan patologinya<br />
dapat diketahui dengan jelas dan tes fungsi pendengaran<br />
dengan alat sederhana sudah cukup memadai. Sedangkan KP.<br />
jenis lain diagnostik lebih sukar oleh karena kelainan patologinya<br />
lebih sulit diketahui dan tes fungsi pendengarannya lebih<br />
rumit dan memerlukan alat yang lebih kompleks.<br />
SARAN<br />
Dianjurkan kepada dokter umum, khususnya yang bekerja<br />
di daerah untuk lebih memperhatikan masalah kekurangan<br />
pendengaran pada penderita. Tes pendengaran dapat dilakukan<br />
tanpa alat (tes bisik) maupun dengan alat sederhana (tes<br />
garputala), meskipun tidak ada alat elektroakustik (audiometri).<br />
Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985 1 9<br />
KEPUSTAKAAN<br />
1. Dullah A. "Masalah Cacat Tuli", Cermin Dunia Kedokteran, No. 9 th :<br />
1977, hal : 11 - 13.<br />
2. Goodhill V. "Ear diseases, Deafness and dizziness, Harper & Row<br />
Publ. Virginia Avenue Maryland, 1979, p : 88 - 103, p : 130 - 141.<br />
3. Sataloff J. "Hearingloss" Philadelphia - London - Toronto : JB Lipincott<br />
Co, 1966 : A) p : 5-9, b). p : 10-16, c) p : 17-31, d) p : 107-121,<br />
e) p : 200-215.<br />
4. Zaman M : "Penyebab tuli di Indonesia" Simposium Tanarungu, Tunawicara<br />
di Semarang, Oktober 1977, p : 1-8.<br />
5. Mengape D. "Audiometri nada mumi". Himpunan naskah lokakarya<br />
audiologi. BGn. THT FIIK Unhas Ujungpandang, 1978.<br />
6. Manukbua A : "Audiometri nada tutur". Himpunan naskah lokakarya<br />
Audiologi, Bgn. THT FIIK Unhas Ujungpandang 1978.<br />
7. Goodman Allan C. Paediatric audiology in Paediatric Otolaryngology<br />
Vol : II Philadelphia - London - Toronto : WB Saunders Co, 1972,<br />
p : 901-918.<br />
8. Speaks C :" Evaluation of disorders of the central auditory pathway<br />
in Otolaryngology Ed. by Paparella MM & * Shumrick, Ilnd Ed, Vol:<br />
II, Philadelphia - London - Toronto : WB Saunders Co, 1980, p :<br />
1846-1858.<br />
9. Karie MD. "fnsldens berbagai hearingloss nada murni" Penelitian selama<br />
periode 1977-1978, untuk mendapatkan keahljan THT, 1980.<br />
10. Adams GL, Spies LR Jr. Paparella MM. Audiology in Fundamental's<br />
of Otolaryngology 5th Ed, Philadelphia - London - Toronto : WB Saunders<br />
Co 1978, p : 67-82.<br />
11. Heffersen HP, Simons MR, Goodhill V. A" udiologic assessment,<br />
functional hearing less and obyective audiometry in Ear diseases, deafness<br />
and dizzines, Ed, by Goodhill V, Maryland : Harper and Rew Publ,<br />
1979, p : 142-183.<br />
12. Sedjawidada R : "Tes bisik". Kumpulan naskah Konas VPerhati, Semarang<br />
27-29 Oktober 1977, hal : 189-197.<br />
Telah dibacakan
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-35581922613130188592013-05-27T04:10:00.000-07:002013-05-27T04:10:00.115-07:00ARITMIA / DISRITMIA <h3 class="post-title entry-title">
</h3>
<div class="post-header">
</div>
1. PENGERTIAN<br />Beberapa tipe malfungsi jantung yang paling mengganggu
tidak terjadi sebagai akibat dari otot jantung yang abnormal tetapi
karena irama jantung yang abnormal. Sebagai contoh, kadang-kadang denyut
atrium tidak terkoordinasi dengan denyut dari ventrikel, sehingga
atrium tidak lagi berfungsi sebagai pendahulu bagi ventrikel.<br />Aritmia
adalah kelainan elektrofisiologi jantung dan terutama kelainan system
konduksi jantung. Aritmia adalah gangguan pembentukan dan/atau
penghantaran impuls. Terminology dan pemakaian istilah untuk aritmia
sangat bervariasi dan jauh dari keseragaman di antara para ahli.<br />Beberapa sifat system konduksi jantung dan istilah-istilah yang penting untuk pemahaman aritmia :<br />• • Periode refrakter<br />Dari
awal depolarisasi hingga awal repolarisasi sel-sel miokard tidak dapat
menjawab stimulus baru yang kuat sekalipun. Periode ini disebut periode
refrakter mutlak.<br />Fase selanjutnya hingga hamper akhir repolarisasi,
sel-sel miokard dapat menjawab stimulus yang lebih kuat. Fase ini
disebut fase refrakter relative.<br />• • Blok<br />Yang dimaksud dengan blok ialah perlambatan atau penghentian penghantaran impuls.<br />• Pemacu ektopik atau focus ektopik<br />Ialah
suatu pemacu atau focus di luar sinus. Kompleks QRS yang dipacu dari
sinus disebut kompleks sinus. Kompleks QRS yang dipacu dari focus
ektopik disebut kompleks ektopik, yang bias kompleks atrial, kompleks
penghubung –AV atau kompleks ventricular.<br />• • Konduksi tersembunyi<br />Hal
ini terutama berhubungan dengan simpul AV yaitu suatu impuls yang
melaluinya tak berhasil menembusnya hingga ujung yang lain, tetapi
perubahan-[erubahan akibat konduksi ini tetap terjadi, yaitu terutama
mengenai periode refrakter.<br />• • Konduksi aberan.<br />Konduksi aberan
ialah konduksi yang menyimpang dari jalur normal. Hal ini disebabkan
terutama karena perbedaan periode refrakter berbagai bagian jalur
konduksi.<br />Konduksi aberan bias terjadi di atria maupun ventrikel,
tetapi yang terpenting ialah konduksi ventricular aberan, yang ditandai
dengan kompleks QRS yang melebar dan konfigurasi yang berbeda.<br />Konduksi atrial aberan diandai dengan P yang melebar dan konfigurasi yang berbeda.<br />• • Re-entri.<br />Re-entri
ialah suatu keadaan dimana suatu impulas yang sudah keluar dari suatu
jalur konduksi, melalui suatu jalan lingkar masuk kembali ke jalur
semula. Dengan demikian bagian miokard yang bersangkutan mengalami
depolarisasi berulang.<br />• • Mekanisme lolos.<br />Suatu kompleks lolos
ialah kompleks ektopik yang timbul karena terlambatnya impuls yang
datang dari arah atas. Kompleks lolos paling sering timbul di daerah
penghubung AV dan ventrikel, jarang di atria. Jelas bahwa mekanisme
lolos ialah suatu mekanisme penyelamatan system konduksi jantung agar
jantung tetap berdenyut meskipun ada gangguan datangnya impuls dari
atas.<br /><br />2. KLASIFIKASI<br /><br />Pada umumnya aritmia dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu :<br />1) Gangguan pembentukan impuls.<br />a. Gangguan pembentukan impuls di sinus<br />• • Takikardia sinus<br />• • Bradikardia sinus<br />• • Aritmia sinus<br />• • Henti sinus<br />b. Gangguan pembentukan impuls di atria (aritmia atrial).<br />• • Ekstrasistol atrial<br />• • Takiakardia atrial<br />• • Gelepar atrial<br />• • Fibrilasi atrial<br />• • Pemacu kelana atrial<br />c. Pembentukan impuls di penghubung AV (aritmia penghubung).<br />• • Ekstrasistole penghubung AV<br />• • Takikardia penghubung AV<br />• • Irama lolos penghubung AV<br />d. Pembentukan impuls di ventricular (Aritmia ventricular).<br />• • Ekstrasistole ventricular.<br />• • Takikardia ventricular.<br />• • Gelepar ventricular.<br />• • Fibrilasi ventricular.<br />• • Henti ventricular.<br />• • Irama lolos ventricular.<br />2) Gangguan penghantaran impuls.<br />• a. Blok sino atrial<br />• b. Blok atrio-ventrikular<br />• c. Blok intraventrikular.<br />3. PENYEBAB<br /><br />Penyebab dari aritmia jantung biasanya satu atau gabungan dari kelainan berikut ini dalam sistem irama-konduksi jantung :<br />• v Irama abnormal dari pacu jantung.<br />• v Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung.<br />• v Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewktu menghantarkan impuls melalui jantung.<br />• v Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung.<br />• v Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada hamper semua bagian jantung.<br /><br />Beberapa kondisi atau penyakit yang dapata menyebabkan aritmia adalah :<br />• • Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi).<br />• • Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.<br />• • Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti aritmia lainnya.<br />• • Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).<br />• • Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung.<br />• • Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.<br />• • Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).<br />• • Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).<br />• • Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.<br />• • Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung.<br />• • Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system konduksi jantung).<br /><br />4. TANDA/GEJALA<br /><br />DISRITMIA NODUS SINUS<br />• Bradikardia sinus<br />Bradikardi
sinus bisa terjadi karena stimulasi vagal, intoksikasi digitalis,
peningkatan tekanan intrakanial, atau infark miokard (MI). Bradikardi
sinus juga dijumpai pada olahragawan berat, orang yang sangat kesakitan,
atau orang yang mendapat pengobatan (propanolol, reserpin, metildopa),
pada keadaan hipoendokrin (miksedema, penyakit adison,
panhipopituitarisme), pada anoreksia nervosa, pada hipotermia, dan
setelah kerusakan bedah nodus SA.<br />Berikut adalah karakteristik disritmia<br />• • Frekuensi: 40 sampai 60 denyut per menit<br />• • Gelombang P: mendahului setiap kompleks QRS; interval PR normal<br />• • Kompleks QRS: biasanya normal<br />• • Hantaran: biasanya normal<br />• • Irama: reguler<br />Semua
karakteristik bradikardi sinus sama dengan irama sinus normal, kecuali
frekuensinya. Bila frekuensi jantung yang lambat mengakibatkan perubahan
hemodinamika yang bermakna, sehingga menimbulkan sinkop (pingsan),
angina, atau disritmia ektopik, maka penatalaksanaan ditujukan untuk
meningkatkan frekuensi jantung. Bila penurunan frekuensi jantung
diakibatkan oleh stimulasi vagal (stimulasi saraf vagul) seperti jongkok
saat buang air besar atau buang air kecil, penatalaksanaan harus
diusahakan untuk mencegah stimulasi vagal lebih lanjut. Bila pasien
mengalami intoksikasi digitalis, maka digitalis harus dihentikan. Obat
pilihan untuk menangani bradikardia adalah atropine. Atropine akan
menghambat stimulasi vagal, sehingga memungkinkan untuk terjadinya
frekuensi normal.<br />• Takikardia sinus<br /><br />Takiakrdia sinus (denyut
jantung cepat) dapat disebabkan oleh demam, kehilangan darah akut,
anemia, syok, latihan, gagal jantung kongestif, nyeri, keadaan
hipermetabolisme, kecemasan, simpatomimetika atau pengobatan
parasimpatolitik.<br />Pola EKG takikardia sinus adalah sebagai berikut :<br />• • Frekuensi : 100 sampai 180 denyut permenit.<br />• • Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS, dapat tenggelam dalam gelombang T yang mendahuluinya; interval PR normal.<br />• • Kompleks QRS : Biasanya mempunyai durasi normal.<br />• • Hantaran : Biasanya normal.<br />• • Irama : Reguler.<br />Semua
aspek takikardia sinus sama dengan irama sinus normal kecuali
frekeunsinya. Tekanan sinus karotis, yang dilakukan pada salah satu sisi
leher, mungkin efektif memperlambat frekuensi untuk sementara, sehingga
dapat membantu menyingkirkan disritmia lainnya. Begitu frekuensi
jantung meningkat, maka waktu pengisian diastolic menurun, mengakibatkan
penurunan curah jantung dan kemudian timbul gejala sinkop dan tekanan
darah rendah. Bila frekwensi tetap tinggi dan jantung tidak mampu
mengkompensasi dengan menurunkan pengisian ventrikel, pasien dapat
mengalami edema paru akut.<br />Penanganan takikardia sinus biasanya
diarahkan untuk menghilangkan penyebabknya. Propranolol dapat dipakai
untuk menurunkan frekwensi jantung secara cepat. Propranolol menyekat
efek serat adrenergic, sehingga memperlambat frekwensi.<br /><br />DISRITMIA ATRIUM<br />• Kontraksi premature atrium<br />Penyebab :<br />• • Iritabilitas otot atrium karena kafein, alcohol, nikotin.<br />• • Miokardium teregang seperti pada gagal jantung kongestif<br />• • Stress atau kecemasan<br />• • Hipokalemia<br />• • Cedera<br />• • Infark<br />• • Keadaaan hipermetabolik.<br /><br />Karakteristik :<br />• • Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.<br />• • Gelombang P : Biasanya mempunyai konfigurasi yang berbeda dengan gelombang P yang berasal dari nodus SA.<br />• • Kompleks QRS : Bisa normal, menyimpang atai tidak ada.<br />• • Hantaran : Biasanya normal.<br />•
• Irama : Reguler, kecuali bila terjadi PAC. Gelombang P akan terjadi
lebih awal dalam siklus dan baisanya tidak akan mempunyai jeda
kompensasi yang lengkap.<br />Kontraksi atrium premature sering terlihat
pada jantung normal. Pasien biasanya mengatakan berdebar-debar.
Berkurangnya denyut nadi (perbedaan antara frekwensi denyut nadi dan
denyut apeksi) bisa terjadi. Bila PAC jarang terjadi, tidak diperlukan
penatalaksanaan. Bila terjadi PAC sering (lebih dari 6 per menit) atau
terjadi selama repolarisasi atrium, dapat mengakibatkan disritmia serius
seperti fibrilasi atrium. Sekali lagi, pengobatan ditujukan untuk
mengatasi penyebabnya.<br />• Takikardia Atrium Paroksimal<br />Adalah
takikardia atrium yang ditandai dengan awitan mendadak dan penghentian
mendadak. Dapat dicetuskan oleh emosi, tembakau, kafein, kelelahan,
pengobatan simpatomimetik atau alcohol. Takikardia atrium paroksimal
biasanya tidak berhubungan dengan penyakit jantung organic. Frekwensi
yang sangat tinggi dapat menyebabkan angina akibat penurunan pengisian
arteri koroner. Curah jantung akan menurun dan dapat terjadi gagal
jantung.<br />Karakteristik :<br />• • Frekwensi : 150 sampai 250 denyut per menit.<br />•
• Gelombang P : Ektopik dan mengalami distorsi dibanding gelombang P
normal; dapat ditemukan pada awal gelombang T; interval PR memendek
(Kurang dari 0, 12 detik).<br />• • Kompleks QR : Biasanya normal, tetapi dapat mengalami distorsi apabila terjadi penyimpangan hantaran.<br />• • Hantaran : Biasanya normal.<br />• • Irama : Reguler.<br /><br />Pasien
biasanya tidak merasakan adanya PAT. Penanganan diarahkan untuk
menghilangkan penyebab dan menurunkan frekwensi jantung. Morfin dapat
memperlambat frekwensi tanpa penatalaksanaan lebih lanjut. Tekanan sinus
karotis yang dilakukan pada satu sisi, akan memperlambat atau
menghentikan serangan dan biasanya lebih efektif setelah pemberian
digitalis atau vasopresor, yang dapat menekan frekwensi jantung.
Penggunaan vasopresor mempunyai efek refleks pada sinus karotis dengan
meningkatkan tekanan darah dan sehingga memperlambat frekwensi jantung.
Sediaan digitalis aktivitas singkat dapat digunakan. Propranolol dapat
dicoba bila digitalis tidak berhasil. Quinidin mungkin efektif, atau
penyekat kalsium verapamil dapat digunakan. Kardioversion mungkin
diperlukan bila pasien tak dapat mentoleransi meningkatnya frekwensi
jantung.<br />• Fluter atrium<br />Terjadi bila ada titik focus di atrium
yang menangkap irama jantung dan membuat impuls antara 250 sampai 400
kali permenit. Karakter penting pada disritmia ini adalah terjadinya
penyekat tetapi terhadap nodus AV, yang mencegah penghantaran beberapa
impuls. Penghantaran impuls melalui jantung sebenarnya masih normal,
sehingga kompleks QRS tak terpengaruh. Inilah tanda penting dari
disritmia tipe ini, karena hantaran 1:1 impuls atrium yang dilepaskan
250 – 400 kali permenit akan mengakibatkan fibrilasi ventrikel, suatu
disritmia yang mengancam nyawa.<br />Karakteristik :<br />• • Frekwensi : frekwensi atrium antara 250 sampai 400 kali denyut per menit.<br />• • Irama : Reguler atau ireguler, tergantung jenis penyekatnya (misalnya 2:1, 3:1 atua kombinasinya).<br />•
• Gelombang P : Tidak ada, melainkan diganti oleh pola gigi gergaji
yang dihasilkan oleh focus di atrium yang melepaskan impuls dengan
cepat. Gelombang ini disebut sebagai gelombang F.<br />• • Kompleks QRS : Konfigurasinya normal dan waktu hantarannya juga normal.<br />• • Gelombang T : Ada namun bisa tertutup oleh gelombang flutter.<br />Penanganan
yang sesuai sampai saat ini untuk flutter atriuma dalah sediaan
digitalis. Obat ini akan menguatkan penyekat nodus AV, sehingga
memperlambat frekwensinya. Quinidin juga dapat diberikan untuk menekan
tempat atrium ektopik.penggunaan digitalis bersama dengan quinidin
biasanya bisa merubah disritmia ini menjadi irama sinus. Terapi medis
lain yang berguna adalah penyekat kanal kalsium dan penyekat beta
adrenergic.<br />Bila terapi medis tidak berhasil, fluter atrium sering berespons terhadap kardioversi listrik.<br />• Fibrilasi atrium<br />Fibrilasi
atrium (kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan tidak
terkoordinasi) biasanya berhubungan dengan penyakit jantung
aterosklerotik, penyakit katup jantung, gagal jantung kongestif,
tirotoksikosis, cor pulmonale, atau penyakit jantung congenital.<br />Karakteristik :<br />•
• Frekwensi : frekwensi atrium antara 350 sampai 600 denyut permenit;
respons ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit.<br />• •
Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak indulasi
yang iereguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang F, interval
PR tidak dapat diukur.<br />• • Kompleks QRS : Biasanya normal .<br />• •
Hantaran : Biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respons
ventrikuler ireguler, karena nodus AV tidak berespon terhadap frekwensi
atrium yang cepat, maka impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel
berespon ireguler.<br />• • Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali
bila terkontrol. Ireguleritas irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran
pada nodus AV.<br />Penanganan diarahkan untuk mengurangi iritabilitas
atrium dan mengurangi frekwensi respons ventrikel. Pasien dengan
fibrilasi atrium kronik, perlu diberikan terapi antikoagulan untuk
mencegah tromboemboli yang dapat terbentuk di atrium.<br />Obat pilihan
untuk menangani fibrilasi atrium sama dengan yang digunakan pada
penatalaksanaan PAT, preparat digitalis digunakan untuk memperlambat
frekwensi jantung dan antidisritmia seperti quinidin digunakan untuk
menekan disritmia tersebut.<br /><br />DISRITMIA VENTRIKEL<br />• Kontraksi Prematur Ventrikel<br />Kontraksi
ventrikel premature (PVC) terjadi akibat peningkatan otomatisasi sel
otot ventrikel. PVC bisa disebabkan oleh toksisitas digitalis, hipoksia,
hipokalemia, demam, asidosis, latihan, atau peningkatan sirkulasi
katekolamin.<br />PVC jarang terjadi dan tidak serius. Biasanya pasien
merasa berdebar-debar teapi tidak ada keluhan lain. Namun, demikian
perhatian terletak pada kenyataan bahwa kontraksi premature ini dapat
menyebabkan disritmia ventrikel yang lebih serius.<br />Pada pasien dengan
miokard infark akut, PVC bisa menjadi precursor serius terjadinya
takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel bila :<br />• • Jumlahnya meningkat lebih dari 6 per menit<br />• • Multi focus atau berasal dari berbagai area di jantung.<br />• • Terjadi berpasangan atau triplet<br />• • Terjadi pada fase hantaran yang peka.<br />Gelombang
T memeprlihatkan periode di mana jantung lebih berespons terhadap
setiap denyut adan tereksitasi secara disritmik. Fase hantaran gelombang
T ini dikatakan sebagai fase yang peka.<br />Karakteristik :<br />• • Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.<br />• • Gelombang P : Tidak akan muncul karena impuls berasal dari ventrikel.<br />•
• Kompleks QRS : Biasanya lebar dan aneh, berdurasi lebih dari 0, 10
detik. Mungkin berasal dari satu focus yang sama dalam ventrikel; atau
mungkin memiliki berbagai bentuk konfigurasi bila terjadi dari multi
focus di ventrikel.<br />• • Hantaran : Terkadang retrograde melalui jaringan penyambung dan atrium.<br />• • Irama : Ireguler bila terjadi denyut premature.<br />Untuk
mengurangi iritabilitas ventrikel, harus ditentukan penyebabnya dan
bila mungkin, dikoreksi. Obat anti disritmia dapat dipergunakan untuk
pengoabtan segera atau jangka panjang. Obat yang biasanya dipakai pada
penatalaksanaan akut adalah lidokain, prokainamid, atau quinidin mungkin
efektif untuk terapi jangka panjang.<br />• Bigemini Ventrikel<br />Bigemini
ventrikel biasanya diakibatkan oleh intoksikasi digitalis, penyakit
artei koroner, MI akut, dan CHF. Istilah bigemini mengacu pada kondisi
dimana setiap denyut adalah prematur.<br />Karakteristik :<br />• • Frekwensi : Dapat terjadi pada frekwensi jantung berapapun, tetapi biasanya kurang dari 90 denyut per menit.<br />• • Gelombang P : Seperti yang diterangkan pada PVC; dapat tersembunyi dalam kompleks QRS.<br />• • Kompleks QRS : Setiap denyut adalah PVC dengan kompleks QRS yang lebar dan aneh dan terdapat jeda kompensasi lengkap.<br />•
• Hantaran : Denyut sinus dihantarkan dari nodus sinus secara normal,
namun PVC yang mulai berselang seling pada ventrikel akan mengakibatkan
hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.<br />• • Irama : Ireguler.<br />Bila terjadi denyut ektopik pada setiap denyut ketiga maka disebut trigemini, tiap denyut keempat, quadrigemini.<br />Penanganan
bigemini ventrikel adalah sama dengan PVC karena penyebab yang sering
mendasari adalah intoksikasi digitalis, sehingga penyebab ini harus
disingkirkan atau diobati bila ada. Bigemini ventrikel akibat
intoksikasi digitalis diobati dengan fenitoin (dilantin).<br />• Takikardia Ventrikel<br />Disritmia
ini disebabkan oleh peningkatan iritabilitas miokard, seperti PVC.
Penyakit ini biasanya berhubungan dengan penyakit arteri koroner dan
terjadi sebelum fibrilasi ventrikel. Takikardia ventrikel sangat
berbahaya dan harus dianggap sebagai keadaan gawat darurat. Pasien
biasanya sadar akan adanya irama cepat ini dan sangat cemas. Irama
ventrikuler yang dipercepat dan takikardia ventrikel mempunyai
karakteristik sebagai berikut :<br />• • Frekwensi : 150 sampai 200 denyut per menit.<br />•
• Gelombang P : Biasanya tenggelam dalam kompleks QRS; bila terlihat,
tidak slealu mempunyai pola yang sesuai dengan QRS. Kontraksi ventrikel
tidak berhubungan dengan kontraksi atrium.<br />• • Kompleks QRS :
Mempunyai konfigurasi yang sama dengan PVC- lebar dan anerh, dengan
gelombang T terbalik. Denyut ventrikel dapat bergabung dengan QRS
normal, menghasilkan denyut gabungan.<br />• • Hantaran : Berasal dari ventrikel, dengan kemungkinan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.<br />• • Irama : Biasanya regular, tetapi dapat juga terjadi takiakrdia ventrikel ireguler.<br />Terapi
yang akan diberikan dtentukan oleh dapat atau tidaknya pasien
bertoleransi terhadap irama yang cepat ini. Penyebab iritabilitas
miokard harus dicari dan dikoreksi segera. Obat antidisritmia dapat
digunakan. Kardioversi perlu dilakukan bila terdapat tanda-tanda
penurunan curah jantung.<br />• Fibrilasi Ventrikel<br />Fibrilasi ventrikel
adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tak efektif. Pada disritmia
ini denyut jatung tidak terdengar dan tidak teraba, dan tidak ada
respirasi. Polanya sangat ireguler dan dapat dibedakan dengan disritmia
tipe lainnya. Karena tidak ada koordinasi antivitas jantung, maka dapat
terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikel tidak segera
dikoreksi.<br />Karateristik :<br />• • Frekwensi : Cepat, tak terkoordinasi dan tak efektif.<br />• • Gelombang P : Tidak terlihat.<br />• • Kompleks QRS : CEpat, undulasi iregulertanpa pola yang khas (multifokal). Ventrikel hanya memiliki gerakan yang bergetar.<br />•
• Hantaran : Banyak focus di ventrikel yang melepaskan impuls pada saat
yang sama mengakibatkan hantaran tidak terjadi; tidak terjadi kontraksi
ventrikel.<br />• • Irama : Sangat ireguler dan tidak terkordinasi, tanpa pola yang khusus.<br />• Penanganan segera adalah melalui defibrilasi.<br /><br />ABNORMALITAS HANTARAN<br />• Penyekat AV Derajat Satu<br />Penyekat
AV derajat satu biasanya berhubungan dengan penyakit jantung organic
atau mungkin disebabkan oleh efek digitalis. Hal ini biasanya terlihat
pad apasien dengan infark miokard dinding inferior jantung.<br />Karakteristik :<br />• • Frekwensi : Bervariasi, biasanya 60 sampai 100 denyut per menit.<br />• • Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS. Interval PR berdurasi lebih besar dari 0, 20 detik.<br />• • Kompleks QRS : Mengikuti setiap gelombang P, biasanya normal.<br />•
• Hantaran : Hantaran menjadi lambat, biasanya di setiap tempat antara
jaringan penyambung dan jaringan purkinje, menghasilkan interval PR yang
panjang. Hantaran ventrikel biasanya normal.<br />• • Irama : Biasanya regular.<br />Disritmia
ini penting karena dapat mengakibatkan hambatan jantung yang lebih
serius. Merupakan tanda bahaya. Maka pasien harus dipantau ketat untuk
setiap tahap lanjut penyekat jantung.<br />• Penyekat AV Derajat Dua<br />Penyekat
AV derajat dua juga disebabkan oleh penyakit jantung organic, infark
miokard atau intoksikasi digitalis. Bentuk penyekat ini menghasilkan
penurunan frekwensi jantung dan biasanya penurunan curah jantung.<br />Karakteristik :<br />•
• Frekwensi : 30 sampai 55 denyut per menit. Frekwensi atrium dapat
lebih cepat dua , tiga atau empat kali disbanding frekwensi ventrikel.<br />•
• Gelombang P : Terdapat dua, tiga atau empat gelombang untuk setiap
kompleks QRS. Interval PR yang dihantarkan biasanya berdurasi normal.<br />• • Kompleks QRS : Biasanya normal.<br />• • Hantaran : Satu atau dua impuls tidak dihantarkan ke ventrikel.<br />•
Irama : Biasanya lambat dan regular. Bila terjadi irama ireguler, hal
ini dapat diebabkan oleh kenyataan adanya penyekat yang bervariasi
antara 2:1 sampai 3:1 atau kombinasi lainnya.<br />Penanganan diarahkan
untuk meningkatkan frekwensi jantung guna mempertahankan curah jantung
normal. Intoksikasi digitalis harus ditangani dan seitap pengoabtan
dengan fungsi depresi aktivitas miokard harus ditunda.<br />• Penyekat AV Derajat Tiga<br />Penyekat
AV derajat tiga (penyekat jantung lengkap) juga berhubungan dengan
penyakit jantung organic, intoksikasi digitalis dan MI. frekwensi
jantung berkurang drastic, mengakibatkan penurunan perfusi ke organ
vital, seprti otak, jantung, ginjal, paru dan kulit.<br />Karakteristik :<br />•
• Asal : Impuls berasal dari nodus SA, tetapi tidak dihantarkan ke
serat purkinje. Mereka disekat secara lengkap. Maka setiap irama yang
lolos dari daerah penyambung atau ventrikel akan mengambil alih
pacemaker.<br />• • Frekwensi : frekwensi atrium 60 sampai 100 denyut per
menit, frekwensi ventrikel 40 sampai 60 denyut per menit bila irama yang
lolos berasal dari daerah penyambung, 20 sampai 40 denyut permenit bila
irama yang lolos berasal dari ventrikel.<br />• • Gelombang P : Gelombang
P yang berasal dari nodus SA terlihat regular sepanjang irama, namun
tidak ada hubungan dengan kompleks QRS.<br />• • Kompleks QRS : Bila
lolosnya irama berasal dari daerah penyambung , maka kompleks QRS
mempunyai konfigurasi supraventrikuler yang normal, tetapi tidak
berhubungan dengan gelombang P. kompleks QRS terjadi secara regular.
Bila irama yang lolos berasal dari ventrikel, kompleks QRS berdurasi 0,
10 detik lebih lama dan baisanya lebar dan landai. Kompleks QRS tersebut
mempunyai konfigurasi seperti kompleks QRS pada PVC.<br />• • Hantaran :
Nodus SA melepaskan impuls dan gelombang P dapat dilihat. Namun mereka
disekat dan tidak dihantarkan ke ventrikel. Irama yang lolos dari daerah
penyambung biasnaya dihantarkan secara normal ke ventrikel. Irama yang
lolos dari ventrikel bersifat ektopik dengan konfigurasi yang
menyimpang.<br />• • Irama : Biasanya lambat tetapi regular.<br />•
Penanganan diarahkan untuk meningkatkan perfusi ke organ vital.
Penggunaan pace maker temporer sangat dianjurkan. Mungkin perlu dipasang
pace maker permanent bila penyekat bersifat menetap.<br /><br />• Asistole Ventrikel<br />Pada
asistole ventrikel tidak akan terjadi kompleks QRS. Tidak ada denyut
jantung, denyut nadi dan pernapasan. Tanpa penatalaksanaan segera,
asistole ventrikel sangat fatal.<br />Karakteristik :<br />• • Frekwensi : tidak ada.<br />• • Gelombang P : Mungkin ada, tetapi tidak dapat dihantarkan ke nodus AV dan ventrikel.<br />• • Kompleks QRS : Tidak ada.<br />• • Hantaran : Kemungkinan, hanya melalui atrium.<br />• • Irama : Tidak ada.<br />Resusitasi
jantung paru (CPR) perlu dilakukan agar pasien tetap hidup. Untuk
menurunkan stimulasi vagal, berikan atropine secara intravena. Efinefrin
(intrakardiak) harus diberikan secara berulang dengan interval setiap
lima menit. Natrium bikarbonat diberikan secara intravena. Diperlukan
pemasangan pacemaker secara intratoraks, transvena atau eksternal.<br /><br />5. KOMPLIKASI<br />6. PROSEDUR DIAGNOSTIK<br /><br />•
EKG : Menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan
tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan oabt
jantung.<br />• Monitor Holter : gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan
untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila
pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi
fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.<br />• Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup.<br />•
Skan pencitraan miokardia : Dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan
miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan
dinding dan kemampuan pompa.<br />• Tes stress latihan : Dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.<br />• Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat menyebabkan disritmia.<br />•
Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas jantung, adanya obat
jalanan atau dugaan interaksi obat, contoh digitalis, quinidin dan
lain-lain.<br />• Pemeriksaan Tiroid : Peningkatan atau penurunan kadar tiroid serum dapat menyebabkan /meningkatnya disritmia.<br />•
laju Sedimentasi : Peninggian dapat menunjukkan proses inflamasi
akut/aktif, contoh endokarditis sebagai faktor pencetus untuk disritmia.<br />• GDA/Nadi Oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.<br /><br />7. MANAJEMEN MEDIK<br /><br />Pada
prinsipnya tujuan terapi aritmia adalah (1) mengembalikan irama jantung
yang normal (rhythm control), (2) menurunkan frekuensi denyut jantung
(rate control), dan (3) mencegah terbentuknya bekuan darah.<br />Terapi
sangat tergantung pada jenis aritmia. Sebagian gangguan ini tidak perlu
diterapi. Sebagian lagi dapat diterapi dengan obat-obatan. Jika kausa
aritmia berhasil dideteksi, maka tak ada yang lebih baik daripada
menyembuhkan atau memperbaiki penyebabnya secara spesifik. Aritmia
sendiri, dapat diterapi dengan beberapa hal di bawah ini;<br />Disritmia
umumnya ditangani dengan terapi medis. Pada situasi dimana obat saja
tidak memcukupi, disediakan berbagai terapi mekanis tambahan. Terapi
yang paling sering adalah kardioversi elektif, defibrilasi dan
pacemaker. Penatalaksanaan bedah, meskipun jarang, juga dapat dilakukan.<br /><br />OBAT-OBATAN<br />Obat-obatan.
Ada beberapa jenis obat yang tersedia untuk mengendalikan aritmia.
Pemilihan obat harus dilakukan dengan hati-hati karena mereka pun
memiliki efek samping. Beberapa di antaranya justru menyebabkan aritimia
bertambah parah. Evaluasi terhadap efektivitas obat dapat dikerjkan
melalui pemeriksaan EKG (pemeriksaan listrik jantung).<br /><br />KARDIOVERSI<br />Kardioversi
mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang
memiliki kompleks QRS, biasanya merupakan prosedur elektif. Pasien dalam
keadaan sadar dan diminta persetujuannya.<br /><br />DEFIBRILASI<br />Defibrilasi
adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat
darurat. Biasanya terbatas penatalaksanaan fibrilasi ventrikel apabila
tidak ada irama jantung yang terorganisasi. Defibrilasi akan
mendepolarisasi secara lengkap semua sel miokard sekaligus, sehingga
memungkinkan nodus sinus memperoleh kembali fungsinya sebagai pacemaker.<br /><br />DEFIBRILATOR KARDIOVERTER IMPLANTABEL<br />Adalah
suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takiakrdia ventrikel
yang mengancam jiwa atau pada pasien yang mempunyai risiko tinggi
mengalami fibrilasi ventrikel.<br /><br />TERAPI PACEMAKER<br />Pacemaker
adalah alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke
otot jantung untuk mengontrol frekwensi jantung. Alat ini memulai dan
memeprtahankan frekwensi jantung kerika pacemaker alamiah jantung tak
mampu lagi memenuhi fungsinya. Pacemaker biasanya digunakan bila pasien
mengalami gangguan hantaran atau loncatan gangguan hantaran yang
mengakibatkan kegagalan curah jantung.<br /><br />PEMBEDAHAN HANTARAN JANTUNG<br />Takikardian
atrium dan ventrikel yang tidak berespons terhadap pengobatan dan tidak
sesuai untuk cetusan anti takikardia dapat ditangani dengan metode
selain obat dan pacemaker. Metode tersebut mencakup isolasi endokardial,
reseksi endokardial, krioablasi, ablasi listrik dan ablasi frekwensi
radio.<br />Isolasi endokardial dilakukan dengan membuat irisan ke dalam
endokardium, memisahkannya dari area endokardium tempat dimana terjadi
disritmia. Batas irisan kemudian dijahit kembali. Irisan dan jaringan
parut yang ditimbulkan akan mencegah disritmia mempengaruhi seluruh
jantung.<br />Pada reseksi endokardial, sumber disritmia diidentifikasi
dan daerah endokardium tersebut dikelupas. Tidak perlu dilakukan
rekonstruksi atau perbaikan.<br />Krioablasi dilakukan dengan meletakkkan
alat khusus, yang didinginkan sampai suhu -60ºC (-76ºF), pada
endokardium di tempat asal disritmia selama 2 menit. Daerah yang membeku
akan menjadi jaringan parut kecil dan sumber disritmia dapat
dihilangkan.<br />Pada ablasi listrik sebuah kateter dimasukkan pada atau
dekat sumber disritmia dan satu sampai lima syok sebesar 100 sampai 300
joule diberikan melalui kateter langsung ke endokardium dan jaringan
sekitarnya. Jaringan jantung menjadi terbakar dan menjadi parut,
sehingga menghilangkan sumber disritmia.<br />Ablasi frekwensi radio
dilakukan dengan memasang kateter khusus pada atau dekat asal disritmia.
Gelombang suara frekwensi tinggi kemudian disalurkan melalui kateter
tersebut, untuk menghancurkan jaringan disritmik. Kerusakan jaringan
yang ditimbulkan lebih spesifik yaitu hanya pada jaringan disritmik saja
disertai trauma kecil pada jaringan sekitarnya dan bukan trauma luas
seperti pada krioablasi atau ablasi listrik.<br /><br />ASUHAN KEPERAWATAN<br /><br />1. PENGKAJIAN DATA DASAR<br />AKTIVITAS /ISTIRAHAT<br />Gejala :<br />1) Kelemahan, kelelahan umum dan karena kerja.<br />Tanda :<br />2) Perubahan frekwensi jantung/TD dengan aktivitas/olahraga.<br /><br />SIRKULASI<br />Gejala :<br />3) Riwatar IM sebelumnya/akut 90%-95% mengalami disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi.<br />Tanda :<br />4) Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama periode disritmia.<br />5)
Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus altenan
(denyut kuat teratur/denyut lemah), nadi bigeminal (denyut kuat tak
teratur/denyut lemah).<br />6) Deficit nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial).<br />7) Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.<br />8) Kulit : warna dan kelembaban berubah, contoh pucat, sianosis, berkeringat (gagal jantung, syok).<br />9) Edema : dependen, umum, DVJ (pada adanya gagal jantung).<br />10) Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat.<br /><br />INTEGRITAS EGO<br />Gejala :<br />• Perasaan gugup (disertai takiaritmia), perasaan terancam.<br />• Stressor sehubungan dengan masalah medik.<br />Tanda :<br />• Cemas, takut, menolak, marah, gelisah, menangis.<br /><br />MAKANAN/CAIRAN<br />Gejala :<br />• Hilang nafsu makan, anoreksia.<br />• Tidak toleran terhadap makanan (karena adanya obat).<br />• Mual/muntah.<br />• Perubahan berat badan.<br />Tanda :<br />• Perubahan berat badan.<br />• Edema<br />• Perubahan pada kelembaban kulit/turgor.<br />• Pernapasan krekels.<br /><br />NEURO SENSORI<br />Gejala :<br />• Pusing, berdenyut, sakit kepala.<br />Tanda :<br />•
Status mental/sensori berubah, contoh disorientasi, bingung, kehilangan
memori, perubahan pola bicara/kesadaran, pingsan, koma.<br />• Perubahan perilaku, contoh menyerang, letargi, halusinasi.<br />• Perubahan pupil (kesamaan dan reaksi terhadap sinar).<br />• Kehilangan refleks tendon dalam dengan disritmia yang mengancam hidup (takikardia ventrikel , bradikardia berat).<br /><br />NYERI/KETIDAKNYAMANAN<br />Gejala :<br />• Nyeri dada, ringan sampai berat, dimana dapat atau tidak bias hilang oleh obat anti angina.<br />Tanda :<br />• Perilaku distraksi, contoh gelisah.<br /><br />PERNAPASAN<br />Gejala :<br />• Penyakit paru kronis.<br />• Riwayat atau penggunaan tembakau berulang.<br />• Napas pendek.<br />• Batuk (dengan /tanpa produksi sputum).<br />Tanda :<br />• Perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan selama episode disritmia.<br />•
Bunyi napas : bunyi tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada
menunjukkan komplikasi pernapasan, seperti pada gagal jantung kiri
(edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal.<br /><br />KEAMANAN<br />Tanda :<br />• Demam.<br />• Kemerahan kulit (reaksi obat).<br />• Inflamasi, eritema, edema (trombosis superficial).<br />• Kehilangan tonus otot/kekuatan.<br /><br />PENYULUHAN<br />Gejala :<br />• Faktor risiko keluarga contoh, penyakit jantung, stroke.<br />•
Penggunaan/tak menggunakan obat yang disresepkan, contoh obat jantung
(digitalis); anti koagulan (coumadin) atau obat lain yang dijual bebas,
contoh sirup batuk dan analgesik berisi ASA.<br />• Adanya kegagalan untuk memeprbaiki, contoh disritmia berulang/tak dapat sembuh yang mengancam hidup.<br />Pertimbangan :<br />• DRG menunjukkan rerata lama di rawat : 3,2 hari.<br />Rencana pemulangan :<br />• Perubahan penggunaan obat.<br /><br />2. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN<br /><br />1) RISIKO TINGGI TERHADAP PENURUNAN CURAH JANTUNG.<br />Faktor risiko meliputi :<br />v Gangguan konduksi elektrikal.<br />v Penurunan kontraktilitas miokardia.<br />Kemungkinan dibuktikan oleh :<br />v Tidak dapat diterapkan , adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa actual.<br />Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi :<br />v
Mempertahankan /meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh
TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urine adekuat, nadi teraba sama,
status mental biasa.<br />v Menunjukkan penurunan frekwensi/tak adanya disritmia.<br />v Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.<br />INTERVENSI<br />RASIONAL<br />•
Raba nadi (radial, carotid, femoral, dorsalis pedis) catat frekwensi,
keteraturan, amplitude (penuh/kuat) dan simetris. Catat adanya pulsus
alternan, nadi bigeminal atau defisit nadi.<br />• Auskultasi bunyi jantung, catat frekwensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.<br />•
Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan.
Laporkan variasi penting pada TD/frekwensi nadi, kesamaan, pernapasan,
perubahan pada warna kulit/suhu, tingkat kesadaran/sensori, dan haluaran
urine selama episode disritmia.<br />• Tentukan tipe disritmia dan catat irama (bila pantau jantung /telemetri tersedia).<br />• Takikardia<br />• Bradikardia<br />• Disritmia atrial<br />• Disritmia ventrikel<br />• Blok jantung<br />• Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.<br />•
Demonstrasikan /dorong penggunaan perilaku pengaturan stress, contoh
tehnik relaksasi , bimbingan imajinasi, napas lambat/dalam.<br />•
Selidiki laporan nyeri dada, catat lokasi, lamanya, intensitas, dan
faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal, contoh
wajah mengkerut, menangis, perubahan TD/frekwensi jantung.<br />• Siapkan /lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi.<br />• Kolaborasi<br />• Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit.<br />• Kadar obat.<br />• Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.<br />• Berikan obat sesuai indikasi.<br />• Kalium,<br />• Antidisritmia :<br />• Kelompok Ia, contoh disopiramid (norpace), prokainamid (pronestly), quinidin (quinagulate).<br />• Kelompok Ib contoh lidokain, fenitoin, tokainidin, meksiletine.<br />• Kelompok Ic, contoh enkainid, flekainid, propafenon.<br />• Kelompok II, contoh propranolol, nadolol, asebutolol, esmolol.<br />• Kelompok III, contoh bretilium toslat, aminodaron.<br />• Kelompok IV, contoh verapamil, nifedipin, diltiazem.<br />• Lain-lain, contoh atropine sulfat, isoproterenol, glkosid jantung , digitalis.<br />• Siapkan untuk/Bantu kardioversi elektif.<br />• Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung.<br />• Masukan/pertahankan masukan IV<br />• Siapkan untuk prosedur diagnostic invasive/bedah sesuai indikasi.<br />• Siapkan untuk/Bantu penanaman otomatik kardioversi atau defibrilator (AICD) bila diindikasikan<br />2) KURANG PENGETAHUAN TENTANG PENYEBAB/KONDISI PENGOBATAN.<br />Dapat dihubungkan dengan :<br />v Kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.<br />v Tidak mengenal sumber informasi.<br />v Kurang mengingat.<br />Kemungkinan dibuktikan oleh :<br />v Pertanyaan<br />v Pernyataan salah konsepsi.<br />v Gagal memperbaiki program sebelumnya.<br />v Terjadi komplikasi yang dapat dicegah.<br />Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi :<br />v Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan dan fungsi pacu jantung (bila menggunakan).<br />v Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping merugikan dari obat.<br />v Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan.<br />v Menghubungkan dengan benar prosedur tanda gagal pacu jantung.<br /><br />INTERVENSI<br />RASIONAL<br />• Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal.<br />• Jelaskan/tekankan masalah disritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/orang terdekat.<br />• Identifikasi efek merugikan/komplikasi disritmia khusus, contoh kelemahan, edema dependen, perubahan mental lanjut, vertigo.<br />•
Anjurkan /catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat
diperlukan (tindakan yang dibutuhkan), bagaimana dan kapan minum obat,
apa yang dilakukan bila dosis terlupakan (informasi dosis dan
penggunaan), efek samping yang diharapkan atau kemungkinan reaksi
merugikan, interaksi dengan obat lain/obat yang dijual bebas atau
substansi (alcohol, tembakau), sesuai dengan apa dan kapan melaporkan ke
dokter.<br />• Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan
berlebihan. Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan aktivitas cepat,
contoh pusing, silau, dispnea, nyeri dada.<br />• Kaji ulang kebutuhan diet individu/pembatasan, contoh kalium dan kafein.<br />• Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien/orang terdekat untuk dibawa pulang.<br />•
Anjurkan pasien melakukan pengukuran nadi dengan tepat. Dorong
pencatatan nadi harian sebelum minum obat/latihan. Identifikasi situasi
yang memerlukan intervensi medis cepat.<br />• Kaji ulang kewaspadaan
keamanan, tehnik untuk mengevaluasi/mempertahankan pacu jantung atau
fungsi AICD dan gejala yang memerlukan intervensi medis.<br />• Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus maneuver. Valsalva bila perlu.<br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />1. Emergency Cardiovascular Care Program, Advanced Cardiac Life Support, 1997-1999, American Heart Association.<br />2. Noer Sjaifoellah, M.H. Dr. Prof, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Edisi ketiga, 1996, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.<br />3. http://www.rnceus.com/course_frame.asp?exam_id=16&directory=ekg<br />4. http://www.ce5.com/ekg101.htm<br />5. http://www.kompas.com/kesehatan/news/0305/07/112208.htm<br />6. http://www.rnceus.com/course_frame.asp?exam_id=16&directory=ekg<br />7. Smeltzer Bare, 2002, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & Studdarth, edisi 8 , EGC, Jakarta.<br />8. Guyton & Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Cetakan I, EGC, Jakarta.<br />9. http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2004/3/7/ink1.html<br />10. Ganong F. William, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC, Jakarta.<br />11. Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume I, EGC, Jakarta.<br />Diposkan oleh Ners Semarang di 04:17 0 komentar Link ke posting ini <br />Label: KARDIOVASKULER <br />Jumat, 2007 Agustus 03<br />ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ARITMIA <br />LAPORAN PENDAHULUAN<br />ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ARITMIA<br /><br />1. Definisi<br />Gangguan
irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi
pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada
frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit
abnormal atau otomatis (Doenges, 1999). Aritmia timbul akibat perubahan
elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini
bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman
grafik aktivitas listrik sel (Price, 1994). Gangguan irama jantung tidak
hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk
gangguan kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996).<br /><br />2. Etiologi<br />Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :<br />1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi)<br />2. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.<br />3. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat anti aritmia lainnya<br />4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)<br />5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung<br />6. Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.<br />7. Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)<br />8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)<br />9. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung<br />10. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi jantung)<br />2. Pathofisiologi<br />Terlampir<br /><br />Manifestasi klinis<br />1.
Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur;
defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut
menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin
menurun bila curah jantung menurun berat.<br />2. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.<br />3. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah<br />4.
Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi
nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan
komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau
fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.<br />5. demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan<br /><br />Pemeriksaan Penunjang<br />2.
EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan
tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat
jantung.<br />3. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan
untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila
pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi
fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.<br />4. Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup<br />5.
Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan
miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan
dinding dan kemampuan pompa.<br />6. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.<br />7. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.<br />8.
Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya
obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.<br />9. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.<br />10. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.<br />11. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.<br /><br />Penatalaksanaan Medis<br />12. Terapi medis <br />Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :<br />1. Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker<br />• Kelas 1 A<br />Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.<br />Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang menyertai anestesi.<br />Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang<br />• Kelas 1 B<br />Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.<br />Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT<br /><br />• Kelas 1 C<br />Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi<br />2. Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)<br />Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi<br />3. Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)<br />Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang<br />4. Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)<br />Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia<br />13. Terapi mekanis<br />1.
Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan
disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur
elektif.<br />2. Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat. <br />3.
Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan
mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada
pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.<br />4. Terapi pacemaker
: alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke
otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.<br /><br />Pengkajian<br />1. Riwayat penyakit<br />• Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi<br />• Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi<br />• Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi <br />• Kondisi psikososial<br />15. Pengkajian fisik<br />1. Aktivitas : kelelahan umum<br />2.
Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin
tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi
ekstra, denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat,
sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung
menurun berat.<br />3. Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,marah, gelisah, menangis.<br />4.
Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap
makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit<br />5. Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.<br />6. Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah<br />7.
Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan
kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki,
mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal
jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal;
hemoptisis.<br />8. Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat);
inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus
otot/kekuatan<br />Diagnosa keperawatan dan Intervensi<br />Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.<br />Kriteria hasil :<br />1.
Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh
TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba sama,
status mental biasa<br />2. Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia<br />3. Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.<br />Intervensi :<br />4. Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan, amplitudo dan simetris.<br />5. Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.<br />6. Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan.<br />7. Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia atrial; disritmia ventrikel; blok jantung<br />8. Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.<br />9. Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi<br />10.
Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor
penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah
mengkerut, menangis, perubahan TD<br />11. Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi<br />12. Kolaborasi :<br />13. Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit<br />14. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi<br />15. Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmi<br />16. Siapkan untuk bantu kardioversi elektif<br />17. Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung<br />18. Masukkan/pertahankan masukan IV<br />19. Siapkan untuk prosedur diagnostik invasif<br />20. Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrilator<br /><br />Kurang
pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan dengan
kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.<br />Kriteria hasil : <br />1. menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan<br />2. Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping obat<br />Intervensi :<br />3. Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal<br />4. Jelakan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/keluarga<br />5. Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh kelemahan, perubahan mental, vertigo.<br />6.
Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat
diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan bila
dosis terlupakan<br />7. Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan<br />8. Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein<br />9. Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa pulang<br />10. Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat<br />11. Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung dan gejala yang memerlukan intervensi medis<br />12. Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-25863320692062945642013-05-26T04:04:00.000-07:002017-10-06T04:15:34.188-07:00KONTRASEPSI<br />A. DEFINISI<br /><br />Kontrasepsi (Contraception) adalah
alat, obat, efek atau tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah
kehamilan. Secara halus, kontrasepsi diistilahkan juga sebagai Keluarga
Berencana atau KB. Kontrasepsi adalah alat untuk mencegah kehamilan
setelah berhubungan intim.Alat ini atau cara ini sifat tidak permanen
,dan memungkinkan pasangan untuk mendapatkan anak apabila
diinginkan.Ada berbagai macam jenis Alat Kontrasepsi yang tersedia di
pasaran ,yang dapat dibeli dengan bebas. <br />Berbeda dengan aborsi,
kontrasepsi menghindari kehamilan dengan mencegah terjadinya pembuahan
itu sendiri. Sedangkan aborsi adalah mencegah berlanjutnya kehamilan
setelah kehamilan itu terjadi. <br /><br />B. METODE KONTRASEPSI<br /><br />1.
Metode Alami : yaitu dengan mengetahui kapan persisnya masa subur, dan
sebagai metode kontrasepsi, menghindari terjadinya pembuahan pada masa
subur tersebut.<br />a) Metode LAM - khusus untuk ibu menyusui ASI eksklusif <br />b) Metode Kesadaran kesuburan atau Metode KB Alami[2] <br />c) Metode Kalender - Sudah ketinggalan zaman dan digantikan dengan metode di atas. <br />2. Metode Dalam Rahim <br />a) IUD <br />b) IUS <br />3. Metode Hormonal <br />a) Metode Hormonal Kombinasi (estrogen + progesteron) <br /> Cincin Vagina <br /> Pil KB <br /> Suntik Lunelle <br />b) Metode Hormonal Progesteron Saja <br /> Pil POP <br /> Suntik Depo Provera <br /> Susuk KB <br />4. Metode Penghalang <br />a) Kondom <br />b) Diafragma <br />c) Lea's shield <br />d) Cervical cap <br />e) Contraceptive sponge <br />5. Sterilisasi atau kontrasepsi mantap <br />a) Tubektomi <br />b) Vasektomi <br /><br />C. KEUNTUNGAN KONTRASEPSI<br />Ada
bermacam-macam alasan pribadi: untuk mengatur jumlah dan jarak anak
yang diinginkan, mencegah kehamilan di luar nikah dan mengurangi resiko
terjangkit penyakit hubungan seksual. Secara internasional, kontrasepsi
dibutuhkan untuk membatasi jumlah penduduk dunia dan menjamin
ketersediaan sumber daya alam sehingga menjaga kualitas hidup manusia.<br />D. SERBA-SERBI KONTRASEPSI<br />Mengambil
keputusan yang tepat untuk sebuah keluarga yang terencana bukanlah hal
mudah. Seyogyanya, pasangan harus mengetahui fakta dan informasi yang
benar seputar kontrasepsi, termasuk plus minusnya agar semakin mantap
membuat keputusan yang tepat.<br />Zaman sekarang banyak wanita lebih
memilih oral kontrasepsi atau lebih dikenal sebagai pil KB. Kenapa
begitu? Selain paling efektif, aman dan efek sampingnya relatif rendah,
penggunaannya juga praktis.<br />Pil kontrasepsi yang banyak beredar di
pasaran umumnya tersedia dalam bentuk calendar pack. Setiap kemasan
berisi 21 buah pil aktif yang harus diminum setiap hari selama 21 hari.
Menstruasi akan terjadi saat minum plasebo atau pada interval 7-hari
bebas minum pil.<br />Pil kontrasepsi kombinasi mengandung estrogen dan
progestin / progesteron.Ada pula pil kontrasepsi dengan efektivitas
lebih rendah karena hanya mengandung progesteron (POP =
progestin-only-pill), biasanya digunakan pada masa menyusui.<br />E. MACAM-MACAM KONTRASEPSI<br />Supaya
bisa memutuskan pilihan yang paling tepat sesuai kebutuhan dan kondisi
Anda, ayo kenali berbagai jenis alat kontrasepsi dan cari tahu mana yang
sesuai untuk Anda.<br />Efektivitas suatu metode kontrasepsi biasanya
dinyatakan dengan angka z (PI). Angka ini menunjukkan jumlah kehamilan
yang terjadi pada 100 wanita bila menggunakan metode kontrasepsi
tersebut selama 1 tahun. Angka PI yang semakin kecil menandakan semakin
efektifnya metode kontrasepsi tersebut.<br />1. KONTRASEPSI STERILISASI<br />Yaitu
pencegahan kehamilan dengan mengikat sel indung telur pada wanita
(tubektomi) atau testis pada pria (vasektomi). Proses sterilisasi ini
harus dilakukan oleh ginekolog (dokter kandungan). Efektif bila Anda
memang ingin melakukan pencegahan kehamilan secara permanen, misalnya
karena faktor usia.<br />2. KONTRASEPSI TEKNIK<br />a) Coitus Interruptus
(senggama terputus): ejakulasi dilakukan di luar vagina. Efektivitasnya
75-80%. Faktor kegagalan biasanya terjadi karena ada sperma yang sudah
keluar sebelum ejakulasi, orgasme berulang atau terlambat menarik penis
keluar.<br />b) Sistem kalender (pantang berkala): tidak melakukan
senggama pada masa subur, perlu kedisiplinan dan pengertian antara suami
istri karena sperma maupun sel telur (ovum) mampu bertahan hidup s/d 48
jam setelah ejakulasi. Efektivitasnya 75-80%. Faktor kegagalan karena
salah menghitung masa subur (saat ovulasi) atau siklus haid tidak
teratur sehingga perhitungan tidak akurat.<br />c) Prolonged lactation
atau menyusui, selama 3 bulan setelah melahirkan saat bayi hanya minum
ASI dan menstruasi belum terjadi, otomatis Anda tidak akan hamil. Tapi
begitu Ibu hanya menyusui < 6 jam / hari, kemungkinan terjadi
kehamilan cukup besar.<br />3. KONTRASEPSI MEKANIK<br />a) Kondom: Efektif
75-80%. Terbuat dari latex, ada kondom untuk pria maupun wanita serta
berfungsi sebagai pemblokir / barrier sperma. Kegagalan pada umumnya
karena kondom tidak dipasang sejak permulaan senggama atau terlambat
menarik penis setelah ejakulasi sehingga kondom terlepas dan cairan
sperma tumpah di dalam vagina. Kekurangan metode ini:<br /> Mudah robek bila tergores kuku atau benda tajam lain<br /> Membutuhkan waktu untuk pemasangan<br /> Mengurangi sensasi seksual<br />b)
Spermatisida: bahan kimia aktif untuk 'membunuh' sperma, berbentuk
cairan, krim atau tisu vagina yang harus dimasukkan ke dalam vagina 5
menit sebelum senggama. Efektivitasnya 70%. Sayangnya bisa menyebabkan
reaksi alergi. Kegagalan sering terjadi karena waktu larut yang belum
cukup, jumlah spermatisida yang digunakan terlalu sedikit atau vagina
sudah dibilas dalam waktu < 6 jam setelah senggama.<br />c) Vaginal
diafragma: lingkaran cincin dilapisi karet fleksibel ini akan menutup
mulut rahim bila dipasang dalam liang vagina 6 jam sebelum senggama.
Efektivitasnya sangat kecil, karena itu harus digunakan bersama
spermatisida untuk mencapai efektivitas 80%. Cara ini bisa gagal bila
ukuran diafragma tidak pas, tergeser saat senggama, atau terlalu cepat
dilepas (< 8 jam ) setelah senggama.<br />d) IUD (Intra Uterine Device)
atau spiral: terbuat dari bahan polyethylene yang diberi lilitan logam,
umumnya tembaga (Cu) dan dipasang di mulut rahim. Efektivitasnya
92-94%. Kelemahan alat ini yaitu bisa menimbulkan rasa nyeri di perut,
infeksi panggul, pendarahan di luar masa menstruasi atau darah
menstruasi lebih banyak dari biasanya.<br />IUS atau Intra Uterine System
adalah bentuk kontrasepsi terbaru yang menggunakan hormon progesteron
sebagai ganti logam. Cara kerjanya sama dengan IUD tembaga, ditambah
dengan beberapa nilai plus:<br />Lebih tidak nyeri dan kemungkinan menimbulkan pendarahan lebih kecil<br />Menstruasi menjadi lebih ringan (volume darah lebih sedikit) dan waktu haid lebih singkat.<br />4. KONTRASEPSI HORMONAL<br />Dengan
fungsi utama untuk mencegah kehamilan (karena menghambat ovulasi),
kontrasepsi ini juga biasa digunakan untuk mengatasi ketidakseimbangan
hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh.<br />Harus diperhatikan beberapa faktor dalam pemakaian semua jenis obat yang bersifat hormonal, yaitu:<br />•
Kontraindikasi mutlak: (sama sekali tidak boleh diberikan):kehamilan,
gejala thromboemboli, kelainan pembuluh darah otak, gangguan fungsi hati
atau tumor dalam rahim. <br />• Kontraindikasi relatif (boleh diberikan
dengan pengawasan intensif oleh dokter): penyakit kencing manis (DM),
hipertensi, pendarahan vagina berat, penyakit ginjal dan jantung. <br />Kontrasepsi
hormonal bisa berupa pil KB yang diminum sesuai petunjuk hitungan hari
yang ada pada setiap blisternya, suntikan, susuk yang ditanam untuk
periode tertentu, koyo KB atau spiral berhormon.<br />a) Pil Kontrasepsi Kombinasi (OC / Oral Contraception)<br />Berupa
kombinasi dosis rendah estrogen dan progesteron. Merupakan metode KB
paling efektif karena bekerja dengan beberapa cara sekaligus sbb:<br /> Mencegah ovulasi (pematangan dan pelepasan sel telur) <br /> Meningkatkan kekentalan lendir leher rahim sehingga menghalangi masuknya sperma <br /> Membuat dinding rongga rahim tidak siap menerima hasil pembuahan <br />Bila
pasien disiplin minum OC-nya, bisa dipastikan perlindungan kontrasepsi
hampir 100%. Selain itu, OC merupakan metode yang paling reversibel,
artinya bila pengguna ingin hamil bisa langsung berhenti minum pil dan
biasanya bisa langsung hamil dalam 3 bulan.<br /> MANFAAT TAMBAHAN OC<br />Selain
berfungsi sebagai alat kontrasepsi, OC ternyata juga memberikan manfaat
yang tidak langsung berhubungan dengan efek kontrasepsi
(non-contraceptive benefits) yaitu menyembuhkan atau mengurangi resiko
terjadinya beberapa kelainan atau keluhan tertentu seperti:<br /> Manfaat penyembuhan OC:<br />• Menyembuhkan kelainan menstruasi<br />Pil kontrasepsi dapat menyembuhkan beberapa kelainan menstruasi umum antara lain:<br /> Siklus menstruasi yang tidak teratur (irregular cycle) <br /> Darah yang keluar pada saat menstruasi terlalu banyak (hiper-menore) <br /> Sindroma sebelum haid (premenstrual syndrome / PMS) <br /> Haid dengan rasa nyeri hebat di perut (dismenore). <br />Dengan
mengkonsumsi OC, siklus haid menjadi teratur dan lebih ringan sehingga
resiko terkena anemia dan defisiensi besi berkurang s/d 50%.<br />• Mengatasi masalah hiper-androgenisme<br />Dalam
tubuh wanita diproduksi hormon reproduksi estrogen, progesteron, dan
androgen. Hormon androgen (testosteron) yang umum disebut hormon
reproduksi pria dibutuhkan oleh wanita dalam jumlah sangat sedikit (±
0,5 mg / liter darah) untuk daya tahan tubuh dan gairah seksual
(libido).<br />Wanita usia reproduktif (± 15 - 40 tahun) sering mengalami
ketidakseimbangan hormonal dimana produksi hormon androgennya akan
meningkat sehingga terjadi hiper-androgen yang bisa menyebabkan:<br />
Masalah pada kulit dan rambut: kulit berminyak, komedo, jerawat, ketombe
(yang bisa menyebabkan kebotakan) atau hirsutisme (pola tumbuh rambut
pada yang wanita yang menyerupai pria / male hair pattern)<br /> Masalah
ginekologis: gangguan siklus haid, PCOS (poly-cystic-ovarian-syndrome)
yang bisa menyebabkan sulit punya anak, kegemukan (obesitas) dan
abnormalitas metabolisme tubuh.<br />OC istimewa mengandung CPA
(Siproteron Asetat), zat anti-androgen paling efektif saat ini yang
bekerja khusus mengatasi masalah hiper-androgen dengan menekan produksi
androgen (dalam tubuh) dan minyak (di bawah permukaan kulit) sehingga
mencegah timbulnya komedo dan ketombe bahkan jerawat.<br />Berbeda dengan
obat-obatan topikal dan antibiotik yang membunuh bakteri dan mengobati
infeksi di permukaan kulit, CPA langsung bekerja pada akar masalah yaitu
dengan mencegah produksi minyak yang berlebihan. Tetapi karena obat ini
bekerja step-by-step dari dalam tubuh untuk menormalkan kadar hormon
androgen, perbaikan pada kulit wajah baru bisa dilihat setelah 1-3 bulan
pemakaian.<br />• Manfaat pencegahan, yaitu OC mengurangi resiko terkena:<br /> Infeksi pada organ reproduksi internal, s/d 50% <br /> Kanker ovarium dan endometrium, s/d 40% <br /> Benjolan jinak payudara, s/d 40% <br /> Kista ovarium, s/d 80% <br /> Infertilitas primer, s/d 40% <br /> Kehamilan ektopik (di luar kandungan), s/d 90% <br /> CARA MINUM OC<br />OC
harus diminum tiap hari dengan cara mengikuti petunjuk nama hari yang
tertera di blisternya. Untuk memulai blister pertama Anda, mulailah
minum pil pada hari pertama haid, misalnya: Anda mendapat haid pada hari
Rabu maka ambil pil yang dibawahnya ada tanda Rabu. Lanjutkan minum pil
setiap hari sampai habis (21 hari) yang pasti jatuh pada hari Selasa.
Kemudian berhenti minum pil selama 7 hari (akan terjadi menstruasi).
Setelah 7 hari bebas pil ini, lanjutkan minum pil dari kemasan yang baru
pada hari Rabu lagi, jadi untuk blister ke-2 dst, selalu ikuti siklus
21 hari minum pil +7 hari bebas tablet.<br />b) Suntik<br />Tersedia suntik 1
bulan (estrogen + progesteron) dan 3 bulan (depot progesteron, tidak
terjadi haid). Cukup praktis tetapi karena memasukkan hormon sekaligus
untuk 1 atau 3 bulan, orang yang sensitif sering mengalami efek samping
yang agak berat.<br />c) Susuk KB (Implan)<br />Depot progesteron, pemasangan dan pencabutan harus dengan operasi kecil.<br />d) Koyo KB (Patch)<br />Ditempelkan di kulit setiap minggu, sayangnya bagi yang berkulit sensitif sering menimbulkan reaksi alergi.<br />e) Disclaim<br />Data
dan informasi yang ditampilkan di situs ini disediakan atas kerjasama
kami dengan perusahaan yang memproduksi produk tersebut dan dapat
digunakan sebagai salah satu bahan referensi. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk menampilkan data dan informasi seakurat mungkin, namun
medicastore dan semua mitra yang menyediakan data dan informasi tidak
bertanggung jawab atas segala kesalahan dan keterlambatan memperbarui
data atau informasi, atau segala kerugian yang timbul karena tindakan
yang berkaitan dengan penggunaan informasi yang disajikan.<br /><br /><br /><br /><br />F. CONTOH GAMBAR KONTRASEPSI<br /><br /><br /><br /><br /><br />Barrier <br />Kontrasepsi barrier atau penghalang terdiri atas ; Kontrasepsi kondom, Kontrasepsi diafragma dan cervical cap, Spermisida<br /> <br />Hormonal<br />Kontrasepsi
hormonal adalah kontrasepsi yang menggunakan preparat hormonal yaitu
estrogen dan progesteron. Estrogen bekerja dengan cara mempengaruhi
ovulasi, perjalanan ovum, atau implantasi. Ovulasi dihambat <br /> <br />Mekanik<br />Kontrasepsi
mekanik antara lain;AKDR (spiral)AKDR adalah alat yang dimasukkan ke
dalam rahim dan mencegah kehamilan dengan cara menganggu <br /> <br />Kondom<br />Kontrasepsi
kondom khusus digunakan hanya bagi pihak lelaki. Kondom untuk lelaki
bekerja dengan cara menampung air mani dan sperma di dalam kantung
kondom dan mencegahnya memasuki saluran reproduksi wanita. <br /> <br />Diafragma & Cervical Cap<br />Diafragma
dan kap servikal adalah merupakan kontrasepsi penghalang yang
dimasukkan ke dalam vagina dan mencegah sperma masuk ke dalam saluran
reproduksi wanita. Diafragma terbuat dari lateks atau karet dengan
cincin yang<br /> <br />Spermisida<br />Spermisida adalah agen yang
menghancurkan membran sel sperma dan menurunkan motilitas (pergerakan)
sperma. Tipe spermisida mencakup foam aerosol, krim, vagina suposituria,
jeli, sponge (busa) yang dimasukkan sebelum <br /> <br />Pil Sekuensial<br />Pil
Sekuensia ini merupakan kombinasi antara pil estrogen dan pil
kombinasi. Cara pemakainnnya dengan diberikan estrogen terlebih dahulu
selama 14-16 hari pertama, selanjutnya kombinasi estrogen<br /> <br />Kontrasepsi Suntikan Progestin<br />Kontrasepsi
suntikan progestin mencegah kehamilan dengan mekanisme yang sama
seperti progestin pil namun kontrasepsi ini menggunakan suntikan
intramuskular (dalam otot ). Yang digunakan adalah <br /> <br />Kontrasepsi Suntikan <br />Maksud
istilah kombinasi disini adalah suntikan Estrogen-Progesteron.Dengan
diberikan secara intramuskular setiap bulan, mengandung 25 mg depo
medroxyprogesteron asetat dan 5 mg estradiol cypionat<br /> <br />Pil Kombinasi<br />Kontrasepsi
pil kombinasi adalah pil yang mengandung sintetik estrogen dan preparat
progesteron yang mencegah kehamilan dengan cara menghambat terjadinya
ovulasi (pelepasan sel telur oleh indung telur) melalui penekanan hormon
LH dan FSH, mempertebal lendir mukosa serviks<br /> <br />Kontrasepsi Pil Progestin <br />Kontrasepsi
pil progestin bekerja mencegah kehamilan dengan cara mempertebal lendir
mukosa leher rahim, mengganggu pergerakan silia saluran tuba, dan
menghalangi pertumbuhan lapisan endometrium<br /> <br />Patch<br />Kontrasepsi
patch ini didesain untuk melepaskan 20µg ethinyl estradiol dan 150 µg
norelgestromin. Mencegah kehamilan dengan cara yang<br /> <br />Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-18022946682336543022013-05-25T04:01:00.000-07:002017-10-06T04:15:52.815-07:00 NUTRISI IBU HAMIL, HYGIENE SELAMA KEHAMILAN, AKTIFITAS PADA IBU HAMIL<br /><br />Bagi ibu hamil dalam mengkonsumsi makanan yang harus
diperhatikan adalah vitamin dan mineral karena penting bagi kesehatan
dirinya dan janin. Nutrisi yang dibutuhkan selama kehamilan antara lain:<br />1. Protein, sangat besar peranannya dalam memproduksi sel-sel darah.<br />2. Karbohidrat, dibutuhkan untuk energi tubuh sehari-hari.<br />3. Kalsium, di masa kehamilan, kalsium penting untuk membantu pertumbuhan si jabang bayi.<br />4. Zat besi, amat penting dalam membantu proses produksi sel-sel darah merah, utamanya untuk mencegah timbulnya anemia.<br />5.
Asam folik, berdasar beberapa temuan para pakar kesehatan, wanita hamil
yang kekurangan asam folik besar risikonya mengalami keguguran ataupun
kerusakan pada janin.<br />6. Lemak, bagi wanita hamil, lemak besar sekali
manfaatnya untuk cadangan energi tubuh, agar sebentar-sebentar tubuh
tidak terasa lelah. Conectique.com)<br /><br />NUTRISI PENTING SELAMA HAMIL<br />Seiring
pertambahan usia kandungan, maka kebutuhan gizi ibu hamil akan
meningkat, terutama setelah memasuki kehamilan trimester kedua. Sebab
pada saat itu, pertumbuhan janin berlangsung pesat – terutama
perkembangan otak dan susunan syaraf — dan membutuhkan asupan giziyang
optimal. <br />Nutrisi yang diperlukan adalah:<br />1. Karbohidrat dan lemak sebagai sumber zat tenaga untuk menghasilkan kalori dapat diperoleh dari serealia, umbi-umbian.<br />2. Protein sebagai sumber zat pembangun dapat diperoleh dari daging, ikan, telur dan kacang-kacangan.<br />3. Mineral sebagai zat pengatur dapat diperoleh dari buah-buahan dan sayur – sayuran.<br />4.
Vitamin B kompleks berguna untuk menjaga sistem saraf, otot dan jantung
agar berfungsi secara normal. Dapat dijumpai pada serealia, biji –
bijian, kacang-kacangan, sayuran hijau, ragi, telur dan produk susu.<br />5.
Vitamin D berguna untuk pertumbuhan dan pembentukan tulang bayi Anda.
Sumbernya terdapat pada minyak hati ikan, kuning telur dan susu.<br />6.
Vitamin E berguna bagi pembentukan sel darah merah yang sehat. Makanlah
lembaga biji-bijian terutama gandum, kacang-kacangan, minyak sayur dan
sayuran hijau.<br />7. Asam folat berguna untuk perkembangan sistem saraf
dan sel darah, banyak terdapat pada sayuran berwarna hijau gelap seperti
bayam, kembang kol dan brokoli. Pada buah-buahan,asam folat terdapat
dalam jeruk, pisang, wortel dan tomat. Kebutuhan asam folat selama hamil
adalah 800 mcg per hari, terutama pada 12 minggu pertama kehamilan.
Kekurangan asam folat dapat mengganggu pembentukan otak, sampai cacat
bawaan pada susunan saraf pusat maupun otak janin. <br />8. Zat besi yang
dibutuhkan ibu hamil agar terhindar dari anemia, banyak terdapat pada
sayuran hijau (seperti bayam, kangkung, daun singkong, daun pepaya),
daging dan hati.<br />9. Kalsium, diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan
gigi janin, serta melindungi ibu hamil dari osteoporosis Jika kebutuhan
kalsium ibu hamil tidak tercukupi, maka kekurangan kalsiumakan diambil
dari tulang ibu. Sumber kalsium yang lain adalah sayuran hijau dan
kacang-kacangan. Saat ini kalsium paling baik diperoleh dari susu serta
produk olahannya. Susu juga mengandung banyakvitamin, seperti vitamin A,
D, B2, B3, dan vitamin C. (conectique.com) <br /><br />Kebutuhan Makan Ibu Hamil dalam Sehari <br />Bahan makanan Wanita dewasa<br /> tidak hamil Ibu hamil <br /> Triwulan I Triwulan II Triwulan III<br />Nasi<br />Ikan<br />Tempe<br />Sayuran<br />Buah<br />Gula<br />Susu<br />Air 3 ½ piring<br />1 ½ potong<br />3 potong<br />1 ½ mangkuk<br />2 potong<br />5 sdm<br />-<br />4 gelas 3 ½ piring<br />1 ½ potong<br />3 potong<br />1 ½ mangkuk<br />2 potong<br />5 sdm<br />1 gelas<br />6 gelas 4 piring<br />2 potong<br />4 potong<br />3 mangkuk<br />2 potong<br />5 sdm<br />1 gelas<br />6 gelas 3 piring<br />3 potong<br />5 potong<br />3 mangkuk<br />2 potong<br />5 sdm<br />1 gelas<br />6 gelas<br /><br />PENGAWASAN WANITA HAMIL<br />1. Kebersihan dan Pakaian<br />Kebersihan
harus selalu dijaga pada masa hamil. Baju hendaknya longgar dan mudah
dipakai. Jika telah sering hamil, maka pemakaian setagen untuk menunjang
otot-otot perut baik dinasihatkan. Sepatu atau alas kaki lain dengan
tumit yang tinggi sebaiknya jangan dipakai, oleh karena tempat titik
berat wanita hamil berubah, sehingga mudah tergelincir atau jatuh.<br />Mammae
yang bertambah besar juga membutuhkan kutang atau BH yang lebih besar
dan cukup menunjang. Mammae hendaknya dipelihara seperti telah
dikemukakan agar kelak dapat menyusui bayi yang dilahirkan.<br /><br />2. Diet dan Pengawasan Berat Badan<br />Hal
ini penting dalam pengawasan ibu hamil. Kekurangan atau kelebihan
nutrisi dapat menyebabkan kelainan yang tidak diinginkan pada wanita
hamil tersebut. Kekurangan makanan dapat menyebabkan anemia, abortus,
partus prematurus inersia uteri, hemaragia postpartum, sepsis
puerperalis, dan sebagainya. Sedangkan makan secara berlebihan karena
wanita tersebut salah mengerti bahwa ia makan untuk “dua orang” dapat
pula mengakibatkan komplikasi antara lain pre-eklampsia, bayi terlalu
besar, dan sebagainya. Anjurkanlah wanita tersebut makan secukupnya
saja. Bahan makanan tidak perlu mahal, akan tetapi cukup mengandung
protein baik meningkat. Adapun kebutuhan ini dipergunakan untuk antara
lain pertumbuhan plasenta, pertambahan volume darah, mamma yang
membesar, dan metabolisme basal yang meningkat. Tentang kebutuhan
protein, mineral dan vitamin pada waktu hamil dan tidak hamil telah
diuraikan di atas. Sebagai pengawasan akan kecukupan gizi ini dapat
dipakai kenaikan berat badan wanita tersebut. Kenaikan berat badan
wanita hamil rata-rata 6,5 kg sampai 16 kg. bila badan naik lebih dari
semestinya, anjurkan untuk mengurangi makanan yang mengandung
karbohidrat. Lemak jangan dikurangi, terlebih-lebih sayur-mayur dan
buah-buahan. Bila berat badan tetap saja atau menurun semua makanan
dianjurkan, terutama yang mengandung protein dan besi. Seandainya
terdapat edema pada kaki, sedangkan kenaikan berat badan sesuai dengan
kehamilan, maka anjurkan untuk tidak memakan makanan yang mengandung
garam atau makanan yang kaya akan ion natrium dan klorida. Waktu hamil
hendaknya diberikan pula pengertian tentang Keluarga Berencana.<br /><br />3. Perawatan gigi geligi<br />Pada
triwulan pertama wanita hamil mengalami enek dan muntah (morning
sickness). Keadaan ini menyebabkan perawatan gigi tidak diperhatikan
dengan baik, sehingga timbul karies, gingivitis, dan sebagainya.
Tindakan penambalan gigi dan percabutan gigi jarang merupakan
kontraindikasi.<br />Bila kerusakan-kerusakan gigi ini tidak diperhatikan
dengan baik, hal ini dapat mengakibatkan komplikasi, seperti nefritis,
septikemia, sepsis puerelis, oleh karena infeksi yang menyebar ke
mana-mana. Maka dari itu bila keadaan mengizinkan, tiap wanita hamil
harus memeriksakan giginya secara teratur sewaktu hamil.<br />Imunisasi : <br />Tiap
wanita hamil yang akan berpergian ke luar negeri dan di dalam negeri
dibolehkan mengambil vaksiniasi ulangan terhadap cacar, kolera dan
tifus. Di Indonesia dahulu perencanaan merupakan suatu keharusan bagi
tiap penduduk, maka untuk wanita hamil pencacaran itu umumnya merupakan
pencacaran ulang dan tidak seberapa membahayakan. Akan tetapi, bila ada
wabah, maka pencacaran biar pun untuk pertama kali hendaknya tetap
dijalankan untuk melindungi ibu dan janin. Infeksi pada janin melalui
plasenta dapat terjadi dan variola rupanya dapat berkaitan fatal bagi
janin. Virus vaksin dapat melintasi plasenta dan dapat menimbulkan
kerusakan-kerusakan pada macam-macam alat dan plasenta. Umum berpendapat
bahwa infeksi trasplansental itu hanya terjadi pada wanita hamil yang
baru pertama kali dicacar. Kmaka dari itu, dianjurkan agar pencacaran
pertama sebaiknya dilakukan sebelum tua kehamilan melewati 20 minggu.<br />Untuk
melindungi janin yang akan dilahirkan terhadap tetanus neonatonum
dewasa ini dianjurkan untuk diberikan toxoid tetaus pada ibu hamil.<br /><br /><br /><br /><br />4. Wanita Pekerja <br />Wanita
hamil boleh bekerja, tatapi jangan terlalu berat. Lakukan istirahat
sebanyak mungkin. Menurut undang-undang perubahan, wanita hamil berhak
mendapat cuti hamil satu setengah bulan sebelum bersalin dan
satu-setengah bulan setelah bersalin.<br />Hendaknya menasihatkan pada
wanita hamil agar segera ke dokter atau ke rumah sakit bila terjadi
perdarahan per vaginam. Demikian pula bila ada rasa sakit di perut, bila
suhu badannya naik tinggi, berkeringat banyak, pengelihatan berkurang
atau mata berkunang-kunang, kencing sedikit, keluar cairan dari vagina
dan sebaiknya. Hendaknya keluhan-keluhan ini ditanggapi dengan baik oleh
pengawas kehamilan itu.<br />Pada minggu-minggu terakhir kehamilan,
tanda-tanda permulaan persalinan secara sederhana harus diberitahukan
kepada wanita hamil itu. Beritahukan bahwa his akan mulai timbul,
mula-mula lemah, lamanya tiap 15 detik dengan jarak antara 30 menit
sampai 15 menit. Akan tetapi, dalam beberapa jam akan lebih sering dan
lebih kuat. Ada kalanya his menjadi berkurang dan hilang sama sekali.
Ini dikenal sebagai false labour. Jika his lebih terasa dan timbul tiap
sepuluh menit, maka baiklah disuruh segera ke rumah sakit atau rumah
bersalin, atau memanggil bidan bila persalinan akan dilakukan dirumah
sakit atau rumah. His makin lama makin kuat dan sering dan biasanya
diikuti oleh keluarnya lendir bersemu darah. Lendir berasal dari kanalis
servikalis dan perdarahan oleh karena adanya pembuluh-pembuluh darah
yang pecah pada waktu serviks mendatar. Bila perdarah lebih banyak,
serharusnya wanita itu disuruh segera masuk rumah sakit. Kadang-kadang
ketuban pecah lebih dahulu sebelum ada his yang teratur. dalam hal ini
wanita hamil itu harus segera masuk rumah sakit pula. <br />Berikan
sekedar peringertian apa yang akan terjadi pada kala I untuk ketenangan
wanita yang sedang bersalin itu, dan jika dapat, sebaiknya ia didampingi
oleh salah seorang perawat, bidan atau salah seorang anggota
keluarganya, misalnya suaminya, atau ibunya. Hal akhir ini
dipertimbangkan apakah memang diperlukan. Tidak jarang wanita perlu
diistirahatkan; dalam hal ini lebih baik ia tidak ditemani anggota
keluarga. Akhirnya perlu dianjurkan untuk memikirkan adanya
faktor-faktor resiko tinggi seperti umur penderita lebih dari 35 tahun,
hipertensi, penyakit jantung dan sebagainya untuk dirujuk ke tempat
kesehatan kompeten.<br /><br />5. Hygiene selama kehamilan<br />Kesehatan
rohani dan jasmani saat hamil sangat penting karena berkaitan dengan
pertumbuhan rohani dan jasmani janin dalam rahim. Kini sudah banyak
wanita karier yang bekerja di luar rumah sebanding dengan perkembangan
kemajuan pendidikan. Untuk mempertahankan kesehatan rohani dan jasmani
perlu melakukan aktivitas dan olah raga. Wanita hamil boleh melakukan
kerja di luar rumah sesuai dengan bidang yang dapat di tekuninya.
Pekerjaan dalam rumah tanggapun tidak dihalangi sepanjang dapat di
lakukan. Pekerjaan jangan dipaksakan sehingga istirahat yang cukup
selama kurang lebih 8 jam sehari. Istirahat berbaring dapat memperbaiki
peredaraan darah. Pekerjaan berat dan strees dapat menimbulkan gangguan
hormonal sampai keguguran atau persalinan prematuritas. Senam hamil
dapat dilakukan dalam batas tertentu dengan bimbingan instruktur.<br />Ibu
hamil dan menyusui juga penting memperhatikan kebersihan badan.
Kebersihan jasmani sangat penting karena saat hamil banyak keringat,
terutama di daerah lipatan kulit. Mandi dua – tiga kali sehari membantu
kebersihan badan dan mengurangi infeksi. Putting susu perlu mendapat
perhatian khusus, membersihkan putting susu sambil menarik keluar ASI.
Pakaian sebaiknya dari bahan yang dapat menyerap keringat, sehingga
badan selalu kering terutama di daerah lipatan kulit. <br /><br />6. Perawatan Payudara<br />Masa
kehamilan kadang menimbulkan perasaan lesi dan lebih sehingga muncul
rasa malas. Walaupun demikian ibu hamil hendaknya tetap merawat
tubuhnya, misalnya, menjaga kebersihan gigi, rambut, kulit dan pakaian
yang dikenakan sesuai dan bersih, juga merawat payudara. Mengapa
perawatan payudara penting? Karena pada tubuh yang sehat, bersih dan
terawat pada akhirnya akan menimbulkan rasa segar dan gairah hidup.
Sehingga akan mengusir rasa lelah itu sendiri. Khususnya dalam hal
merawat payudara, baik selama masa kehamilan maupun setelah bersalin,
selain akan menjaga bentuk payudara juga akan memperlancar keluarnya
ASI. <br /><br />Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-21812635647726366922013-05-24T03:57:00.000-07:002017-10-06T04:16:19.557-07:00ASKEP PADA BAYI BARU LAHIR DG IRDS (IDIOPATHIC RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME ) <h3 class="post-title entry-title">
</h3>
<div class="post-header">
</div>
<br /><br /><br />A. PENGERTIAN<br />Distress Pernafasan adh penyakit paru yg akut dan berat terutama menyerang bayi preterm ( Wong,Donna.L )<br />IRDS adh keadaan hipoksia dan cidera paru yg terjadi akibat atelektasis primer yg luas. ( Crowin,Elizabeth,2000 ).<br /><br />B. ETIOLOGI<br /> Deffisiensi surfaktan<br /> Absorbsi cairan paru tdk lancar ( takhipnea transient pd BBl )<br /> Aspirasi mekonium<br /> Pneumonia bakteri/virus<br /> Sepsis<br /> Obstruksi mekanis/hipotermia.<br /> RDS …………… dilihat dari deffisiensi surfakatan<br /><br />C. FAKTOR RESIKO<br /> Prematuritas : 5%-10 % dari bayi prematur<br /><br />D. GAMBARAN KLINIS<br /> Peningkatan kecepatan pernafasan<br /> Kulit kehitaman akibat hipoksia<br /> Retraksi dinding dada<br /> Pernafasan cuping hidung<br /> Banyak bayi selamat dr IRDS,dimana gx mereda dan hilang biasanya dalam 3 hr<br /><br />E. PENATALAKSANAAN<br />1.
Pencegahan mencakup intervensi perilaku dan terapi farmakologis utk
menunda persalinan atau menghentikan persalinan,dan menentukan usia
kehamilan scr tepat utk memperkecil persalinan premature mml operasi
sesar.<br />2. Kortikosteroid 24 jam sblm persalinan bayi premature.<br />3. Pengobatan supportif :<br /> Terapi Oksigen<br /> Lingkungan yg tenang<br /> Dukungan nutrisi<br /> Evaluasi BGA<br />4. Pemberian surfaktan buatan.<br /><br />F. KOMPLIKASI<br /> Displasia bronkopulmonaris<br /> Tanda-tanda dr dispnea dpt berlanjut dan menyebabkan kelelahan,kegagalan pernafasan,kematian bayi biasanya dlm 3 hari.<br /><br />G. PENGKAJIAN<br /> Takhipnea ( diawal kmd apnea )<br /> Retraksi substernal <br /> Krekels inspirasi<br /> Mengorok ekspiratori<br /> Pernafasan cuping hidung<br /> Sianosis<br /> Pernafasan sulit<br /> Bila berlanjut ;<br /> Lemah,lesu<br /> Tdk responsive<br /> Sering mengalami periode apnea<br /> Penurunan bunyi nafas<br /> Ggn termoregulasi<br /><br />H. DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />1. Pola nafas tdk efektif B.D deffisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar.<br />Tujuan : Pasien menunjukkan oksigenasi adekuat<br />Intervensi :<br />a. Posisikan pasien utk ventilasi yg maksimum:<br /> Posisi nyaman ( flower tinggi )<br /> Hindari pakaian atau bedong yg ketat<br /> Gunakan bantal/bantalan utk pertahankan jln nafas tetap terbuka.<br />b. Tingkatkan istirahat dan tidur.<br />c. Atur aktifitas utk meminimalkan energi<br />d. Beri surfaktan ssi petunjuka pabrik ( u/ menurunkan tegangan permukaan alveolar)<br /> Penghisapan selang ET sblm pemberian surfaktan<br /> Hindari penghisapan minimal 1 jam stlh pemberian surfaktan<br /> Observasi peningkatan pengembangan dada stlh pemberian surfaktan.<br />e. Pantau pengukuran gas dan pembacaan SaO2<br /><br />2. Resiko tinggi cidera krn peningkatan TIK B.D imaturitas SSP dan respon stress fisiologis.<br />Tujuan : <br /> TIK normal<br /> Tdk ada bukti hemoragi ventrikel<br /><br /><br />Intervensi :<br /> Kurangi stimulasi lingkungan krn respon stress:<br /> Atur jadwal utk istirahat/tidur.<br /> Gunakan pengananan minimal/pegang bayi hanya jk perlu.<br /> Hindari bicara keras<br /> Batasi pengunjung<br /> Kaji dn atasi nyeri dg metode farmakologis dan nonfarmakologis.<br /> Hindari obat hipertonik dan cair ( dpt meningkatkan aliran drh serebral )<br /> Tinggikan TT 15 s.d 20 derajat utk menurunkan TIK<br /> Pertahankan oksigenasi adekuat ( Hipoksia dpt meningkatkan aliran drh serebral dan TIK<br /> Hindari membalik memiringkan kepala dg tiba-tiba ( membatasi aliran drh arteri karotis dan oksigenasi yg adekuat keotak ) Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-54956864942471445322013-05-24T03:51:00.000-07:002017-10-05T14:36:29.127-07:00asuhan keperawatan dermatitis
<h3 class="post-title entry-title">
asuhan keperawatan dermatitis </h3>
<div class="post-header">
</div>
A.Definisi <br>
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan meka nisme imunologik yang spesifik.<br>
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering terkena adalah tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara definisi bahan iritan kulit adalah bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit tanpa diketahui oleh sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya sedikit diketahui, tapi sudah jelas terjadi kerusakan pada membran lipid keratisonit.<br>
Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitifitas tipe lambat (tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang menembus lapisan epidermis kulit. Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis, dimana sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen akan timbul reaksi alergi.<br>
<br>
B.Etiologi<br>
Dermatitis Kontak Iritan<br>
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.<br>
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik<br>
Dermatitis Kontak Alergi<br>
Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan tertentu, misalnya alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi alergi. Hapten merupakan alergen yang tidak lengkap (antigen), contohnya formaldehid, ion nikel dll. Hampir seluruh hapten memiliki berat mo lekul rendah, kurang dari 500- 1000 Da. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit. Dupuis dan Benezra membagi jenis -jenis hapten berdasarkan fungsinya<br>
yaitu:<br>
1.Asam, misalnya asam maleat.<br>
2.Aldehida, misalnya formaldehida.<br>
3.Amin, misalnya etilendiamin, para-etilendiamin.<br>
4.Diazo, misalnya bismark-coklat, kongo- merah.<br>
5.Ester, misalnya Benzokain<br>
6.Eter, misalnya benzil eter<br>
7.Epoksida, misalnya epoksi resin<br>
8.Halogenasi, misalnya DNCB, pikril klorida.<br>
9.Quinon, misalnya primin, hidroquinon.<br>
10.Logam, misalnya Ni2+, Co2+,Cr2+, Hg2+.<br>
11.Komponen tak larut, misalnya terpentin.<br>
<br>
C.Patofisiologi<br>
1.Patogenesis<br>
Dermatitis Kontak Iritan<br>
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.<br>
Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.<br>
Dermatitis Kontak Alergi<br>
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :<br>
a.Fase Sensitisasi<br>
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein.<br>
Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell).<br>
Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition).<br>
Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.<br>
b.Fase elisitasi<br>
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.<br>
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan. <br>
<br>
2.Toleransi Imunologis<br>
Struktur kimia, dosis dan cara penyajian dari suatu antigen sangat menentukan potensi sensitivitasnya. Pada aplikasi pertama dari antigen akan menggerakkan dua mekanisme yang berlawanan yaitu sensitisasi (pembentukan T helper cell) dan toleransi imunitas spesifik (pembentukan T supresor cell). Kedua keadaan imunologik ini selanjutnya dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor eksternal seperti pemberian glukokortikoid topikal atau sistemik, radiasi sinar ultra violet dan riwayat dermatitis atopik. Apabila dosis tinggi dari antigen disapukan secara epikutan maka dapat timbul toleransi.Kemungkinan oleh karena sejumlah besar antigen menghindari sel Langerhans epidermal.<br>
Toleransi imunologis dapat dirangsang oleh penggunaan bahan kimia yang<br>
sejenis seperti propilgallat (antioksidan dalam makanan) dan 2-4-dinitro-1-klorobenzen terhadap dinitroklorobenzen (DNCB), akan dapat menurunkan sensitivitas DNCB, bahkan dapat menjadi tidak responsive. Hal ini disebut proses hardening (pengerasan). Namun proses hardening tidak timbul pada setiap orang dan dapat hilang bila terjadi pemutusan hubungan dengan bahan kontak alergen. Hiposensitisasi dapat dicapai dengan pemberian awal bahan allergen berstruktur sejenis dalam dosis rendah yang kemudian ditingkatkan secara bertahap. Hal ini dapat diterapkan pada sulfonamid dan poison ivy. Akibatnya ambang rangsang untuk reaksi positif terhadap uji tempel akan meningkat. Namun keadaan desensitisasi penuh tidak dapat dicapai. Hiposensitisasi merupakan keseimbangan antara sel efektor dan supresor. Keadaan toleransi ini dapat dirusak oleh siklofosfamid yang secara selektif menghambat sel supresor. Bila ini gagal secara teoritik dapat dilakukan induksi secara intra vena sehingga timbul tolerans terhadap alergen yang diberikan. Menurut Adam hal ini akan merangsang makrofag di limpa untuk membentuk sel T supresor dan menimbulkan toleransi imunitas spesifik. Secara teoritik dapat timbul keadaan quenching yaitu terjadinya potensiasi dari respon alergi dan iritan sehingga kombinasi dari bahan-bahan kimia dapat menimbulkan efek pemedaman yaitu berkurangnya ekspresi atau induksi sensitivitas.<br>
<br>
3.Gambaran Histopatologis<br>
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak iritan. <br>
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen, seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak sejumlah besar sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel dan di organella sel Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening setempat meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dalam pola peradangannya.<br>
<br>
D.Manifestasi Klinik<br>
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan bergantung pada keparahan dermatitis. Dermatitis kontak umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis kontak iritan umunya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergik.<br>
1.Fase akut.<br>
Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontak dengan bahan penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema dan edema, sedang pada yang berat selain eritema dan edema yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi. Lesi cenderung menyebar dan batasnya kurang jelas. Keluhan subyektif berupa gatal. <br>
2.Fase Sub Akut<br>
Jika tidak diberi pengobatan dan kontak dengan alergen sudah tidak ada maka proses akut akan menjadi subakut atau kronis. Pada fase ini akan terlihat eritema, edema ringan, vesikula, krusta dan pembentukan papul-papul.<br>
3.Fase Kronis<br>
Dermatitis jenis ini dapat primer atau merupakan kelanjutan dari fase akut yang hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan. Walaupun bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak dikenal.<br>
<br>
Dermatitis Kontak Alergi<br>
Sebagaimana disebutkan pada halaman sebelumnya bahwa ada dua jenis bahan iritan, maka dermatitis kontak iritan juga ada dua macam yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronis. Dermatititis kontak iritan akut. Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas.<br>
Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada segera, tetapi ada sejumlah bahan kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin, antralin, asam fluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan akut lambat. Kelainan kulit baru terlihat setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.<br>
<br>
(Dermatitis kontak iritan dengan bahan iritan air liur pada balita)<br>
Dermatitis kontak iritan kronis atau dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh kontak dengan iritan lembah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin; juga bahan contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). Dermatitis kontak iritan kronis mungkin terjadi oleh karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting. Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan.<br>
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang memungkinkan terjadinya dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci, memasak, membersihkan lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun.<br>
<br>
<br>
(Dermatitis kontak iritan akibat detergen)<br>
<br>
Dermatitis Kontak Alergi<br>
Selain berdasarkan fase respon peradangannya, gambaran klinis dermatitis kontak alergi juga dapat dilihat menurut predileksi regionalnya. Hal ini akan memudahkan untuk mencari bahan penyebabnya.<br>
1.Tangan<br>
Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula dermatitis kontak akibat kerja paling banyak ditemukan di tangan. Sebagian besar memang disebabkan oleh bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen dan pestisida.<br>
<br>
(Dermatitis kontak alergi karena nikel pada jam tangan)<br>
<br>
2.Lengan<br>
Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen dan tanaman. Di aksila umumnya oleh bahan pengharum.<br>
3.Wajah<br>
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat topikal, alergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkun disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, perona mata dan obat mata.<br>
4.Telinga<br>
Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab lainnya seperti obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut dan alat bantu pendengaran.<br>
5.Leher dan Kepala<br>
Pada leher penyebabnya adalah kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum, alergen di udara dan zat warna pakaian. Kulit kepala relative tahan terhadap alergen kontak, namun dapat juga terkena oleh cat rambut, semprotan rambut, sampo atau larutan pengeriting rambut.<br>
6.Badan <br>
Dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa ), plastik dan deterjen.<br>
7.Genitalia<br>
Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita dan alergen yang berada di tangan.<br>
8.Paha dan tungkai bawah<br>
Disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, sandal dan sepatu.<br>
<br>
E.Pemeriksaan Penunjang<br>
Alergi kontak dapat dibuktikan dengan tes in vivo dan tes in vitro. Tes in vivo dapat dilakukan dengan uji tempel. Berdasarkan tehnik pelaksanaannya dibagi tiga jenis tes tempel yaitu :<br>
1.Tes Tempel Terbuka<br>
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap.<br>
2.Tes Tempel Tertutup<br>
Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya dievaluasi.<br>
3.Tes tempel dengan Sinar<br>
Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet baru akan bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo. Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan tersebut.<br>
Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji tempel sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji tempel misalnya obat antihistamin dan kortikosteroid.<br>
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan penderita maka dengan mudah dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positif maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu. <br>
Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut belum standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.<br>
<br>
F.Penatalaksanaan<br>
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.<br>
1.Pencegahan <br>
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.<br>
2.Pengobatan<br>
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.<br>
c.Pengobatan topikal<br>
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :<br>
1)Kortikosteroid<br>
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis. <br>
2)Radiasi ultraviolet<br>
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. <br>
3)Siklosporin A<br>
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.<br>
4)Antibiotika dan antimikotika<br>
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.<br>
5)Imunosupresif topikal<br>
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.<br>
d.Pengobatan sistemik<br>
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :<br>
1)Antihistamin<br>
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.<br>
2)Kortikosteroid<br>
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.<br>
3)Siklosporin<br>
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.<br>
4)Pentoksifilin<br>
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.<br>
5)FK 506 (Takrolimus)<br>
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.<br>
6)Ca++ antagonis<br>
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.<br>
7)Derivat vitamin D3<br>
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.<br>
8)SDZ ASM 981<br>
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin<br>
<br>
G.Prognosis<br>
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah penyebab dermatitis kontak, kapan terapi mulai dilakukan, apakah pasien sudah menghindari faktor pencetusnya, terjadinya kontak ulang dan adanya faktor individual seperti atopi. Dengan adanya uji tempel maka prognosis dermatitis kontak alergik lebih baik daripada dermatitis kontak iritan dan DKI yang akut lebih baik daripada DKI kronis yang bersifat kumulatif dan susah disembuhkan. Dermatitis kontak alergik terhadap bahan-bahan kimia industri yang penggunaannya pada tempat-tempat tertentu dan tidak terdapat dalam lingkungan di luar ja m kerja atau pada barang-barang milik pribadi, mempunyai prognosis yang buruk, karena bahan-bahan tersebut terdapat sangat banyak dipakai dalam kehidupan kita sehari-hari.<br>
<br>
H.Pencegahan<br>
Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan bahan yang telah disebutkan di atas. Strategi pencegahan meliputi:<br>
Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan secepatnya, dapat menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit. <br>
Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk menghindari kontak dengan bahan pembersih. <br>
Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk menghindari kontak dengan bahan alergen atau iritan. <br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
BAB III<br>
ASUHAN KEPERAWATAN<br>
<br>
A.Pengkajian<br>
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.<br>
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.<br>
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.<br>
Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :<br>
1.Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.<br>
2.Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.<br>
3.Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah pada tempat kontak.<br>
4.Rasa gatal<br>
5.Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.<br>
Berbagai jenis kelainan kulit yang harus dipertimbangkan dalam diagnosis<br>
banding adalah :<br>
1.Dermatitis atopik : erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat tertentu seperti lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau keluarganya. Penderita dermatitis atopik mengalami efek pada sisitem imunitas seluler, dimana sel TH2 akan memsekresi IL-4 yang akan merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5 yang merangsang pembentukan eosinofil. Sebaliknya jumlah sel T dalam sirkulasi menurun dan kepekaan terhadap alergen kontak menurun.<br>
2.Dermatitis numularis : merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.<br>
3.Dermatitis dishidrotik : erupsi bersifat kronik residif, sering dijumpai pada telapak tangan dan telapak kaki, dengan efloresensi berupa vesikel yang terletak di dalam.<br>
4.Dermatomikosis : infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur dengan efloresensi kulit bersifat polimorf, berbatas tegas dengan tepi yang lebih aktif.<br>
5.Dermatitis seboroik : bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka terdapat di sekitar alae nasi, alis mata dan di belakang<br>
6.telinga.<br>
7.Liken simplek kronikus : bersifat kronis dan redisif, sering mengalami iritasi atau sensitisasi. Harus dibedakan dengan dermatitis kontak alergik bentuk kronik.<br>
<br>
B.Diagnosis Keperawatan<br>
Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan kulit seperti dermatitis kontak adalah sebagai berikut :<br>
1.Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit<br>
2.Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen<br>
3.Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus<br>
4.Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus<br>
5.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.<br>
6.Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi<br>
<br>
C.Intervensi Keperawatan<br>
Diagnosa :<br>
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit<br>
Tujuan :<br>
Kulit klien dapat kembali normal.<br>
Kriteria hasil :<br>
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan, ditandai dengan mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit, berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak<br>
Intervensi:<br>
Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat. <br>
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.<br>
Gunakan air hangat jangan panas. <br>
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.<br>
Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi busa. <br>
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.<br>
Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari. <br>
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.<br>
<br>
Diagnosa :<br>
Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen<br>
Tujuan :<br>
Tidak terjadi kerusakan pada kulit klien<br>
Kriteria hasil :<br>
Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari alergen<br>
Intervensi<br>
Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui. <br>
Rasional : menghindari alergen akan menurunkan respon alergi<br>
Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung alergen<br>
Hindari binatang peliharaan. <br>
Rasional : jika alergi terhadap bulu binatang sebaiknya hindari memelihara binatang atau batasi keberadaan binatang di sekitar area rumah<br>
Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bila memungkinkan. <br>
Rasional : AC membantu menurunkan paparan terhadap beberapa alergen yang ada di lingkungan.<br>
<br>
Diagnosa :<br>
Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus<br>
Tujuan :<br>
Rasa nyaman klien terpenuhi<br>
Kriteria hasil :<br>
Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet akibat garukan, klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal, klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman<br>
Intervensi<br>
Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.<br>
Rasional : dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif.<br>
Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik. <br>
Rasional : pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan kimia atau komponen pelembut pakaian.<br>
Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang tertinggal. <br>
Rasional : bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebabkan iritas<br>
<br>
Diagnosa :<br>
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.<br>
Tujuan :<br>
Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus.<br>
Kriteria Hasil :<br>
1.Mencapai tidur yang nyenyak.<br>
2.Melaporkan gatal mereda.<br>
3.Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.<br>
4.Menghindari konsumsi kafein.<br>
5.Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.<br>
6.Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.<br>
Intervensi :<br>
Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik.<br>
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.<br>
Menjaga agar kulit selalu lembab.<br>
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.<br>
Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.<br>
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.<br>
Melaksanakan gerak badan secara teratur.<br>
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.<br>
Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.<br>
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.<br>
<br>
Diagnosa :<br>
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.<br>
Tujuan :<br>
Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai<br>
Kriteria Hasil :<br>
1.Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.<br>
2.Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.<br>
3.Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.<br>
4.Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.<br>
5.Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.<br>
6.Tampak tidak meprihatinkan kondisi.<br>
7.Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan<br>
Intervensi :<br>
1.Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri).<br>
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.<br>
2.Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.<br>
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.<br>
3.Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.<br>
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.<br>
4.Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.<br>
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .<br>
5.Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.<br>
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.<br>
6.Mendorong sosialisasi dengan orang lain.<br>
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.<br>
<br>
Diagnosa :<br>
Kurang pengetahuan tentang program terapi<br>
Tujuan :<br>
Terapi dapat dipahami dan dijalankan<br>
Kriteria Hasil :<br>
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.<br>
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.<br>
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.<br>
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.<br>
5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.<br>
Intervensi :<br>
1.Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya.<br>
Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan<br>
2.Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan konsepsi/informasi.<br>
Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat, kebanyakan klien merasakan manfaat.<br>
3.Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan lainnya.<br>
Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi.<br>
4.Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan..<br>
Rasional: Dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk kambuh kembali<br>
<br>
D.Evaluasi<br>
Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang :<br>
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.<br>
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.<br>
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.<br>
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.<br>
5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.<br>
<br>
<br>
PENATALAKSANAAN DERMATITIS SEBOROIK PADA ANAK-ANAK<br>
Dibuat oleh: Restu,Modifikasi terakhir pada Tue 31 of Aug, 2010 [12:56 UTC]<br>
PENATALAKSANAAN DERMATITIS SEBOROIK PADA ANAK-ANAK<br>
<br>
Abstrak<br>
Dermatitis seboroik adalah penyakit kulit dengan peradangan superfisialis kronis, dengan predileksi pada area seboroik, yang remisi dan eksaserbasi. Penyebabnya belum diketahui secara pasti. Faktor predisposisinya ialah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoeic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit dermatitis seboroik antara lain : umur, jenis kelamin, makanan, iklim, stress emosional, dan lingkungan. <br>
Kata kunci : dermatitis seboroik, kelenjar sebacea<br>
Kasus<br>
Seorang anak laki-laki berumur 13 tahun mengeluh gatal pada kulit kepala dan terdapat ketombe yang kasar dan berminyak sejak 3 tahun yang lalu. Pasien merasa keluhan semakin lama semakin bertambah berat dan luas, tetapi hanya terbatas pada kulit kepala. Pasien sudah periksa sebelumnya di Poliklinik Kulit dan Kelamin sebanyak 2 kali, dan merasa keluhan sedikit membaik.<br>
Dari pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan Umum baik, kesadaran composmentis. Pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal. Status Dermatologi plak kuning kecoklatan dengan batas tidak tegas, bentuk tidak teratur, multipel, disertai skuama yang kasar dan berminyak, regional di kulit kepala.<br>
Diagnosis <br>
Dermatitis Seboroik<br>
Terapi<br>
Pasien mendapat terapi antihistamin berupa oxtin tablet 30 mg 2 kali sehari, krim kortikosteroid, dan pencuci rambut dengan Selenium Sulfida. Pengobatan diberikan untuk 5 hari, kemudian pasien disarankan untuk kontrol setelah obat habis atau jika keluhan bertambah. Pasien juga diberikan edukasi agar rajin membersihkan rambut, mencukur rambut sependek mungkin, mencegah stres emosional, dan jangan menggaruk-garuk jika gatal karena hal tersebut dapat menambah derajat keparahan penyakit dan mengganggu proses penyembuhan.<br>
Diskusi<br>
Istilah dermatitis seboroik dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik atau yang banyak mengandung kelenjar sebasea. Berhubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea. Pasien pada kasus ini adalah seorang anak laki-laki yang berusia 13 tahun, jadi hal tersebut sesuai dengan pernyataan bahwa lebih sering terjadi pada laki-laki dan terjadi setelah umur 12 tahun yaitu ketika glandula sebacea menjadi aktif lagi.<br>
Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit antara lain : Umur (orang dewasa), Jenis Kelamin Lebih sering pada pria, makanan (konsumsi lemak dan minum alkohol), Iklim (musim dingin), kondisi fisik dan psikis (status imun, stress emosional), dan lingkungan yang menyebabkan kulit menjadi lembab.<br>
Dermatitis seboroik yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama yang halus dan kasar. Pada bentuk yang lebih berat, seluruh kepala tertutup oleh krusta yang kotor, dan berbau tidak sedap. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga posaurikuler, leher, liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sternal, areola mamae, lipatan dibawah mamae pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenital. <br>
Status Dermatologi pada pasien ini didapatkan plak kuning kecoklatan dengan batas tidak tegas, bentuk tidak teratur, multipel, disertai skuama yang kasar dan berminyak, regional di kulit kepala. Hal ini sesuai untuk efloresensi dari dermatitis seboroik, tampak skuama yang berminyak dengan warna kekuning-kuningan sehingga rambut saling melengket; kadang-kadang dijumpai krusta yang disebut Pitriasis Oleosa.<br>
Diagnosis Banding pada pasien ini adalah dermatitis seboroik, psoriasis, tinea kapitis, pityriasis rosea, dan sifilis stadium II. Meskipun tidak dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis, tetapi dengan pemeriksaan fisik yang cermat diagnosis dermatitis seboroik dapat diegakkan. Untuk menyingkirkan diagnosis banding yang lain dapat dilihat dari gambaran klinis yang khas pada dermatitis seboroik adalah skuama yang berminyak dan kekuningan berlokasi di daerah atau tempat-tempat seboroik. Sedangkan Psoriasis berbeda dengan dermatitis seboroik karena terdapat skuama yang berlapis-lapis dan kasar, disertai dengan tanda tetesan lilin dan Auspitz, tempat predileksinya juga berbeda, gambaran histopatologi dapat membedakannya.Tinea barbae, berbeda dengan dermatitis seboroik dari lokasinya biasa pada daerah jenggot, Tinea kapitis biasanya tampak bercak-bercak botak dengan abses yang dalam, rambut putus-putus dan mudah dilepas, pemeriksaan KOH 10% akan memberikan hasil positif. Pityriasis rosea, berupa makula eritematosa anular dan solitary bentuk lonjong dengan skuama halus, mengikuti arah lipatan kulit dan kadang menyerupai gambaran pohon cemara.terdapat herald patch. Sifilis stadium II, biasanya berupa eritema ditutupi oleh skuama berwarna coklat tembaga, tes serologi positif. <br>
Jika di rumah sakit terdapat fasilitas pemeriksaan penunjang yang lengkap, maka dapat dilakukan pemeriksaan kerokan untuk mengetahui gambaran histopatologi, pemeriksaan mikroflora dari kulit kepala untuk melihat Pityrosporum Ovale, menentukan indeks mitosis pada kulit kepala yang berketombe. Kemudian untuk menyingkirkan diagnosis yang lain dapat dilakukan pemeriksaan KOH 10%, tes serologi sifilis. <br>
Pengobatan pada pasien diberikan secara sistemik dan topikal. Pengobatan Sistemik menggunakan antihistamine berupa oxtin untuk mengurangi rasa gatal dan derajat keparahan penyakit, dan topikal menggunakan krim kortikosteroid, dan cuci rambut dengan Selenium Sulfida.<br>
Selain itu dapat diberikan Isotetrinoin pada kasus yang rekalsitran. Efeknya mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosisnya 0,1-0,3 mg per kg berat badan per hari, perbaikan tampak setelah 4 minggu. Kalau disertai infeksi sekunder diberi antibiotic (penisilin, eritromisin). Bila terdapat P.Ovale yang banyak dapat diberikan ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari. <br>
Pengobatan Topikal, diberikan sampo selenium sulfide dan krim kortikosteroid. Selenium sulfide (selsun) digunakan seminggu 2-3 kali scalp dikeramasi selama 5-15 menit, Obat lain yang dapat digunakan untuk dermatitis seboroik adalah Ter (likuor karbonas detergens 2-5%), Resorsin1-3%, Sulfur praesipitatum 4-20% dapat digabung dengan asam salisilat 3-6%, Kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison 2 ½ %. Pada kasus dengan inflamasi yang berat dapat dipakai kortikosteroid yang lebih kuat, misalnya betametason valerat.<br>
<br>
Kesimpulan<br>
Dermatitis seboroik mempunyai gambaran klinis dan tempat predileksi yang khas, sehingga untuk menegakkan diagnosis dapat hanya dengan pemeriksaan fisik, tetapi untuk kasus yang berat dengan fasilitas pelayanan yang memadai dapat dilakukan pemeriksaan penunjang. Pengobatan diberikan secara sistemik dengan antihistamin, secara topical dengan krim dan sampo. selain itu diberikan edukasi untuk mencegah faktor pencetus dan mengurangi derajat keparahan penyakit. <br>
<br>
Referensi<br>
1. Djuanda Adhi, Budimulja Unandar, Dermatitis Seboroik, dalam Djuanda Adhi, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi Kelima, Hal 200-202, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2007<br>
2. Siregar, R., S., Dermatitis Seboroika, dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi Kedua, Hal 104-106, Balai Penerbit EGC, Jakarta, 2002<br>
3. Johnson, B. A., Nunley, J. R., 2000, Treatment of Seborrheic Dermatitis, American Family Physician Vol. 61/ No. 9 (May 1, 2000).<br>
4. Harahap, M., 2000, Dermatitis seboroik dalam Ilmu Penyakit Kulit, Hipokrates, Jakarta.<br>
5. Schwartz, R. A., Janusz, C. A., Janniger, C. K., 2006, Seborrheic Dermatitis: An Overview, University of Medicine and Dentistry at New Jersey-New Jersey Medical School, Newark, New Jersey, American Family Physician, Volume 74, Number 10 July 1, 2006, www.aafp.org/afpUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-1469330615433613252012-01-01T02:32:00.000-08:002017-10-05T14:37:10.311-07:00ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS
<h3 class="post-title entry-title">ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS </h3><div class="post-header"></div><br>
<br>
A. Definisi<br>
Meningitis adalah radang umum araknoidia,leptomeningitis.(perawatan anak sakit,1984:232). <br>
Meningitis adalah suatu peradangan selaput otak yang biasanya diikuti pula oleh peradangan otak.(penyakit dalam dan penanggulangan,1985).<br>
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi kapita selekta,1996)<br>
<br>
B. Patofisiologi<br>
Otak dilapisi oleh tiga lapisan,yaitu:durameter, arachnoid,dan piameter.cairan otak dihasilkan didalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir melalui sub arachnoid dalam system ventrikuler seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari jari didalam lapisan subarchnoid.<br>
Organisme ( virus/ bakteri ) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak melalui aliran darah didalam pembuluh darah otak. Cairan hidung ( secret hidung ) atau secret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar ), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan kecairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik kecranial maupun kesaraf spinal yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan eksudat ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan hydrocephalus.<br>
<br>
C. Klasifikasi meningitis<br>
1. Meningitis purulenta<br>
adalah radang selaput otak ( aracnoid dan piamater ) yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak daripada orang dewasa.<br>
Meningitis purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain. Kuman secara hematogen sampai keselaput otak; misalnya pada penyakit penyakit faringotonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis dan lain lain. Dapat pula sebagai perluasan perkontinuitatum dari peradangan organ / jaringan didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan lain lain.<br>
Penyebab meningitis purulenta adalah sejenis kuman pneomococcus, hemofilus influenza, stafhylococcus, streptococcus, E.coli, meningococcus, dan salmonella.<br>
Komplikasi pada meningitis purulenta dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna / pengobatan yang terlambat . pada permulaan gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya napsu makan, kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung dan sendi, setelah 12 (dua belas ) sampai 24 (dua pulu empat ) jam timbul gambaran klinis meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam , tanda tanda selaput otak akan menghilang, penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan, penderita sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukan perubahan mental seperti bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan yang berat dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.<br>
<br>
2. Meningitis serosa ( tuberculosa )<br>
Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang dewasa. Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer, biasanya dari paru paru. Meningitis bukan terjadi karena terinpeksi selaput otak langsung penyebaran hematogen, tetapi biasanya skunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga archnoid.<br>
Tuberkulosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa. Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau pengobata yang terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase, paralysis sampai deserebrasi, hydrocephalus akibat sumbatan , reabsorbsi berkurang atau produksi berlebihan dari likour serebrospinal. Anak juga bias menjadi tuli atau buta dan kadang kadang menderita retardasi mental.<br>
<br>
Gambaran klinik pada penyakit ini mulainya pelan. Terdapat panas yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat rasa lemah, berat badan yang menurun, nyeri otot, nyeri punggung, kelainan jiwa seperti halusinasi. Pada pemeriksaan akan dijumpai tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Dapat terjadi hemipareses dan kerusakan saraf otak yaitu N III, N IV, N VI, N VII,N VIII sampai akhirnya kesadaran menurun.<br>
<br>
Meningitis Bakteri<br>
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah hemofilus influenza, diplococcus pneumonia, streptococcus grup A, stapilococcus aurens, E.coli, klebsiela, dan pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan leukosit terbentuk diruangan subarachnoid ini akan terkumpul didalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intra cranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak<br>
akan mengalami infark.<br>
<br>
Meningitis virus<br>
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptic meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti :herpes simplek dan herpes zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh kortek serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.<br>
<br>
D. Pencegahan<br>
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik factor predisposisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC ) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotic) walau gejala gejala infeksi tersebut telah hilang.<br>
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk mengidentifikasi factor atau jenis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius.<br>
<br>
E. Manifestasi Klinik<br>
• Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku<br>
• Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor<br>
• Sakit kepala<br>
• Sakit sakit pada otot<br>
• Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien.<br>
• Adanya disfungsi pada saraf III, IV, VI<br>
• Pergerakan motorik pada awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan biasa terjadi hemiparesis, hemiplagia, dan penurunan tonus otot<br>
• Reflex brudzinski dan reflex kernig positif<br>
• Nausea<br>
• Vomiting<br>
• Takikardia<br>
• Kejang<br>
• Pasien merasa takut dan cemas<br>
<br>
F. Pemeriksaan Diagnostik.<br>
1. analisa CSS dan fungsi lumbal<br>
• Meningitis bacterial : tekanan meningkat, cairan keruh / berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri<br>
• Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negative, kultur virus biasanya hanya dengan prosedur khusus<br>
<br>
2.Glukosa serum : meningkat<br>
<br>
3. LDH serum : meningkat pada meningitis bakteri<br>
• Sel darah putih : meningkat dengan peningkatan neotrofil (infeksi bakteri)<br>
• Elektrolit darah : abnormal<br>
<br>
4.LED : meningkat<br>
Kultur darah / hidung / tenggorokan / urine dapat mengindikasikan daerah “pusat” infeksi /mengidentifikasikan tipe penyebab infeksi<br>
5. MRI /CT Scan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel ; hematum daerah serebral, hemoragik maupun tumor<br>
<br>
G. Penatalaksanaan<br>
Pengobatan biasanya diberikan antibiotik :<br>
<br>
ANTIBIOTIK:<br>
Penicillin G<br>
<br>
ORGANISME:<br>
Pneumococci<br>
Meningococci<br>
Streptococci<br>
<br>
ANTIBIOTIK:<br>
Gentamycin<br>
<br>
ORGANISME:<br>
Klebsiella<br>
Pseodomonas<br>
Proleus<br>
<br>
ANTIBIOTIK:<br>
Chlorampenikol<br>
<br>
ORGANISME:<br>
Haemofilus influenza <br>
<br>
<br>
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MENINGITIS<br>
PENGKAJIAN PASIEN DENGAN MENINGITIS :<br>
1. Keluhan utama<br>
Keluhan utama yang sering adalah panas badan tinggi, koma, kejang dan penurunan kesadaran.<br>
2. Riwayat penyakit sekarang<br>
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian pasien meningitis biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan tersebut diantaranya, sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala berhubungan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.<br>
Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.<br>
pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di RS, pernahkah mengalami tindakan invasive yang memungkinkan masuknya kuman kemeningen terutama tindakan melalui pembuluh darah.<br>
3. Riwayat Penyakit Dahulu<br>
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah pasien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.<br>
Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien terutama apabila ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti TB yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberculosia.<br>
Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic).<br>
<br>
H. Pengkajian psikososial<br>
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.<br>
<br>
Pemeiksaan fisik<br>
1. Aktivitas / istirahat<br>
Gejala : perasaan tidak enak (malaise ), keterbatasan yang ditimbulkan kondisinya.<br>
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan secara<br>
Umum, keterbatasan dalam rentang gerak.<br>
<br>
2. Sirkulasi<br>
Gejala : adanya riwayat kardiologi, seperti endokarditis, beberapa penyakit jantung<br>
Conginetal ( abses otak ).<br>
Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat (berhubungan<br>
Dengan peningkatan TIK dan pengaruh dari pusat vasomotor ). Takikardi, distritmia<br>
( pada fase akut ) seperti distrimia sinus (pada meningitis )<br>
<br>
3. Eleminasi<br>
Tanda : Adanya inkotinensia dan retensi.<br>
<br>
4. Makanan dan Cairan<br>
Gejala : Kehilangan napsu makan, kesulitan menelan (pada periode akut )<br>
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering.<br>
5. Hygiene<br>
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri ( pada periode akut )<br>
<br>
6. Neurosensori<br>
Gejala : sakit kepala ( mungkin merupan gejala pertama dan biasanya berat ) . Pareslisia,<br>
Terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangan sensasi ( kerusakan<br>
Pada saraf cranial ). Hiperalgesia / meningkatnya sensitifitas ( minimitis ) . Timbul<br>
Kejang ( minimitis bakteri atau abses otak ) gangguan dalam penglihatan, seperti<br>
Diplopia ( fase awal dari beberapa infeksi ). Fotopobia ( pada minimtis ). Ketulian<br>
( pada minimitis / encephalitis ) atau mungkin hipersensitifitas terhadap kebisingan,<br>
Adanya hulusinasi penciuman / sentuhan.<br>
Tanda : - status mental / tingkat kesadaran ; letargi sampai kebingungan yang berat hingga<br>
Koma, delusi dan halusinasi / psikosis organic ( encephalitis ).<br>
-Kehilangan memori, sulit mengambil keputusan ( dapat merupakan gejala<br>
Berkembangnya hidrosephalus komunikan yang mengikuti meningitis bacterial )<br>
-Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi.<br>
- Mata ( ukuran / reaksi pupil ) : unisokor atau tidak berespon terhadap cahaya<br>
( peningkatan TIK ), nistagmus ( bola mata bergerak terus menerus ).<br>
-Ptosis ( kelopak mata atas jatuh ) . Karakteristik fasial (wajah ) ; perubahan pada<br>
Fungsi motorik da nsensorik ( saraf cranial V dan VII terkena )<br>
-Kejang umum atau lokal ( pada abses otak ) . Kejang lobus temporal . Otot<br>
Mengalami hipotonia /flaksid paralisis ( pada fase akut meningitis ). Spastik<br>
( encephalitis).<br>
-Hemiparese hemiplegic ( meningitis / encephalitis )<br>
- Tanda brudzinski positif dan atau tanda kernig positif merupakan indikasi adanya<br>
Iritasi meningeal ( fase akut )<br>
-Regiditas muka ( iritasi meningeal )<br>
- Refleks tendon dalam terganggu, brudzinski positif<br>
- Refleks abdominal menurun.<br>
<br>
7. Nyeri / Kenyamanan<br>
Gejala : sakit kepala ( berdenyut dengan hebat, frontal ) mungkin akan diperburuk oleh<br>
Ketegangan leher /punggung kaku ,nyeri pada gerakan ocular, tenggorokan nyeri<br>
Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi /gelisah menangis / mengeluh.<br>
<br>
8. Pernapasan<br>
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru<br>
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (tahap awal ), perubahan mental ( letargi sampai<br>
Koma ) dan gelisah.<br>
9. Keamanan<br>
Gejala : - Adanya riwayat infeksi saluran napas atas atau infeksi lain, meliputi mastoiditis<br>
Telinga tengah sinus, abses gigi, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan,<br>
Fraktur pada tengkorak / cedera kepala.<br>
- Imunisasi yang baru saja berlangsung ; terpajan pada meningitis, terpajan oleh<br>
Campak, herpes simplek, gigitan binatang, benda asing yang terbawa.<br>
-Gangguan penglihatan atau pendengaran<br>
Tanda : - suhu badan meningkat,diaphoresis, menggigil<br>
-Kelemahan secara umum ; tonus otot flaksid atau plastic<br>
- Gangguan sensoris<br>
<br>
Diagnosa Keperawatan<br>
1. Resiko tinggi terhadap ( penyebaran ) infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh.<br>
Hasil yang diharapkan / criteria evaluasi pasien anak ; mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain<br>
Intervensi<br>
a. Pertahankan teknik aseptik dan cuci tangan baik pasien, pengunjung, maupun staf.<br>
Rasional ; menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajanan pada individu terinfeksi ( mis : individu yang mengalami infeksi saluran napas atas )<br>
b. Pantau dan catat secara teratur tanda-tanda klinis dari proses infeksi.<br>
Rasional : Terapi obat akan diberikan terus menerus selama lebih 5 hari setelah suhu turun ( kembali normal ) dan tanda-tanda klinisnya jelas. Timbulnya tanda klinis terus menerus merupakan indikasi perkembangan dari meningokosemia akut yang dapat bertahan sampai berminggu minggu / berbulan bulan atau penyebaran pathogen secara hematogen / sepsis.<br>
c. Ubah posisi pasien dengan teratur tiap 2 jam.<br>
Rasionalisasi ; Mobilisasi secret dan meningkatkan kelancaran secret yang akan menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap pernapasan.<br>
d. Catat karakteristik urine, seperti warna, kejernihan dan bau<br>
Rasionalisasi ; Urine statis, dehidrasi dan kelemahan umum meningkatkan resiko terhadap infeksi kandung kemih / ginjal / awitan sepsis.<br>
e. Kolaborasi tim medis<br>
Rasional : Obat yang dipilih tergantung pada infeksi dan sensitifitas individu. Catatan ; obat cranial mungkin diindikasikan untuk basilus gram negative, jamur, amoeba.<br>
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang mengubah / menghentikan aliran darah arteri / vena.<br>
Hasil yang diharapkan / kriteria pasien anak : mempertahankan tingkat kesadaran , mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil, melaporkan tak adanya / menurunkan berat sakit kepala, mendemontrasikan adanya perbaikan kognitif dan tanda peningkatan TIK.<br>
Intervensi<br>
a. Perubahan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi setelah dilakukan fungsi lumbal.<br>
Rasional : perubahan tekanan CSS mungkin merupakan adanya resiko herniasis batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.<br>
<br>
b. Pantau / catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya, seperti GCS.<br>
Rasional : pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menntukan lokasi, penyebaran / luas dan perkembangan dari kerusakan serebral.<br>
<br>
c. Pantau masukan dan keluaran . catat karakteristik urine, turgor kulit, dan keadaan membrane mukosa.<br>
Rasional : hipertermia meningkatkan kehilangan air tak kasat mata dan meningkatkan resiko dehidrasi, terutama jika tingkat kesadaran menurun / munculnya mual menurunkan pemasukan melalui oral.<br>
<br>
d. Berikantindakan yang memberikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, suara yang halus dan sentuhan yang lembut.<br>
Rasional : meningkatkan istirahat dan menurunkan stimulasi sensori yang berlebihan.<br>
<br>
e. Pantau gas darah arteri. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.<br>
Rasional : terjadinya asidosis dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel yang memperburuk / meningkatkan iskemia serebral.<br>
<br>
f. Berikan obat sesuai indikasi.<br>
<br>
3. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kelemahan umum.<br>
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien anak : tidak mengalami kejang atau penyerta atau cedera lain.<br>
<br>
Intervensi<br>
a. Pantau adanya kejang / kedutan pada tangan, kaki dan mulut atau otot wajah yang lain.<br>
Rasional : mencerminkan pada iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi segera dan intervensi yang mungkin untuk mencegah komplikasi.<br>
<br>
b. Berikan keamanan pada pasien dengan memberi bantuan pada penghalang tempat tidur dan pertahankan tetap terpasang dan pasang jalan napas buatan plastik atau gulungan lunak dan alat penghisap.<br>
Rasional : melindungi pasien jika kejang. Catatan ; masukan jalan napas bantuan / gulungan lunak jika hanya rahangnya relaksasi, jangan dipaksa memasukkan ketika giginya mengatup dan jaringan lunak akan rusak.<br>
c. Pertahankan tirah baring selama fase akut. Pindahkan .gerakkan dengan bantuan sesuai membaiknya keadaan.<br>
Rasional : menurunkan resiko terjatuh / trauma jika terjadi vertigo, sinkope atau ataksia.<br>
<br>
d. Berikan obat sesuai indikasi seperti fenitoin ( dilantin ), diazepam , fenobarbital.<br>
Rasional : merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang .catatan : fenobarbital dapat menyebabkan defresi pernapasan dan sedative serta menutupi tanda / gejala dari peningkatan TIK.<br>
<br>
4. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan adanya proses inflamasi / infeksi.<br>
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien anak : melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan poster rileks dan mampu tidur / istirahat dengan tepat.<br>
<br>
Intervensi<br>
a. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi.<br>
Rasional : menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat / relaksasi.<br>
b. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan yang penting .<br>
Rasional : menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.<br>
<br>
c. Berikan latihan rentang gerak aktif / pasif secara aktif dan massage otot daerah leher /bahu.<br>
Rasional : dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang menimbulkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.<br>
<br>
d. Berikan analgetik, seperti asetaminofen dan kodein<br>
Rasional : mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat.<br>
Catatan : narkotik merupakan kontraindikasi sehingga menimbulkan ketidak akuratan dalam pemeriksaan neurologis.<br>
<br>
5. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan pemisahan dari system pendukung ( hospitalisasi ).<br>
<br>
Hasil yang diharapkan / criteria evaluasi pasien anak : mengikuti dan mendiskusikan rasa takut, mengungkapkan kekurang pengetahuan tentang situasi, tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.<br>
<br>
Intervensi<br>
a. Kaji status mental dan tingkat ansietas dari pasien / keluarga. Catat adanya tanda-tanda verbal atau non verbal.<br>
Rasional : gangguan tingkat kesadaran dapat mempengaruhi ekspresi rasa takut tetapi tidak menyangkal keberadaannya. Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu.<br>
<br>
b. Berikan penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejala.<br>
Rasional : meningkatkan pemahaman, mengurangi rasa takut karena ketidaktahuan dan dapat membantu dan menurunkan ansietas.<br>
<br>
c. Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian dan berikan informasi tentang prognosa penyakit.<br>
Rasional : penting untuk menciptakan kepercayan karena diagnosa meningitis mungkin menakutkan, ketulusan dan informasi yang akurat dapat memberikan keyakinan pada pasien dan juga keluarga<br>
<br>
d. Libatkan pasien / keluarga dalam perawatan, perencanaan kehidupan sehari-hari, membuat keputusan sebanyak mungkin.<br>
Rasional : meningkatkan perasaan kontrol terhadap diri dan meningkatkan kemandirian.<br>
<br>
e. Lindungi privasi pasien jika terjadi kejang.<br>
Rasional : memperhatikan kebutuhan privasi pasien memberikan peningkatan akan harga diri pasien dan melindungi pasien dri rasa malu.<br>
<br>
DAFTAR PUSTAKA<br>
<br>
Behrman, Richard. E. 1992. Ilmu Kesehatan. Bagian 2. Jakarta : EGC<br>
Carpebito,Lynda Juall. 2006. Diagnosa Keperawatan. Ed. 10. Jakarta : EGC<br>
Nelson. 1992. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC<br>
Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC<br>
Wong, Donna. L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGCUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-75179060612906123992011-12-31T02:31:00.000-08:002017-10-05T14:37:48.341-07:00ASUHAN KEPERAWATAN ANAK HOSPITALISASI
<h3 class="post-title entry-title">ASUHAN KEPERAWATAN ANAK HOSPITALISASI </h3><div class="post-header"></div><br>
<br>
<br>
A. Latar Belakang <br>
Permasalahan pokok yang sering dihadapi dalam dunia kesehatan adalah tidak lain dari reaksi hospitalisasi serta dampak yang di timbulkannya.sebagaimana komitmen dalam mengatasi hal tersebut baik secara individual maupun secara sosial yaitu upaya menimalisirkan dampak serta memaksimalkan manfaat ari hospitalisasi.<br>
B. Pengertian Hospitalisasi<br>
Suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah.<br>
Selama proses tersebut bukan saja anak tetapi orang tua juga mengalami kebiasaan kebiasaan yang asing, Lingkungannya yang asing,orang tua yang kurang yang mendapat dukungan emosi akan menunjukkan rasa cemas. Rasa cemas pada orangtua akan membuat stress anak meningkat. Dengan demikan asuhan keperawatan tidak hanya terfokus pada anak terapi tapi juga pada orang tuanya.<br>
C. Pendekatan Yang di Gunakan Dalam Hospitalisasi<br>
1. Pendekatan Empirik<br>
Dalam menanamkan kesadaran diri terhadap para personil yang terlibat dalam hospitalisasi, metode pendekatan empirik menggunakan strategi, yaitu : <br>
1. Melalui dunia pendidikan yang ditanamkan secara dini kepada peserta didik. <br>
2. Melalui penyuluhan atau sosialisasi yang diharapkan kesadaran diri mereka sendiri dan peka terhadap lingkungan sekitarnya.<br>
<br>
2. Pendekatan Melalui Metode Permainan <br>
Yaitu pendekatan dilakukan melalui permainan yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Raksi hospitalisasi bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya reaksi anak trhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. <br>
D. HOSPITALISASI PADA ANAK<br>
Hospitalisasi bagi keluarga dan anak dapat dianggap sebagai :<br>
1. Pengalaman yang mengancam <br>
2. Stressor <br>
Keduanya dapat menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga. <br>
Bagi anak hal ini mungkin terjadi karena : <br>
1. Anak tidak memahami mengapa dirawat/terluka. <br>
2. Stress dengan adanya perubahan akan status kesehatan, lingkungan dan kebiasaan sehari-hari. <br>
3. Keterbatasan mekanisme koping. <br>
2. Stressor Hospitalisasi Pada Anak<br>
Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi dipengaruhi : <br>
1. Tingkat perkembangan usia. <br>
2. Pengalaman sebelumnya.<br>
3. Support sistem dalam keluarga. <br>
4. Keterampilan koping. <br>
5. Berat ringannya penyakit. <br>
E. Stress Hospitalisasi <br>
Stress yang umumnya terjadi berhubungan dengan hospitalisasi :<br>
1. Takut <br>
1) Unfamiliarity<br>
2) Lingkungan rumah sakit yang menakutkan<br>
3) Rutinitas rumah sakit <br>
4) Prosedur yang menyakitkan <br>
5) Takut akan kematian <br>
2. Isolasi <br>
Isolasi merupakan hal yang menyusahkan bagi semua anak terutama berpengaruh pada anak dibawah usia 12 tahun. <br>
Pengunjung, perawat dan dokter yang memakai pakaian khusus (masker, pakaian isolasi, sarung tangan, penutup kepala) dan keluarga yang tidak dapat bebas berkunjung. <br>
3. Privasi yang telambat <br>
Terjadi pada anak remaja : rasa malu, tidak bebas berpakaian. <br>
F. Faktor <br>
Faktor-faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak :<br>
1. Berpisah dengan orang tua dan sibling. <br>
2. Fantasi-fantasi dan unrealistic anxienties tentang kegelapan, monster, pembunuhan dan diawali oleh situasi yang asing. binatang buas. <br>
3. Gangguan kontak sosial jika pengunjung tidak diizinkan <br>
4. Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit. <br>
5. Prosedur yang menyakitkan <br>
6. Takut akan cacat atau mati. <br>
G. Stressor Pada Infant <br>
Separation anxiety (cemas karena perpisahan)<br>
• Pengertian trhadap ralita trbatas hubungan dngan ibu sangat dekat <br>
• Kemampuan bahasa terbatas <br>
Respon infant akibat prpisahan dibagi tiga tahap <br>
1. Tahap protes (fase of protes)<br>
o Menangis kuat <br>
o Menjerit <br>
o Menendang <br>
o Berduka <br>
o Marah <br>
2. Tahap putus asa (phase of despair)<br>
o Tangis anak mulai berkurang<br>
o Murung, diam, sedih, apatis.<br>
o Tidak tertarik dengan aktivitas di sekitarnya<br>
o Menghisap jari<br>
o Menghindari kontak mata<br>
o Berusaha menghindar dari orang yang mendekati<br>
o Kadang anak tidak mau makan.<br>
3. Tahap menolak (phase dethacement/denial)<br>
o Secara samar anak seakan menerima perpisahan (pura-pura)<br>
o Anak mulai tertarik dengan sesuatu di sekitarnya<br>
o Bermain dengan orang lain<br>
o Mulai mmbina hubungan yang dangkal dengan orang lain<br>
o Anak mulai terlihat gembira<br>
Kehilangan Fungsi Dan Control <br>
Hal ini terjadi karena ada persepsi yang salah tentang prosedur dan pengobatan serta aktivitas di rumah sakit, misalnya karena diikat/restrain tangan, kaki yang membuat anak kehilangan mobilitas dan menimbulkan stress pada anak.<br>
Gangguan Body Image dan Nyeri<br>
o Infant masih ragu tentang persepsi body image<br>
o Tetapi dengan berkembangnya kemampuan motorik infant dapat memahami arti dari organ tubuhnya, misalnya:sedih/cemas jika trauma atau luka.<br>
o Warna seragam perawat/dokter (putih) diidentikkan dengan prosedur tindakan yang menyakitkan sehingga meningkatkan kecemasan bagi infant.<br>
Berdasarkan theory psychodynamic, sensasi yang berarti bagi infant adalah berada di sekitar mulut dan genitalnya. Hal ini diperjelas apabila infant cemas karena perpisahan, kehilangan control, gangguan body image dan nyeri infant biasanya menghisap jari, botol.<br>
H. STRESSOR PADA ANAK USIA AWAL (TODDLER & PRA SEKOLAH)<br>
Reaksi emosional ditunjukkan dengan menangis, marah dan berduka sebagai bentuk sehat dalam mengatasi stress karena hospitalisasi.<br>
1. Pengertian anak tentang sakit <br>
o Anak mempersepsikan sakit sebagai suatu hukuman untuk perilaku buruk, hal ini terjadi, karena anak masih mempunyai keterbatasan tentang dunia di sekitar kita.<br>
o Anak mempunyai kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bisa bermain dengan temannya, mereka terluka dan nyeri sehingga membuat mereka harus pergi ke rumah sakit dan harus mengalami hospitalisasi.<br>
o Reaksi anak tentang hukuman yang diterimanya dapat bersifat passive, cooperative, membantu atau anak mencoba menghindar dari orang tua, anak menjadi marah.<br>
2. Separation/Perpisahan<br>
o Anak takut dan cemas berpisah dengan orang tua<br>
o Anak sering mimpi buruk.<br>
3. Kehilangan Fungsi dan Control <br>
Dengan kehilangan fungsi sehubungan dengan terganggunya fungsi motorik biasanya mengakibatkan berkurangnya percaya diri pada anak sehingga tugas perkembangan yang sudah dicapai dapat terhambat. Hal ini membuat anak menjadi regresi; ngompol lagi, suka menghisap jari dan menolak untuk makan.<br>
4. Restrain/pengekangan dapat menimbulkan anak menjadi cemas<br>
5. Gangguan body image dan nyeri<br>
o Merasa tidak nyaman akan perubahan yang terjadi<br>
o Ketakutan terhadap prosedur yang menyakitkan<br>
<br>
I. STRESSOR PADA USIA PERTENGAHAN<br>
Restrain atau immobilisasi dapat menimbulkan kecemasan<br>
1. Pengertian tentang sakit<br>
o Anak usia 5-7 tahun mendefinisikan bahwa mereka sakit sehingga membuat mereka harus beristirahat di tempat tidur<br>
o Pengalaman anak yang terdahulu selalu mempengaruhi pengertian anak tentang penyakit yang dialaminya.<br>
2. Separation/Perisahan<br>
o Dengan semakin meningkatnya usia anak, anak mulai memahami mengapa perpisahan terjadi<br>
o Anak mulai mentolerir perpisahan dengan orang tua yang berlangsung lama<br>
o Perpisahan dengan teman sekolah dan guru merupakan hal yang berarti bagi anak sehingga dapat mengakibatkan anak menjadi cemas.<br>
3. Kehilangan Fungsi Dan Control <br>
o Bagi anak usia pertengahan ancaman akan harga diri mereka sehingga sering membuat anak frustasi, marah, dan depresi<br>
o Dengan adanya kehilangan fungsi dan control anak merasa bahwa inisiatif mereka terhambat<br>
4. Gangguan body image dan nyeri<br>
o Anak mulai menyadari tentang nyeri<br>
o Anak tidak mau melihat bagian tubuhnya yang sakit atau adanya luka inisiasi<br>
J. STRESSOR PADA ANAK USIA AKHIR<br>
1. Pengertian Sakit<br>
o Anak mulai memahami konsep sakit yang bisa disebabkan oleh faktor ekstrnal atau bakteri, virus dan lain-lain.<br>
o Mereka percaya bahwa penyakit itu bisa dicegah<br>
2. Separation/Perpisahan<br>
o Perpisahan dengan orang tua bukan suatu masalah<br>
o Perpisahan dengan teman sebaya/peer group dapat mengakibatkan stress<br>
o Anak takut kehilangan status hubungan dengan teman<br>
3. Kehilangan fungsi control<br>
Anak takut kehilangan control diri karena penyakit dan rasa nyeri yang dialaminya.<br>
4. Gangguan body image<br>
o Anak takut menagalami kecacatan dan kematian<br>
o Anak takut sesuatu yang terjadi atau berpengaruh terhadapa alat genitalnya<br>
<br>
K. STRESSOR PADA ADOLESCENT/REMAJA<br>
1. Pengertian tentang sakit<br>
o Anak mulai memahami konsep yang abstrak dan penyebab sakit yang bersifat kompleks<br>
o Anak mulai memahami bahwa hal-hal yang bisa mempengaruhi sakit<br>
<br>
2. Separation/Perpisahan<br>
o Anak remaja sangat dipengaruhi oleh peer groupnya, jika mereka sakit akan menimbulkan stress akan perpisahan dengan teman sebayanya<br>
o Anak juga kadang menghina dan mencoba membatasi kontak dengan peer groupnya jika mereka mengalami kecacatan.<br>
<br>
3. Kehilangan fungsi control<br>
o Bagi remaja sakit dapat mmepengaruhi fungsi kemandirian mereka<br>
o Penyakit kronis dapat menimbulkan kehilangan dan mengancam konsep diri remaja<br>
o Reaksi anak biasanya marah frustasi atau menarik diri.<br>
<br>
<br>
4. Gangguan Body Image<br>
o Sakit pada remaja mengakibatkan mereka merasa berbeda dengan peer groupnya dan sangat mempengaruhi kemampuan anak dalam menangani stress karena adanya perubahan body image. Remaja khawatir diejek oleh teman/peer groupnya.<br>
o Mengalamai stress apabila dilakukan pemeriksaan yang berhubungan dengan organ seksual.<br>
<br>
L. STRESSOR DAN REAKSI KELUARGA SEHUBUNGAN DENGAN HOSPITALISASI ANAK<br>
Bagian integral dari keluarga . anak<br>
Jika anak harus menajalani hospitalisasi akan memeberikan pengaruh terhdap anggota keluarga dan fungsi keluarga (Wong & whaley, 1999)<br>
<br>
1. Stressor reaksi orang tua<br>
- Reaksi orang tua dipengaruhi oleh:<br>
1. tingkat keseriusan penyakit anak<br>
2. Pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan hospitalisasi<br>
3. Prosedur pengobatan<br>
4. Kekuatan ego individu<br>
5. Kemampuan koping<br>
6. Kebudayaan dan keprcayaan<br>
7. Komunikasi dalam keluarga<br>
2. Reaksi Orang Tua <br>
Pada umumnya raksi orang tua <br>
1) Denial/disbelief<br>
Tidak percaya akan penyakit anaknya.<br>
2) Marah/merasa bersalah<br>
Merasa tidak mampu merawat anaknya<br>
3) Ketakutan, cemas dan frustasi<br>
o Tingkat keseriusan penyakit<br>
o Prosedur tindakan medis <br>
o Ketidaktahuan<br>
4) Depresi<br>
o Terjadi setelah masa krisis anak berlalu<br>
o Merasa lelah fisik dan mental<br>
o Khawatir memikirkan anaknya yang lain di rumah<br>
o Berhubungan dengan efek samping pengobatan<br>
o Berhubungan dengan biaya pengobatan dan perawatan<br>
<br>
5) . Reaksi Sibling<br>
<br>
Pada umumnya reaksi sibling:<br>
o Merasa kesepian<br>
o Ketakutan<br>
o Khawatir<br>
o Marah<br>
o Cemburu<br>
o Rasa benci<br>
o Rasa bersalah<br>
<br>
3. Pengaruh pada fungsi keluarga <br>
Pola komunikasi<br>
o Komunikasi antar keluarga terganggu<br>
o Respon emosional tidak dapat terkontrol dengan baik<br>
<br>
M. PENURUNAN PERAN ANGGOTA KELUARGA POLA KOMUNIKASI<br>
1. Kehilangan peran orang tua<br>
2. Perhatian orang tua tertuju pada anak yang sakit dan dirawat<br>
3. Kadang orang tua menyalahkan sibling sebagai perilaku antisosial<br>
<br>
Bagaimana mengatasi masalah yang mungkin timbul sehubungan dengan hospitalisasi anak<br>
1. Libatkan orang tua dalam mengatasi stress anak dan pelaksanaan asuhan keperawatan<br>
2. Bina hubungan saling percaya antara perawat dengan anak dan keluarga<br>
3. Kurangi batasan-batasan yang diberikan pada anak<br>
4. Beri dukungan pada anak dan keluarga<br>
5. Beri informasi yang akuratUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-54789140923612326542011-12-28T02:30:00.000-08:002017-10-05T14:38:53.223-07:00ASUHAN KEPERAWATAN ANAK HOSPITALISASI
<h3 class="post-title entry-title"> ASUHAN KEPERAWATAN ANAK HOSPITALISASI </h3><div class="post-header"> </div><br>
<br>
A. Latar Belakang <br>
Permasalahan pokok yang sering dihadapi dalam dunia kesehatan adalah tidak lain dari reaksi hospitalisasi serta dampak yang di timbulkannya.sebagaimana komitmen dalam mengatasi hal tersebut baik secara individual maupun secara sosial yaitu upaya menimalisirkan dampak serta memaksimalkan manfaat ari hospitalisasi.<br>
B. Pengertian Hospitalisasi<br>
Suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah.<br>
Selama proses tersebut bukan saja anak tetapi orang tua juga mengalami kebiasaan kebiasaan yang asing, Lingkungannya yang asing,orang tua yang kurang yang mendapat dukungan emosi akan menunjukkan rasa cemas. Rasa cemas pada orangtua akan membuat stress anak meningkat. Dengan demikan asuhan keperawatan tidak hanya terfokus pada anak terapi tapi juga pada orang tuanya.<br>
C. Pendekatan Yang di Gunakan Dalam Hospitalisasi<br>
1. Pendekatan Empirik<br>
Dalam menanamkan kesadaran diri terhadap para personil yang terlibat dalam hospitalisasi, metode pendekatan empirik menggunakan strategi, yaitu : <br>
1. Melalui dunia pendidikan yang ditanamkan secara dini kepada peserta didik. <br>
2. Melalui penyuluhan atau sosialisasi yang diharapkan kesadaran diri mereka sendiri dan peka terhadap lingkungan sekitarnya.<br>
<br>
2. Pendekatan Melalui Metode Permainan <br>
Yaitu pendekatan dilakukan melalui permainan yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Raksi hospitalisasi bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya reaksi anak trhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. <br>
D. HOSPITALISASI PADA ANAK<br>
Hospitalisasi bagi keluarga dan anak dapat dianggap sebagai :<br>
1. Pengalaman yang mengancam <br>
2. Stressor <br>
Keduanya dapat menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga. <br>
Bagi anak hal ini mungkin terjadi karena : <br>
1. Anak tidak memahami mengapa dirawat/terluka. <br>
2. Stress dengan adanya perubahan akan status kesehatan, lingkungan dan kebiasaan sehari-hari. <br>
3. Keterbatasan mekanisme koping. <br>
2. Stressor Hospitalisasi Pada Anak<br>
Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi dipengaruhi : <br>
1. Tingkat perkembangan usia. <br>
2. Pengalaman sebelumnya.<br>
3. Support sistem dalam keluarga. <br>
4. Keterampilan koping. <br>
5. Berat ringannya penyakit. <br>
E. Stress Hospitalisasi <br>
Stress yang umumnya terjadi berhubungan dengan hospitalisasi :<br>
1. Takut <br>
1) Unfamiliarity<br>
2) Lingkungan rumah sakit yang menakutkan<br>
3) Rutinitas rumah sakit <br>
4) Prosedur yang menyakitkan <br>
5) Takut akan kematian <br>
2. Isolasi <br>
Isolasi merupakan hal yang menyusahkan bagi semua anak terutama berpengaruh pada anak dibawah usia 12 tahun. <br>
Pengunjung, perawat dan dokter yang memakai pakaian khusus (masker, pakaian isolasi, sarung tangan, penutup kepala) dan keluarga yang tidak dapat bebas berkunjung. <br>
3. Privasi yang telambat <br>
Terjadi pada anak remaja : rasa malu, tidak bebas berpakaian. <br>
F. Faktor <br>
Faktor-faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak :<br>
1. Berpisah dengan orang tua dan sibling. <br>
2. Fantasi-fantasi dan unrealistic anxienties tentang kegelapan, monster, pembunuhan dan diawali oleh situasi yang asing. binatang buas. <br>
3. Gangguan kontak sosial jika pengunjung tidak diizinkan <br>
4. Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit. <br>
5. Prosedur yang menyakitkan <br>
6. Takut akan cacat atau mati. <br>
G. Stressor Pada Infant <br>
Separation anxiety (cemas karena perpisahan)<br>
• Pengertian trhadap ralita trbatas hubungan dngan ibu sangat dekat <br>
• Kemampuan bahasa terbatas <br>
Respon infant akibat prpisahan dibagi tiga tahap <br>
1. Tahap protes (fase of protes)<br>
o Menangis kuat <br>
o Menjerit <br>
o Menendang <br>
o Berduka <br>
o Marah <br>
2. Tahap putus asa (phase of despair)<br>
o Tangis anak mulai berkurang<br>
o Murung, diam, sedih, apatis.<br>
o Tidak tertarik dengan aktivitas di sekitarnya<br>
o Menghisap jari<br>
o Menghindari kontak mata<br>
o Berusaha menghindar dari orang yang mendekati<br>
o Kadang anak tidak mau makan.<br>
3. Tahap menolak (phase dethacement/denial)<br>
o Secara samar anak seakan menerima perpisahan (pura-pura)<br>
o Anak mulai tertarik dengan sesuatu di sekitarnya<br>
o Bermain dengan orang lain<br>
o Mulai mmbina hubungan yang dangkal dengan orang lain<br>
o Anak mulai terlihat gembira<br>
Kehilangan Fungsi Dan Control <br>
Hal ini terjadi karena ada persepsi yang salah tentang prosedur dan pengobatan serta aktivitas di rumah sakit, misalnya karena diikat/restrain tangan, kaki yang membuat anak kehilangan mobilitas dan menimbulkan stress pada anak.<br>
Gangguan Body Image dan Nyeri<br>
o Infant masih ragu tentang persepsi body image<br>
o Tetapi dengan berkembangnya kemampuan motorik infant dapat memahami arti dari organ tubuhnya, misalnya:sedih/cemas jika trauma atau luka.<br>
o Warna seragam perawat/dokter (putih) diidentikkan dengan prosedur tindakan yang menyakitkan sehingga meningkatkan kecemasan bagi infant.<br>
Berdasarkan theory psychodynamic, sensasi yang berarti bagi infant adalah berada di sekitar mulut dan genitalnya. Hal ini diperjelas apabila infant cemas karena perpisahan, kehilangan control, gangguan body image dan nyeri infant biasanya menghisap jari, botol.<br>
H. STRESSOR PADA ANAK USIA AWAL (TODDLER & PRA SEKOLAH)<br>
Reaksi emosional ditunjukkan dengan menangis, marah dan berduka sebagai bentuk sehat dalam mengatasi stress karena hospitalisasi.<br>
1. Pengertian anak tentang sakit <br>
o Anak mempersepsikan sakit sebagai suatu hukuman untuk perilaku buruk, hal ini terjadi, karena anak masih mempunyai keterbatasan tentang dunia di sekitar kita.<br>
o Anak mempunyai kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bisa bermain dengan temannya, mereka terluka dan nyeri sehingga membuat mereka harus pergi ke rumah sakit dan harus mengalami hospitalisasi.<br>
o Reaksi anak tentang hukuman yang diterimanya dapat bersifat passive, cooperative, membantu atau anak mencoba menghindar dari orang tua, anak menjadi marah.<br>
2. Separation/Perpisahan<br>
o Anak takut dan cemas berpisah dengan orang tua<br>
o Anak sering mimpi buruk.<br>
3. Kehilangan Fungsi dan Control <br>
Dengan kehilangan fungsi sehubungan dengan terganggunya fungsi motorik biasanya mengakibatkan berkurangnya percaya diri pada anak sehingga tugas perkembangan yang sudah dicapai dapat terhambat. Hal ini membuat anak menjadi regresi; ngompol lagi, suka menghisap jari dan menolak untuk makan.<br>
4. Restrain/pengekangan dapat menimbulkan anak menjadi cemas<br>
5. Gangguan body image dan nyeri<br>
o Merasa tidak nyaman akan perubahan yang terjadi<br>
o Ketakutan terhadap prosedur yang menyakitkan<br>
<br>
I. STRESSOR PADA USIA PERTENGAHAN<br>
Restrain atau immobilisasi dapat menimbulkan kecemasan<br>
1. Pengertian tentang sakit<br>
o Anak usia 5-7 tahun mendefinisikan bahwa mereka sakit sehingga membuat mereka harus beristirahat di tempat tidur<br>
o Pengalaman anak yang terdahulu selalu mempengaruhi pengertian anak tentang penyakit yang dialaminya.<br>
2. Separation/Perisahan<br>
o Dengan semakin meningkatnya usia anak, anak mulai memahami mengapa perpisahan terjadi<br>
o Anak mulai mentolerir perpisahan dengan orang tua yang berlangsung lama<br>
o Perpisahan dengan teman sekolah dan guru merupakan hal yang berarti bagi anak sehingga dapat mengakibatkan anak menjadi cemas.<br>
3. Kehilangan Fungsi Dan Control <br>
o Bagi anak usia pertengahan ancaman akan harga diri mereka sehingga sering membuat anak frustasi, marah, dan depresi<br>
o Dengan adanya kehilangan fungsi dan control anak merasa bahwa inisiatif mereka terhambat<br>
4. Gangguan body image dan nyeri<br>
o Anak mulai menyadari tentang nyeri<br>
o Anak tidak mau melihat bagian tubuhnya yang sakit atau adanya luka inisiasi<br>
J. STRESSOR PADA ANAK USIA AKHIR<br>
1. Pengertian Sakit<br>
o Anak mulai memahami konsep sakit yang bisa disebabkan oleh faktor ekstrnal atau bakteri, virus dan lain-lain.<br>
o Mereka percaya bahwa penyakit itu bisa dicegah<br>
2. Separation/Perpisahan<br>
o Perpisahan dengan orang tua bukan suatu masalah<br>
o Perpisahan dengan teman sebaya/peer group dapat mengakibatkan stress<br>
o Anak takut kehilangan status hubungan dengan teman<br>
3. Kehilangan fungsi control<br>
Anak takut kehilangan control diri karena penyakit dan rasa nyeri yang dialaminya.<br>
4. Gangguan body image<br>
o Anak takut menagalami kecacatan dan kematian<br>
o Anak takut sesuatu yang terjadi atau berpengaruh terhadapa alat genitalnya<br>
<br>
K. STRESSOR PADA ADOLESCENT/REMAJA<br>
1. Pengertian tentang sakit<br>
o Anak mulai memahami konsep yang abstrak dan penyebab sakit yang bersifat kompleks<br>
o Anak mulai memahami bahwa hal-hal yang bisa mempengaruhi sakit<br>
<br>
2. Separation/Perpisahan<br>
o Anak remaja sangat dipengaruhi oleh peer groupnya, jika mereka sakit akan menimbulkan stress akan perpisahan dengan teman sebayanya<br>
o Anak juga kadang menghina dan mencoba membatasi kontak dengan peer groupnya jika mereka mengalami kecacatan.<br>
<br>
3. Kehilangan fungsi control<br>
o Bagi remaja sakit dapat mmepengaruhi fungsi kemandirian mereka<br>
o Penyakit kronis dapat menimbulkan kehilangan dan mengancam konsep diri remaja<br>
o Reaksi anak biasanya marah frustasi atau menarik diri.<br>
<br>
<br>
4. Gangguan Body Image<br>
o Sakit pada remaja mengakibatkan mereka merasa berbeda dengan peer groupnya dan sangat mempengaruhi kemampuan anak dalam menangani stress karena adanya perubahan body image. Remaja khawatir diejek oleh teman/peer groupnya.<br>
o Mengalamai stress apabila dilakukan pemeriksaan yang berhubungan dengan organ seksual.<br>
<br>
L. STRESSOR DAN REAKSI KELUARGA SEHUBUNGAN DENGAN HOSPITALISASI ANAK<br>
Bagian integral dari keluarga . anak<br>
Jika anak harus menajalani hospitalisasi akan memeberikan pengaruh terhdap anggota keluarga dan fungsi keluarga (Wong & whaley, 1999)<br>
<br>
1. Stressor reaksi orang tua<br>
- Reaksi orang tua dipengaruhi oleh:<br>
1. tingkat keseriusan penyakit anak<br>
2. Pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan hospitalisasi<br>
3. Prosedur pengobatan<br>
4. Kekuatan ego individu<br>
5. Kemampuan koping<br>
6. Kebudayaan dan keprcayaan<br>
7. Komunikasi dalam keluarga<br>
2. Reaksi Orang Tua <br>
Pada umumnya raksi orang tua <br>
1) Denial/disbelief<br>
Tidak percaya akan penyakit anaknya.<br>
2) Marah/merasa bersalah<br>
Merasa tidak mampu merawat anaknya<br>
3) Ketakutan, cemas dan frustasi<br>
o Tingkat keseriusan penyakit<br>
o Prosedur tindakan medis <br>
o Ketidaktahuan<br>
4) Depresi<br>
o Terjadi setelah masa krisis anak berlalu<br>
o Merasa lelah fisik dan mental<br>
o Khawatir memikirkan anaknya yang lain di rumah<br>
o Berhubungan dengan efek samping pengobatan<br>
o Berhubungan dengan biaya pengobatan dan perawatan<br>
<br>
5) . Reaksi Sibling<br>
<br>
Pada umumnya reaksi sibling:<br>
o Merasa kesepian<br>
o Ketakutan<br>
o Khawatir<br>
o Marah<br>
o Cemburu<br>
o Rasa benci<br>
o Rasa bersalah<br>
<br>
3. Pengaruh pada fungsi keluarga <br>
Pola komunikasi<br>
o Komunikasi antar keluarga terganggu<br>
o Respon emosional tidak dapat terkontrol dengan baik<br>
<br>
M. PENURUNAN PERAN ANGGOTA KELUARGA POLA KOMUNIKASI<br>
1. Kehilangan peran orang tua<br>
2. Perhatian orang tua tertuju pada anak yang sakit dan dirawat<br>
3. Kadang orang tua menyalahkan sibling sebagai perilaku antisosial<br>
<br>
Bagaimana mengatasi masalah yang mungkin timbul sehubungan dengan hospitalisasi anak<br>
1. Libatkan orang tua dalam mengatasi stress anak dan pelaksanaan asuhan keperawatan<br>
2. Bina hubungan saling percaya antara perawat dengan anak dan keluarga<br>
3. Kurangi batasan-batasan yang diberikan pada anak<br>
4. Beri dukungan pada anak dan keluarga<br>
5. Beri informasi yang akuratUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-82422985462365547712011-12-27T02:29:00.000-08:002017-10-05T14:40:02.611-07:00ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM<h3 class="post-title entry-title"> ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM </h3><div class="post-header"> </div>A. KONSEP DASAR<br />
1. Pengertian <br />
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).<br />
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).<br />
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).<br />
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.<br />
2. Patofisiologi<br />
a. Etiologi<br />
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).<br />
1) Intrakranial<br />
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik<br />
Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular<br />
Infeksi : Bakteri, virus, parasit<br />
Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith – Lemli – Opitz.<br />
2) Ekstra kranial<br />
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K)<br />
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.<br />
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.<br />
3) Idiopatik<br />
Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)<br />
b. Patofisiologi<br />
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.<br />
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.<br />
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.<br />
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.<br />
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.<br />
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.<br />
c. Manifestasi klinik<br />
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.<br />
Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsy.<br />
untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu :<br />
1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)<br />
2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever<br />
Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :<br />
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun<br />
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.<br />
3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali<br />
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam<br />
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal<br />
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.<br />
3. Klasifikasi kejang<br />
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.<br />
1. Kejang Tonik<br />
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus<br />
1. Kejang Klonik<br />
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.<br />
1. Kejang Mioklonik<br />
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.<br />
4. Diagnosa banding kejang pada anak<br />
Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan mioklonus nokturnal benigna.<br />
1. Gemetar<br />
Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering membingungkan terutama bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini dapat terlihat pada anak normal dalam keadaan lapar seperti hipoglikemia, hipokapnia dengan hiperiritabilitas neuromuskular, bayi dengan ensepalopati hipoksik iskemi dan BBLR. Gemetar adalah gerakan tremor cepat dengan irama dan amplitudo teratur dan sama, kadang-kadang bentuk gerakannya menyerupai klonik .<br />
b. Apnea<br />
Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan henti napas 3-6 detik dan sering diikuti hiper sekresi selama 10 – 15 detik. Berhentinya pernafasan tidak disertai dengan perubahan denyut jantung, tekanan darah, suhu badan, warna kulit. Bentuk pernafasan ini disebut pernafasan di batang otak. Serangan apnea selama 10 – 15 detik terdapat pada hampir semua bagi prematur, kadang-kadang pada bayi cukup bulan.<br />
Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada BBLR perlu di curigai adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan batang otak. Pada keadaan ini USG perlu segera dilakukan. Serangan Apnea yang termasuk gejala kejang adalah apabila disertai dengan bentuk serangan kejang yang lain dan tidak disertai bradikardia.<br />
c. Mioklonus Nokturnal Benigna<br />
Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua orang waktu tidur. Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa pergerakan fleksi pada jari persendian tangan dan siku yang berulang. Apabila serangan tersebut berlangsung lama dapat dapat disalahartikan sebagai bentuk kejang klonik fokal atau mioklonik. Mioklonik nokturnal benigna ini dapat dibedakan dengan kejang dan gemetar karena timbulnya selalu waktu tidur tidak dapat di stimulasi dan pemeriksaan EEG normal. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan<br />
5. Penatalaksanaan<br />
Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang merupakan tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.<br />
Penatalaksanaan Umum terdiri dari :<br />
a. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati<br />
b. Memonitor pernafasan dan denyut jantung<br />
c. Usahakan suhu tetap stabil<br />
d. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain<br />
e. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena<br />
Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca – glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.<br />
Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.<br />
Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.<br />
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan<br />
a. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya<br />
b. Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan<br />
c. Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah.<br />
6. Pemeriksaan fisik dan laboratorium<br />
a. Pemeriksaan fisik<br />
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik, pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :<br />
1) hakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.<br />
2) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.<br />
3) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.<br />
4) Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.<br />
5) Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural. Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.<br />
6) Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.<br />
7) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.<br />
b. Pemeriksaan laboratorium<br />
Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi.<br />
Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu<br />
1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.<br />
2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan analisis gas darah.<br />
3) Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal<br />
4) Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia<br />
5) Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis.<br />
6) Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan diagnosis yang pasti yaitu mencakup :<br />
a) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic<br />
b) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella, citomegalovirus dan virus herpes.<br />
c) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih besar dari aturan baku<br />
d) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular, dan vertikular<br />
e) Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak<br />
e) Top coba subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi positif dengan ubun – ubun besar tegang, membenjol dan kepala membesar.<br />
7. Tumbuh kembang pada anak usia 1 – 3 tahu<br />
1. Fisik<br />
f. Ubun-ubun anterior tertutup.<br />
g. Physiologis dapat mengontrol spinkter<br />
2. Motorik kasar<br />
a. Berlari dengan tidak mantap<br />
b. Berjalan diatas tangga dengan satu tangan<br />
c. Menarik dan mendorong mainan<br />
d. Melompat ditempat dengan kedua kaki<br />
e. Dapat duduk sendiri ditempat duduk<br />
f. Melempar bola diatas tangan tanpa jatuh<br />
3. Motorik halus<br />
a. Dapat membangun menara 3 dari 4 bangunan<br />
b. Melepaskan dan meraih dengan baik<br />
c. Membuka halaman buku 2 atau 3 dalam satu waktu<br />
d. Menggambar dengan membuat tiruan<br />
4. Vokal atau suara<br />
a. Mengatakan 10 kata atau lebih<br />
b. Menyebutkan beberapa obyek seperti sepatu atau bola dan 2 atau 3 bagian tubuh<br />
5. Sosialisasi atau kognitif<br />
a. Meniru<br />
b. Menggunakan sendok dengan baik<br />
c. Menggunakan sarung tangan<br />
d. Watak pemarah mungkin lebih jelas<br />
e. Mulai sadar dengan barang miliknya<br />
8. Dampak hospitalisasi<br />
Pengalaman cemas pada perpisahan, protes secara fisik dan menangis, perasaan hilang kontrol menunjukkan temperamental, menunjukkan regresi, protes secara verbal, takut terhadap luka dan nyeri, dan dapat menggigit serta dapat mendepak saat berinteraksi.<br />
Permasalahan yang ditemukan yaitu sebagai berikut :<br />
a) Rasa takut<br />
1) Memandang penyakit dan hospitalisasi<br />
2) Takut terhadap lingkungan dan orang yang tidak dikenal<br />
3) Pemahaman yang tidak sempurna tentang penyakit<br />
4) Pemikiran yang sederhana : hidup adalah mesin yang menakutkan<br />
5) Demonstrasi : menangis, merengek, mengangkat lengan, menghisap jempol, menyentuh tubuh yang sakit berulang-ulang.<br />
b. Ansietas<br />
1) Cemas tentang kejadian yang tidakdikenal<br />
2) Protes (menangis dan mudah marah, (merengek)<br />
3) Putus harapan : komunikasi buruk, kehilangan ketrampilan yang baru tidak berminat<br />
4) Menyendiri terhadap lingkungan rumah sakit<br />
5) Tidak berdaya<br />
6) Merasa gagap karena kehilangan ketrampilan<br />
7) Mimpi buruk dan takut kegelapan, orang asing, orang berseragam dan yang memberi pengobatan atau perawatan<br />
Regresi dan Ansietas tergantung saat makan menghisap jempol<br />
9) Protes dan Ansietas karena restrain<br />
c. Gangguan citra diri<br />
1) Sedih dengan perubahan citra diri<br />
2) Takut terhadap prosedur invasive (nyeri)<br />
3) Mungkin berpikir : bagian dalam tubuh akan keluar kalau selang dicabut<br />
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS <br />
1. Pengkajian<br />
Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.<br />
Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan oleh kejang.<br />
1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan otot. Gerakan involunter<br />
2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan<br />
3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan, peka rangsangan.<br />
4. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus spinkter<br />
5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi<br />
6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra<br />
7. Riwayat jatuh / trauma<br />
2. Diagnosa keperawatan<br />
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul<br />
1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.<br />
2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular<br />
3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh<br />
4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan<br />
5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi<br />
3. INTERVENSI<br />
Diagnosa 1<br />
Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.<br />
Tujuan<br />
Cidera / trauma tidak terjadi<br />
Kriteria hasil<br />
Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan<br />
Intervensi<br />
Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang. Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang. Lindungi klien dari trauma atau kejang.<br />
Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan<br />
Diagnosa 2<br />
Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular<br />
Tujuan<br />
Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi<br />
Kriteria hasil<br />
Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR dalam batas normal<br />
Intervensi<br />
Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler. Lakukan penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi<br />
Diagnosa 3<br />
Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh<br />
Tujuan<br />
Aktivitas kejang tidak berulang<br />
Kriteria hasil<br />
Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal<br />
Intervensi<br />
Kaji factor pencetus kejang. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien. Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma. Berikan kompres dingin pda daerah dahi dan ketiak.<br />
Diagnosa 4 <br />
Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan<br />
Tujuan<br />
Kerusakan mobilisasi fisik teratasi<br />
Kriteria hasil<br />
Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi<br />
Intervensi<br />
Kaji tingkat mobilisasi klien. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan. Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.<br />
Diagnosa 5<br />
Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi<br />
Tujuan<br />
Pengetahuan keluarga meningkat<br />
Kriteria hasil<br />
Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.<br />
Intervensi<br />
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien. Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.<br />
6. EVALUASI<br />
1. Cidera / trauma tidak terjadi<br />
2. Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi<br />
3. Aktivitas kejang tidak berulang<br />
4. Kerusakan mobilisasi fisik teratasi<br />
5. Pengetahuan keluarga meningkaUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-65764332638269309182011-12-26T02:28:00.000-08:002017-10-05T14:40:50.823-07:00ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN BRONKITIS<h3 class="post-title entry-title"> ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN BRONKITIS </h3><div class="post-header"> </div><br />
<br />
<br />
<br />
A. PENGERTIAN<br />
<br />
1. Bronkitis adl penyakit pernafasan obstruktif yg disebabkan oleh peradangan pada bronkus.<br />
2. Bronkitis kronis adl ggn paru obstruktif yg ditandai produksi mucus berlebihan disaluran nafas bawah selama + 3 bln berturut-turut selama 2 tahun berturut-turut.<br />
3. Bronkitis akut adalah penyakit obstrukstif akibat inflamasi akut pada saluran nafas kecil ( bronkiolus ), terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun dengan insidens tertinggi sekitar usia 6 bulan. <br />
<br />
B. ETIOLOGI<br />
<br />
Virus,bakteri,inhalasi zat iritan ( asap rokok,zat udara/polusi udara ),diperburuk oleh cuaca dingin.<br />
Respiratory syncytial virus ( RSV ) pada 50% sampai 90% kasus. Selain itu, parainfluenza, mikroplasma, adenovirus, sangat jarang infeksi primer bakteri.<br />
<br />
C. MANIFESTASI KLINIS<br />
<br />
Biasanya didahului infeksi saluran napas atas dengan batuk pilek, tanpa demam atau hanya subfebris. Sesak napas makin hebat, disertai napas cepat dan dangkal. Terdapat dispnu dengan expiratory effort, retraksi otot Bantu napas, napas cepat dangkal disertai napas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut, gelisah, ekspirium memanjang atau mengi : jika obstruksi hebat suara napas nyaris tak terdengar, ronki basah halus nyaring kadang terdengar pada akhir atau awal ekspirasi, suara perkusi paru hipersonor.<br />
1. Produksi mucus kental.<br />
2. Batuk produktif dg dahak purulen.<br />
3. Dispneu.<br />
4. Demam.<br />
5. Suara nafas tambahan.<br />
6. Nyeri.<br />
<br />
D. PATOFISIOLOGI <br />
Invasi virus menyebabkan obstruksi bronkiolus akibat akumulasi mukus, debris dan endema. Terjadi resistensi aliran udara pernafasan berbanding terbalik ( dengan radius lumen pangkat empat ), baik pada inspirasi maupun pada fase ekspirasi. Terdapat mekanisme klep yaitu terperngkapnya udara yang menimbulkan overinflasi dada. Pertukaran udara yang terganggu menyebabkan ventilasi berkurang dan hipoksemia, peningkatan frekuensi nafas sebagai kompensasi. Pada keadaan sangat berat dapat terjadi hiperkapnia. Obstruksi total dan terserapnya uadra dapat menyebabkkan atelektatis.<br />
Gangguan respiratorik jangka panjang pasca bronkiolitis dapat timbul berupa batuk berulang, mengi, dan hiperreaktivitas bronkus, yang cinderung membaik sebelum usia sekolah. Komplikasi jangka panjang lain yaitu bronkiolitis obliterans dan sindrom paru hiperlusen unilateral ( Sindrom Swyer – James ), sering dihubungkan dengan adenovirus.<br />
<br />
E. PATHWAY<br />
Virus<br />
<br />
Akumulasi mucus, debris edema<br />
<br />
Obstruksi Bronkiolus<br />
<br />
<br />
Resistensi aliran udara Obstruksi total<br />
<br />
Berbanding terbalik Atelektasis<br />
<br />
Fase inspirasi Fase ekspirasi Gangguan respiratorik<br />
<br />
<br />
Mekanisme klep Batuk, mengi, hiperreaktivitas<br />
bronkus<br />
Overinflasi dada<br />
<br />
<br />
F. KOMPLIKASI<br />
<br />
1. Hipertensi Paru<br />
2. Ca paru akibat metaplasia & displasia.<br />
<br />
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG<br />
<br />
1. Ro thorak.<br />
2. Pemeriksaan AGD.<br />
3. Pemeriksaan laborat.<br />
4. Foto dada AP dan lateral : hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsilidasi yang terbesar.<br />
5. Analisis gas darah : hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis metabolic, atau respiratorik.<br />
6. Pemeriksaan deteksi cepat antigen RSV yang dapat dikerjakan secara beside.<br />
<br />
H. PENATALAKSANAAN MEDIS<br />
<br />
1. Pemberian antibiotik<br />
2. Peningkatan asupan cairan <br />
3. Pemberian bronkodilator,ekspectoran,oksigen ssi indikasi<br />
4. Istirahat : utk menurunkan kebutuhan oksigen<br />
5. Postural Drainase.<br />
6. Pen-kes : menghidari polutan.<br />
7. Oksigen 1-2 L/menit.<br />
8. IVFD : <br />
a. Neonatus : dekstrose 10% : NaCI 0,9% = 4:1, + KCI 1-2mEq/kgBB/hari.<br />
b. Bayi > I bulan : dekstrose 10% : NaCI 0,9% = 3:1, + KC1 10 mEq/500 ml cairan.<br />
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.<br />
9. Koreksi gangguan asam basa dan elketrolit.<br />
10. Antibiotik sebenarnya tidak diperlukan, tetapi karena sukar dibedakan dengan pneumonia interstisialis, antibiotik tetap diberikan.<br />
Untuk kasus bronkiolitis community base :<br />
a. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian.<br />
b. Kloramfenikol 75mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian.<br />
Untuk kasus bronkiolitis hospital base :<br />
a. Sefotaksim 100mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian.<br />
b. Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian.<br />
11. Steroid : deksametason 0,5 mg/kgBB inisial, dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis.<br />
12. Inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.<br />
<br />
I. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN<br />
<br />
1. Riwayat kesehatan lengkap<br />
2. Pemajanan zat iritan<br />
3. Kaji adanya : <br />
a. Produksi mucus kental<br />
b. Batuk produktif dg dahak purulen.<br />
c. Dispneu<br />
d. Demam<br />
e. Suara nafas tambahan<br />
f. Nyeri<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
J. FOKUS INTERVENSI<br />
<br />
1. Diagnosa 1 dan 2<br />
a. Kaji pernafasan ( kedalaman,irama, penggunaan otot pernafasan,cuping hidung dan adanya batuk )<br />
b. Kaji adanya bunyi nafas tambahan.<br />
c. Berikan oksigen dg humidifikasi<br />
d. Tinggikan kepala saat tidur 30-40 derajat dg kepala sedikit ekstensi.<br />
e. Berikan istirahat dan aktifitas scr periodic<br />
f. Lakukan fisioterapi dada bila perlu.<br />
g. Berikan bronkodilator ssi indikasi<br />
h. Monitor nadi ( hipoksia menyebabkan takikardia )<br />
i. Periksa AGD<br />
2. Diagnosa 2<br />
a. Berikan makanan sedikit sedkit tapi sering<br />
b. Beri makanan yg disukai/menarik<br />
c. Lakukan oral hygiene sblm makan.<br />
d. Beri makan yg tinggi kalori dan protein<br />
e. Timbang BB ssi protokol <br />
3. Diagnosa 3<br />
a. Kaji tingkat respon thd aktifitas<br />
b. Rencanakan perawatan utk memeberikan istirahat yg optimal<br />
c. Beri oksigen ssi kebutuhan<br />
d. Rencanakan/instruksikan pasien utk menghemat energi ( pilih permainan yg tdk membutuhkan banyak enrgi : game,nonton televisi dll )<br />
e. Berikan istirahat diantara aktivitas.<br />
4. Diagnosa 4<br />
a. Anjurkan or-tu utk tetap menemani anak<br />
b. Gunakan komunikasi teraupetik<br />
c. Berikan terapi bermain ssi dg usia dan kondisi<br />
d. Jelaskan semua prosedur yg akan dilakukan<br />
e. Ajarkan or-tu utk mengekspresikan perasaan scr verbal.<br />
f. Libatkan or-tu dlm perawatan anak. <br />
<br />
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />
<br />
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas B.D obstruksi trakheobronkial/adanya secret<br />
2. Gangguan pertukaran gas B.D vasokonstriksi alveolar,penumpukan secret <br />
3. Perubahan nutrisi : kurang dr kebutuhan tubuh B.D meningkatnya metabolisme.<br />
4. Intoleransi aktifitas B.D ketidakseimbangan antra suplai oksigen dan kebutuhan oksigen<br />
5. Kecemasan anak/orang tua B.D kesukaran bernafas/hospitalisasi.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-27748688142122102892011-12-25T02:27:00.000-08:002017-10-05T14:41:06.920-07:00BOWEL TRAINING<h3 class="post-title entry-title"> B0WEL TRAINING </h3><div class="post-header"> </div><br />
<br />
1. Definisi<br />
Toilet training adalah proses mengajar anak kecil untuk mengendalikan usus dan kandung kemih dan menggunakan kamar mandi untuk penghapusan. Seorang anak dianggap toilet dilatih ketika dia memprakarsai pergi ke kamar mandi dan dapat menyesuaikan pakaian yang diperlukan untuk buang air kecil atau memiliki gerakan usus. Pelatihan toilet toilet kadang-kadang disebut belajar atau toilet pelatihan. <br />
<br />
<br />
2. Deskripsi <br />
Usia rata-rata di mana anak-anak toilet menyelesaikan pelatihan di Amerika Serikat adalah sekitar tiga tahun. Dalam beberapa kasus anak-anak belajar mengendalikan kandung kemih pertama; orang lain belajar mengendalikan buang air besar sebelum kontrol kandung kemih. Kontrol pertama umumnya dicapai selama siang hari, jauh sebelum seorang anak dapat tetap kering di malam hari. <br />
Beberapa anak mencapai kontrol atas kandung kemih dan / atau buang air besar seawal usia sembilan bulan dan mampu bekerja sama dalam mengendalikan diri sampai tingkat tertentu pada usia 12 sampai 15 bulan. Kebanyakan ahli setuju, bagaimanapun, bahwa pelatihan toilet hanya boleh dimulai ketika seorang anak menunjukkan tanda-tanda tertentu kesiapan yang biasanya muncul antara usia dua dan tiga tahun. Tidak seperti bayi, balita tahu kapan mereka buang air kecil atau buang air besar dan mungkin beranggapan postur tertentu atau menjadi tenang ketika mereka akan memindahkan isi perut mereka. Mereka juga belajar kosakata mereka keluarga menggunakan penghapusan.<br />
Tanda lain adalah rasa keinginan untuk fastidiousness dan ketertiban yang muncul pada tahap perkembangan ini. Anak-anak cenderung meminta orangtua untuk mengubah popok kotor mereka langsung, dan mereka menunjukkan minat terhadap ketertiban umum yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pelatihan toilet. Seorang anak usia ini juga mempunyai keinginan untuk meniru diucapkan orang tua jenis kelamin yang sama, suatu sifat yang dapat digunakan untuk keuntungan dalam menggoda dia untuk menggunakan toilet. Terakhir, anak akan mulai menunjukkan tanda-tanda mampu untuk menunda buang air kecil atau buang air besar seperti terbangun dari tidur masih kering atau menahan diri dari buang air kecil atau buang air besar untuk waktu yang cukup lama sementara tidak memakai popok. <br />
<br />
<br />
<br />
3. Strategi <br />
Umumnya para ahli perawatan anak menyarankan sebuah strategi yang menggunakan pujian sebagai motivator, memiliki sedikit tekanan dari orang tua, dan menyenangkan bagi anak. Telah ditemukan bahwa ketika orangtua menunggu sampai anak telah mencapai tingkat kemungkinan terbesar kesiapan, proses ini lebih mudah, lebih cepat, dan disertai dengan lebih sedikit penyimpangan. Penekanannya adalah pada membiarkan anak dilanjutkan pada kecepatan sendiri, didorong oleh keinginan untuk menjadi "anak besar" atau "gadis besar" dan meniru orang tuanya. Langkah-langkah yang dapat menyebabkan tekanan dan kecemasan perlu dihindari. <br />
Langkah pertama dalam toilet training adalah untuk membeli sebuah toilet. Ada berbagai versi potties, termasuk orang-orang yang duduk di lantai dan dikosongkan setelah setiap kali digunakan, orang-orang yang memiliki cangkir untuk melindungi Splatters, dan orang yang duduk di atas toilet orang dewasa dengan atau tanpa sebuah langkah bangku bagi anak untuk naik ke hal itu. Tingkat lantai-model yang paling sering direkomendasikan untuk tahap pertama pelatihan toilet. Beberapa menyarankan membawa anak ke toko untuk membantu memilih sendiri toilet, kemudian membantu untuk personalisasi dengan nama, stiker, cat, dan sebagainya, dengan gagasan umum membuat toilet yang berharga milik anak, bukan sesuatu yang harus ditakuti. <br />
Anak pertama-tama harus meluangkan waktu untuk duduk di toilet, pertama sementara pakaian dan kemudian dengan pakaian dihapus, sehingga dia atau dia merasa nyaman duduk di atasnya. Hubungan antara apa yang ia lakukan di pispot kecil dan apa yang orang dewasa dan saudara lakukan di toilet besar harus ditekankan. Salah satu saran adalah untuk membawa anak ke toilet dengan popok yang kotor dan isinya diletakkan di dalamnya sehingga ia dapat melihat bahwa ini adalah di mana mereka berada. Orang tua harus memperhatikan isyarat dari anak itu bahwa ia mungkin akan buang air kecil atau buang air besar, seperti yang terkonsentrasi melihat, menarik di popok nya, jongkok, atau menggerutu. Seringkali perilaku ini akan terjadi hal pertama di pagi hari, tepat setelah tidur siang, atau kira-kira 20 menit setelah makan. Anak harus dibawa ke toilet, popok nya harus dihapus, dan anak didorong untuk duduk selama sedikitnya satu menit. Beberapa anak mungkin akan menikmati membaca buku atau menyanyikan sebuah lagu sambil menunggu. Khusus-keras membaca buku tentang pelatihan toilet populer. Orang tua seharusnya tidak pernah tali anak ke pispot atau memaksa dia untuk duduk di atasnya. Jika anak tidak menggunakan toilet setelah lima menit atau lebih, dia atau ia harus didorong untuk berpakaian dan coba lagi segera. <br />
Konsensus umum dari para ahli adalah bahwa banyak dorongan dan pujian harus digunakan bila anak bekerja sama dengan toilet pelatihan dan ketika dia mulai buang air kecil atau buang air besar di toilet. Hadiah seperti pelukan dan ciuman, pujian lisan, stiker, bintang, atau memperlakukan favorit dapat digunakan ketika anak menggunakan toilet atau memberi tahu orang tua dia atau dia harus menggunakannya. Pull-up popok atau celana pelatihan plastik dapat dibeli sehingga anak dapat menghapusnya dirinya sendiri. Bagi banyak anak, cukup maju dari popok ke celana dan kemudian pelatihan secara berkala celana adalah insentif itu sendiri. Ketika kecelakaan terjadi, mereka harus diperlakukan dengan santai; hukuman, menggoda, atau menghukum harus dihindari.<br />
Pelatihan malam hari biasanya dimulai ketika seorang anak bisa tetap kering sepanjang hari, selama sekurang-kurangnya empat sampai enam jam. Gadis biasanya mencapai titik ini sebelum anak laki-laki; beberapa gadis mulai tetap kering di waktu tidur siang dan bahkan kadang-kadang pada malam hari sebelum usia dua tahun. Setelah usia dua tahun, malam kering menjadi lebih sering: 45 persen anak perempuan dan 35 persen anak laki-laki tetap kering di malam hari pada usia dua hingga tiga. Dengan banyak anak, malam hari pelatihan tidak dilakukan sampai usia tiga tahun dan, dalam banyak kasus, tidak lengkap sampai empat atau lima. Sinyal dari kandung kemih anak harus cukup kuat untuk membangunkan dia dari tidur dan membawanya ke kamar mandi setidaknya sekali atau dua kali setiap malam. Sebanyak 25 persen anak-anak telah kambuh setelah mereka telah kering di malam hari selama enam bulan atau lebih, biasanya karena sementara penekan. Pada sebagian kecil anak-anak, malam hari kontrol kandung kemih tidak berkembang sampai usia lima tahun; situasi ini sering terjadi dalam keluarga di mana ada sejarah Enuresis (ngompol). <br />
<br />
4. Masalah Umum <br />
Dalam beberapa kasus, seorang anak mungkin menolak semua upaya pelatihan toilet dari orang tua, beberapa akan sejauh menolak duduk di toilet atau bahkan menahan buang air besar. Pelatihan toilet perlawanan mungkin hasil dari orangtua over-menegur anak ketika kecelakaan yang dibuat atau anak tidak menggunakan toilet ketika ditujukan. Dalam beberapa kasus anak sama sekali tidak siap untuk toilet belajar. Lebih jarang, perlawanan dapat disebabkan oleh suatu kondisi yang menyebabkan anak sakit ketika dia menggunakan pispot, buang air kecil seperti menyakitkan dikaitkan dengan infeksi saluran kemih. Jika seorang anak tidak kooperatif selama proses pelatihan toilet, orangtua dapat mencoba membiarkan anak memulai proses ketika dia siap, menggunakan penghargaan dan umpan balik positif setiap kali anak berhasil dalam menggunakan toilet atau pergi sepanjang hari tanpa mengotori-Nya atau celananya, anak mengganti popok atau celana pelatihan dengan teratur pakaian atau mempunyai anak mengubah atau pakaiannya sendiri ketika kecelakaan terjadi. <br />
Satu potensi efek negatif perlawanan adalah bahwa anak dapat menahan buang air besar, menyebabkan sembelit. Hal ini pada gilirannya membuat penghapusan tidak nyaman dan bahkan menyakitkan, bahkan menciptakan keengganan dan resistensi yang lebih besar pada bagian anak. Parah sembelit dapat menyebabkan retakan anal menyakitkan, tinja mengotori (encopresis), atau dubur pembesaran. Penundaan yang tidak biasa di toilet anak normal atau regresi untuk mengotori keluarga umumnya menunjukkan stres dan / atau yang mendasari masalah emosional dan mungkin membutuhkan konseling untuk diselesaikan secara efektif. <br />
<br />
<br />
<br />
5. Parental Kekhawatiran <br />
Pelatihan toilet sering menjadi takut dan frustasi tugas bagi orangtua. Proses dapat berjalan lebih lancar untuk orang tua dan anak jika orang tua dididik tentang teknik-teknik pelatihan yang menekankan menunggu sampai anak menunjukkan tanda-tanda kesiapan sebelum memulai pelatihan dan mengambil pendekatan yang berorientasi pada anak. <br />
<br />
<br />
<br />
6. Kapan Harus Menghubungi Dokter <br />
Orang tua harus menghubungi penyedia layanan kesehatan bila anak mereka menunjukkan salah satu dari perilaku berikut: <br />
menahan buang air besar atau sembelit <br />
bukti yang menyakitkan buang air kecil atau buang air besar <br />
toilet diperpanjang resistensi (yaitu berlangsung selama beberapa bulan) <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
<br />
Morgan, Richard. Zoo Poo: Sebuah Buku Pelatihan Toilet Pertama. New York: Barron's Educational Resources, 2004. <br />
<br />
Warner, Penny, et al. Toilet Pelatihan tanpa Air mata atau Trauma. Minnetonka, MN: Meadow Press, 2003. <br />
<br />
Periodicals <br />
<br />
"Toilet Training." Pediatrics untuk Orang Tua 20, no. 8 (Agustus 2003): 2. <br />
<br />
Schmitt, Barton D. "Dasar-dasar Pelatihan Toilet." Clinical Reference Systems (2002): 3263-7. <br />
<br />
--. "Pelatihan Toilet Masalah: berprestasi rendah, Refusers, dan feses Holders." Contemporary Pediatrics 21, no. 4 (April 2004): 71-82. <br />
<br />
Schonwald, Alison, et al. "Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pelatihan Toilet Sulit." Pediatrics 113, no. 6 (Juni 2004): 1.753-7.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-26498766882712578262011-12-24T02:26:00.000-08:002017-10-05T14:41:27.484-07:00PENCEGAHAN KECELAKAAN PADA ANAK<h3 class="post-title entry-title"> PENCEGAHAN KECELAKAAN PADA ANAK </h3><div class="post-header"> </div><br />
<br />
1. TERSEDAK<br />
Pada usia tertentu, anak-nak selalu memasukkan apapun ke dalam mulutnya. Hati-hati bisa tersedak.<br />
<br />
Inilah beberapa hal yang harus dilakukan orang tua untuk mencegah kejadian tersedak :<br />
<br />
a. Jauhkan anak-anak dari barang-barang kecil dan mainan yang bisa dilepas menjadi bagian-bagian kecil.<br />
<br />
b. Berilah mainan yang sesuai dengan umur dan ketrampilan anak.<br />
<br />
c. Jauhkan mainan yang lebih besar dari jangkauan anak. Anak selalu tertarik dengan benda yang berwarna cerah.<br />
<br />
d. Ajari si kakak untuk menyimpan mainannya secara rapi pada kotak khusus tertutup yang sudah disediakan.<br />
<br />
e. Periksa secara berkala semua mainan yang mungkin kendur atau sudah patah. Bagian yang terlepas bisa mudah tertelan.<br />
<br />
f. Setiap kali membersihkan lantai, pastikan tak ada benda kecil yang tertinggal seperti peniti, uang logam, tutup botol, kuku, penjepit kertas, jepit rambut, karet gelang dan benda kecil lainnya.<br />
<br />
g. Hindari memakaikan baju yang penuh kancing atau aksesoris yang mudah ditarik. Bila terlepas bisa tertelan oleh anak.<br />
<br />
h. Jangan memberikan permen, popcorn, kacang, dan makanan potongan kecil atau butiran karena dapat membuat anak tersedak, atau benda itu masuk ke dalam hidung.<br />
<br />
i. Selalu tunggui setiap kali anak makan. Jangan memberikan makan sembari ia bermain, merangkak atau belajar berjalan.<br />
<br />
2. TENGGELAM<br />
Sering terjadi anak tenggelam di kolam renang. Ini karena minimnya pengawasan saat si kecil bermain di dekat kolam renang. <br />
Agar anak terhindar dari bahaya tenggelam, inilah yang perlu dilakukan orang tua :<br />
<br />
a. Gunakan ember dan air yang ukurannya disesuai dengan usia anak. Jangan pernah meninggalkan anak sendirian sedetikpun di dekat bak mandi.<br />
<br />
b. Selalu buang air dalam “ bath up “ setiap kali usai menggunakannya. Bila sedang mengisi bath up, tutuplah pintu kamar mandi. Bila perlu kuncilah untuk mencegah si kecil merangkak masuk.<br />
<br />
c. Sekeliling kolam renang harus diberi pagar pengaman yang rapat dan pintu pagar menuju kolam renang harus selalu dikunci.<br />
<br />
d. Selalu awasi si kecil bila ia berada di dekat air, meski di kolam yang khusus untuknya sekalipun.<br />
<br />
e. Jangan terlalu berambisi mengajari anak berenang sejak dini di kolam renang umum. Usia yang paling disarankan adalah 3 tahun karena daya tahan tubuhnya sudah lebih kuat menghadapi parasit dan bakteri yang mungkin ada di kolam renang umum.<br />
<br />
3. KESETRUM<br />
Yang sering terjadi, anak kesetrum karena memasukkan benda logam ke dalam stop kontak.<br />
Bahaya kesetrum bisa dihindari dengan cara-cara berikut :<br />
<br />
a. Kita harus rajin men-cek setiap kabel-kabel listrik dan stop kontak yang ada di rumah. Bila ada kabel yang mengelupas, segera ganti dengan kabel yang baru. Gantilah stop kontak dengan model yang tertutup atau berpengaman, misal : harus diputar dulu bila hendak digunakan.<br />
<br />
b. Tutup stop kontak dengan barang-barang furnitur yang tak mudah digeser.<br />
<br />
c. Hindari peralatan listrik seperti mixar atau setrika dengan kabel menjuntai dari jangkauan anak-anak.<br />
<br />
4. TERBAKAR<br />
Anak memiliki kulit yang lebih tipis jika dibandingkan dengan orang dewasa. Kulit mereka lebih rentan terhadap luka bila terkena api atau tersiram sesuatu yang panas. Yang sering terjadi, ibu membuat susu dengan tetap menggendong si kecil. Bahayanya bila si kecil meronta, maka botol susu yang sudah berisi air hangat akan terguncang hingga airnya bisa menyiram si kecil. Apa yang buat kita tidak terasa panas, buat si kecil bisa menyebabkan kulit jadi merah seperti halnya tersiram air panas.<br />
Supaya resiko terbakar atau terkena air dan benda panas dapat dihindari, lakuka hal berikut :<br />
<br />
a. Selalu mengetes terlebih dahulu panasnya air yang akan digunakan untuk menyeduh susu atau untuk mandi.<br />
<br />
b. Jika anda sedang menikmati kopi atau teh, hindari sambil memegang anak.<br />
<br />
c. Jangan sambil menggendong si kecil bila sedang memasak. Sikecil bisa menarik gagang panci atau meronta-ronta yang membuat konsentrasi anda terpecah.<br />
<br />
d. Arahkan mulut teko ke dalam, untuk menghindari tertumpah ke bawah bila tersenggol.<br />
<br />
e. Jangan sambil menggendong si kecil bila sedang menyetrika.<br />
<br />
f. Simpan korek api dan pemantik api jauh dari jangkauan anak.<br />
<br />
<br />
5. JATUH<br />
Sering terjadi, anak jatuh dari tempat tidurnya sendiri atau orang tuanya.<br />
Agar si kecil tidak terjatuh, orang tua seharusnya :<br />
<br />
a. Tidak membiarkan si kecil sendirian sedetikpun bila ia berada di tempat tidur, sfa atau kursi.<br />
<br />
b. Pasang pagar pengaman di tangga menuju ruang atas.<br />
<br />
c. Pasang tali pengaman di kursi makan dan peralatan lain yang dilengkapi tali pengaman. Meski hanya ditinggal membuat susu atau menerima telepon, tatap pasangkan tali pengaman ini.<br />
<br />
d. Lepaskan bumper ( bantal pengaman ) dari tempat tidurnya karena akan dipakainya untuk memanjat.<br />
<br />
e. Untuk mengantisipasi si kecil jatuh dari tempat tidur, sejak awal belilah tempat tidur yang bisa diatur ketinggiannya. Semakin besar si kecil, seharusnya semakin rendah alas ranjangnya sehingga ia tidak meloncati pagar pengaman tempat tidur karena menjadi lebih tinggi. Kuncilah selalu pagar pengaman ini.<br />
<br />
f. Jangan meletakkan bayi dan kursinya di tempat tinggi, misal di meja, di tempat yang tidak rata, atau di bangku yang tinggi. Jangan biarkan si kecil sendirian duduk dikursinya.<br />
<br />
6. TERCEKIK DAN KEKURANGAN NAFAS<br />
Kasus yang sering terjadi anak kekurangan nafas karena hidungnya tertutup oleh bantalnya sendiri.<br />
Bahaya tercekik dan kekurangan nafas dapat dicegah dengan cara :<br />
<br />
a. Berikan tempat tidur pada anak dengan spri yang tidak kusut dan kasurnya tidak terlalu empuk agar tidak timbul gelombang.<br />
<br />
b. Hindari anak tidur dengan bantal-bantal yang tertumpuk disekitarnya. Tumpukan ini bisa rubuh dan menimpa tubuhnya dan bantal dapat menutupi jalan nafasnya.<br />
<br />
c. Ikat semua tali yang menjuntai, seperti tali gorden, krei, tali sarung guling dan lainnya, sehingga tidak bisa untuk mainan oleh si kecil. Bahaya tercekik bisa timbul dari tali yang menjuntai.<br />
<br />
d. Jangan mengikatkan sesuatu pada lehernya, termasuk topi yang memakai tali pengikat.<br />
<br />
e. Jangan biarkan mainan yang bertali atau mempunyai simpul-simpul yang bisa dilepas.<br />
<br />
f. Simpan semua tas plastik, kantong plastik dari jangkauan anak. Bahaya kekurangan nafas dapat terjadi bila anak bermain tas plastik. Mereka memasukkan keplanya ke dalam plastik, padahal akibatnya ia bisa kekurangan nafas akibat defisit udara.<br />
<br />
7. KERACUNAN<br />
Bahaya keracunan yang sering terjadi pada anak adalah menelan obat berlebihan (overdosis) karena orang tua meletakkan obat sembarangan. Potensi keracunan lainnya menelan cairan kosmetik ibunya, cairan pembersih untuk rumah dan cairan pembasmi serangga dan bahan beracun lainnya.<br />
Untuk menghindarinya, berikut yang harus dilakukan :<br />
<br />
a. Letakkan semua barang-barang yang menimbulkan potensi keracunan seperti bahan-bahan pembersih, pewangi pakaian, pupuk dan lainnya di tempat tinggi dan tak mudah dijangkau. Bila perlu, kunci lemari khusus tersebut. Simpanlah tetap bersama pembungkusnya. Biasanya disitu tertera cara menanggulangi bila terhirup atau tertelan.<br />
<br />
b. Hal yang sama juga berlaku dalam penyimpanan kosmetik, parfum, pencuci mulut, pembersih muka dan peralatan kosmetik lainnya.<br />
<br />
c. Letakkan bumbu dapur, kecap, sirup dan minyak goreng ditempat yang terkunci pula.<br />
<br />
d. Demikian juga dengan vitamin, obat-obat bebas dan lainnya di tempat yang aman dari jangkauan anak. Seharusnya kemasan bahan yang beracun “toxic product” didesain sedemikian rupa agar tak bisa dibuka oleh anak.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-32265192240030343322011-12-23T02:19:00.000-08:002017-10-05T14:41:46.965-07:00RETARDASI ME TAL<h3 class="post-title entry-title"> RETARDASI MENTAL </h3><div class="post-header"> </div><br />
<br />
<br />
A. PENDAHULUAN<br />
Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama pada retardasi mental ialah intelegensi yang terbelakang atau keterbelakangan mental.<br />
Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental.Retardasi mental bukanlah suatu penyakit walaupun retardasi mental merupakan hasil dari proses patologik di dalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap intelektual dan fungsi adaptif. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya.<br />
Hasil bagi intelegensi (IQ = “Intelligence Quotient”) bukanlah merupakan satu-satunya patokan yang dapat dipakai untuk menentukan berat ringannya retardasi mental. Sebagai kriteria dapat dipakai juga kemampuan untuk dididik atau dilatih dan kemampuan sosial atau kerja. Tingkatannya mulai dari taraf ringan, sedang sampai berat, dan sangat berat. <br />
Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental.<br />
(Maramis WF,1994)<br />
Retardasi mental adalah suatu keadaan dimana taraf perkembangan kecerdasan di bawah normal, Seorang anak dikatakan mengalami kondisi mental retardasi berdasarkan angka IQ, yaitu angka intelegensia umur kronologis yang dibandingkan intelegensia umur yang normal pada waktu bersangkutan.<br />
(http://tiarsblog.blogspot.com/2008/05/retardasi-mental.html)<br />
<br />
Klasifikasi retardasi mental menurut DSM-IV-TR yaitu :<br />
<br />
1. Retardasi mental berat sekali IQ dibawah 20 atau 25. Sekitar 1 sampai 2 % dari orang yang terkena retardasi mental.<br />
2. Retardasi mental berat IQ sekitar 20-25 sampai 35-40. Sebanyak 4 % dari orang yang terkena retardasi mental.<br />
3. Retardasi mental sedang IQ sekitar 35-40 sampai 50-55. Sekitar 10 % dari orang yang terkena retardasi mental.<br />
4. Retardasi mental ringan IQ sekitar 50-55 sampai 70. Sekitar 85 % dari orang yang terkena retardasi mental. Pada umunya anak-anak dengan retardasi mental ringan tidak dikenali sampai anak tersebut menginjak tingkat pertama atau kedua disekolah.<br />
<br />
B. EPIDEMIOLOGI<br />
Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di indonesia 1-3 persen penduduknya menderita kelainan ini. Insidennya sulit di ketahui karena retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.<br />
<br />
C. ETIOLOGI<br />
Penyebab kelainan mental ini adalah faktor keturunan (genetik) atau tak jelas sebabnya (simpleks).keduanya disebut retardasi mental primer. Sedangkan faktor sekunder disebabkan oleh faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi dalam kandungan atau anak-anak.<br />
<br />
Retardasi mental menurut penyebabnya, yaitu :<br />
<br />
- Akibat infeksi atau intoksikasi. Dalam Kelompok ini termasuk keadaan retardasi mental karena kerusakan jaringan otak akibat infeksi intrakranial, karena serum, obat atau zat toksik lainnya.<br />
- Akibat rudapaksa atau disebabkan fisik lain. Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar x, bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan dengan retardasi mental. Rudapaksa sesudah lahir tidak begitu sering mengakibatkan retardasi mental.<br />
- Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi.Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme (misalnya gangguan metabolime lemak, karbohidrat dan protein), pertumbuhan atau gizi termasuk dalam kelompok ini.Ternyata gangguan gizi yang berat dan yang berlangsung lama sebelum umur 4 tahun sangat memepngaruhi perkembangan <br />
- otak dan dapat mengakibatkan retardasi mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum umur 6 tahun, sesudah ini biarpun anak itu diberikan makanan bergizi, intelegensi yang rendah itu sudah sukar ditingkatkan.<br />
- Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal). Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat neoplasma (tidak termasuk pertumbuhan sekunder karena rudapaksa atau peradangan) dan beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, tetapi yang belum diketahui betul etiologinya (diduga herediter). Reaksi sel-sel otak ini dapat bersifat degeneratif, infiltratif, radang, proliferatif, sklerotik atau reparatif.<br />
- Akibat penyakit/pengaruh pranatal yang tidak jelas.Keadaan ini diketahui sudah ada sejak sebelum lahir, tetapi tidak diketahui etiologinya, termasuk anomali kranial primer dan defek kogenital yang tidak diketahui sebabnya.-Akibat kelainan kromosom. Kelainan kromosom mungkin terdapat dalam jumlah atau dalam bentuknya.<br />
- Akibat prematuritas. Kelompok ini termasuk retardasi mental yang berhubungan dengan keadaan bayi pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram atau dengan masa hamil kurang dari 38 minggu serta tidak terdapat sebab-sebab lain seperti dalam sub kategori sebelum ini.<br />
- Akibat gangguan jiwa yang berat. Untuk membuat diagnosa ini harus jelas telah terjadi gangguan jiwa yang berat itu dan tidak terdapat tanda-tanda patologi otak.<br />
- Akibat deprivasi psikososial. Retardasi mental dapat disebabkan oleh fakor-faktor biomedik maupun sosiobudaya.<br />
<br />
C. Manifestasi klinis <br />
Retardasi mental ringan, keterampilan sosial dan komunikasinya mungkin adekuat dalam tahun-tahun prasekolah. Tetapi saat anak menjadi lebih besar, defisit kognitif tertentu seperti kemampuan yang buruk untuk berpikir abstrak dan egosentrik mungkin membedakan dirinya dari anak lainnya seusianya.<br />
Retardasi mental sedang, keterampilan komunikasi berkembang lebih lambat. Isolasi sosial dirinya mungkin dimulai pada saat sekolah dasar. Dapat dideteksi lebih dini jika dibandingkan dengan retardasi mental ringan.<br />
Retardasi mental berat, bicara anak terbatas dan perkembangan motoriknya buruk. Pada usia prasekolah sudah nyata ada gangguan. Pada usia sekolah mungkin kemampuan bahasanya berkembang. Jika perkembangan bahasanya buruk, bentuk komunikasi nonverbal dapat berkembang.<br />
Retardasi mental sangat berat, keterampilan komunikasi dan motoriknya sangat luas. Pada masa dewasa dapat terjadi perkembangan bicara dan mampu menolong diri sendiri secara sederhana. Tetapi seringkali masih membutuhkan perawatan orang lain.<br />
Terdapatnya ciri klinis lainnya yang dapat terjadi sendiri atau menjadi bagian dari gangguan retardasi mental, yaitu hiperaktivitas, toleransi frustasi yang rendah, agresi, ketidakstabilan afektif, perilaku motorik stereotipik berulang, dan perilaku melukai diri sendiri.<br />
(Maramis WF,1994)<br />
D. DIAGNOSIS<br />
Untuk mendiagnosa retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesa dari orang tua dengan teliti mengenai kehamilan, persalinan dan perkembangan anak. Bila mungkin dilakukan juga pemeriksaan psikologik, bila perlu diperiksa juga di laboratorium, diadakan evaluasi pendengaran dan bicara. Observasi psikiatrik dikerjakan untuk mengetahui adanya gangguan psikiatrik disamping retardasi mental.<br />
Tingkat kecerdasan intelegensia bukan satu-satunya karakteristik, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar keterampilan spesifik yang berbeda. Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis, prilaku adaptif dan hasil tes psikometrik. Untuk diagnosis yang pasti harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari lingkungan sosial biasa sehari-hari. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan retardasi mental dapat ditemukan berbagai macam perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala: mikrosefali, hidrosefali, dan sindrom down. Wajah pasien dengan retardasi mental sangat mudah dikenali seperti hipertelorisme, lidah yang menjulur keluar, gangguan pertumbuhan gigi dan ekspresi wajah tampak tumpul.<br />
<br />
Kriteria diagnostik retardasi mental menurut DSM-IV-TR yaitu : <br />
<br />
1. Fungsi intelektual yang secara signifikan dibawah rata-rata. IQ kira-kira 70 atau dibawahnya pada individu yang dilakukan test IQ.<br />
2. Gangguan terhadap fungsi adaptif paling sedikit 2 misalnya komunikasi, kemampuan menolong diri sendiri, berumah tangga, sosial, pekerjaan, kesehatan dan keamanan.<br />
3. Onsetnya sebelum berusia 18 tahun Ciri-ciri Perkembangan penderita retardasi mental.<br />
Diagnosis Banding<br />
<br />
Anak-anak dari keluarga yang sangat melarat dengan deprivasi rangsangan yang berat (retardasi mental ini reversibel bila diberi rangsangan yang baik secara dini). Kadang-kadang anak dengan gangguan pendengaran atau penglihatan dikira menderita retardasi mental. Mungkin juga gangguan bicara dan “cerebral palsy” membuat anak kelihatan terbelakang, biarpun intelegensianya normal. Gangguan emosi dapat menghambat kemampuan belajar sehingga dikira anak itu bodoh. “early infantile” dan skizofrenia anak juga sering menunjukkan gejala yang mirip retardasi mental.<br />
<br />
Pencegahan dan Pengobatan<br />
<br />
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan keadaan-sosio ekonomi, konseling genetik dan tindakan kedokteran (umpamanya perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik, kehamilan pada wanita adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan peradangan otak pada anak-anak).<br />
Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak, perdarahan subdural, kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat dibuka dengan kraniotomi; pada mikrosefali yang kogenital, operasi tidak menolong).<br />
Pencegahan tersier merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus sebaiknya disekolah luar biasa. Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau dektrukstif. Konseling kepada orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan antara lain membantu mereka dalam mengatasi frustrasi oleh karena mempunyai anak dengan retardasi mental. Orang tua sering menghendaki anak diberi obat, oleh karena itu dapat diberi penerangan bahwa sampai sekarang belum ada obat yang dapat membuat anak menjadi pandai, hanya ada obat yang dapat membantu pertukaran zat (metabolisme) sel-sel otak.<br />
<br />
Latihan dan Pendidikan<br />
<br />
Pendidikan anak dengan retardasi mental secara umum ialah:<br />
• Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada.<br />
• Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial.<br />
• Mengajarkan suatu keahlian (skill) agar anak itu dapat mencari nafkah kelak.<br />
<br />
Latihan diberikan secara kronologis dan meliputi :<br />
<br />
1. Latihan rumah: pelajaran-pelajaran mengenai makan sendiri, berpakaian sendiri, kebersihan badan.<br />
2. Latihan sekolah: yang penting dalam hal ini ialah perkembangan sosial.<br />
3. Latihan teknis: diberikan sesuai dengan minat, jenis kelamin dan kedudukan sosial.<br />
4. Latihan moral: dari kecil anak harus diberitahukan apa yang baik dan apa yang tidak baik. Agar ia mengerti maka tiap-tiap pelanggaran disiplin perlu disertai dengan hukuman dan tiap perbuatan yang baik perlu disertai hadiah.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-78789408117671579022011-12-22T02:18:00.000-08:002017-10-05T14:42:13.490-07:00SEX EDUCATION BAGI ANAK<h3 class="post-title entry-title">ASUHAN KEPERAWATAN ANAK SEX EDUCATION </h3><div class="post-header"></div>SEX EDUCATION BAGI ANAK<br />
<br />
1. Pengertian<br />
a. Menurut Islam<br />
Menurut Dr. A. Nastih Ulwa dalam Kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam pendiikan sex adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan pada anak sejak ia mengerti masalah yang berkenan dengan sex naluri dan perkawinan.<br />
b. Menurut Sarlito<br />
Dalam bukunya Psikologi Remaja (1994). Secara umum sex educatin adalah suatu informasi mengenai personal seksualitas manusia yang jelas dan benar. Yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran tingkah laku seksual, hubungan seksual dan aspek-aspek kejiwaan dan kemasyarakatan.<br />
c. Menurut Nikmatul Faiqoh<br />
Sex Education/pendidikan sex berarti pendidikan seksualitas yaitu suatu pendidikan mengenai seksualitas dalam arti luas. Seksualitas meliputi berbagai aspek yang berkaitan dengan seks yaitu aspek biologis, orientasi, nilai sosiokultural dan moral.serta perilaku.<br />
2. Pokok-Pokok Pendidikan Seksual<br />
Secara praktis yang perlu diterapkan dan diajarkan pada anak<br />
1. Menanamkan Rasa Malu Pada Anak <br />
Rasa malu harus ditanamkan sedari dini, walau masih kcil jangan biasakan bertelanjang di depan orang lain.<br />
Misalnya: saat keluar dari kamar mandi dan berganti pakaian.<br />
2. Memperjelas Identitasnya.<br />
Secara fisik dan psikis ada beda antara laki-laki dan wanita. Perbedaan ini diciptakan oleh Allah bukan untuk saling merendahkan. Namun semata-mata karena berbedanya fungsi yang kelak akan diperankan. Agar masing-masing fitrah terjaga. Islam memberikan tuntunan agar laki-laki tidak menyerupai wanita atau sebaliknya. Oleh karena itu harus dibiasakan sejak kecil. Anak-anak berpakaian sesuai jenis kelamin.<br />
3. Memisahkan Tempat Tidurnya<br />
Abu Dawud meriwayatkan dengan Sanad Hasan bahwa Rasullullah SAW. Bersabda: ”Suruhlah anak-anakmu untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia 7 tahun dan pukulah mereka jika enggan melakukannya ketika sudah berumur 10 tahun, serta pisahkanlah tempat tidur mereka.<br />
4. Mengajarkan Adab Masuk Rumah.<br />
Dengan membiasakan mengucap salam saat akan masuk rumah, meminta ijin ketika akan masuk rumah orang lain, tidak mengintip rumah orang lain.<br />
5. Mendidik Menjaga Kebersihan Alat Kelamin.<br />
Selain agar bersih dan sehat, sekaligus juga mengajari anak perihal najis, anak harus dibiasakan untuk buang air pada tempatnya (toilet traning) ini akan membentuk pada diri anak sikap hati-hati, mandiri. Mampu menguasai diri dan santun dalam memenuhi hajatnya.<br />
<br />
<br />
<br />
6. Mengenal Mahramnya.<br />
Mahram adalah orang yang haram dinikahi. Dengan memahami kedudukan mahram, diupayakan agar anak mampu menjaga pergaulannya sehari-hari dengan selain mahramnya. Sekaligus paham akan haramnnya incest (perkawinan se-mahram).<br />
7. Mendidik Anak Agar Selalu Menjaga Pandangan Mata <br />
Jika anak dibiasakan mendudukan pandangan dari aurat, gambar, dan film porno disertai dengan adanya rasa selalu diawasi oleh Allah SWT. Maka hal itu akan melahirkan kemanisan iman yang bisa dirasakan oleh anak.<br />
8. Mendidik Anak Agar Tidak Ikhtilat Dan Khalwat <br />
Ikhtilat adalah bercampur bawurnya laki-laki dan wanita yang bukan mahram tanpa adanya keperluan yang diperbolehkan oleh syarat islam. Sedang berkhalwat adalah seorang laki-laki yang berduaan dengan wanita yang bukan mahram. Keduanya adalah aktivitas yang mengantarkan pada perbuatan zina.<br />
9. Mendidik Etika Berhias.<br />
Tujuan pendidikan sex terkait dengan etika berhias adalah agar berhias yang dilakukan tidak untuk maksiat.<br />
10. Mempersiapkan Anak Hadapi Ihklam (Mimpi Pada Anak Laki-Laki) dan Haid.<br />
Mengenal ihklam dan haid tidak hanya sekedar untuk bisa memahami fisiologi dan psikologinya. Namun juga harus dipahamkan ketentuan islam terkait dengan masalah tersebut seperti kewajiban mandi. Dan yang terpenting harus ditekankan bahwa mereka telah menjadi muslim dan muslimin dewasa yang wajib terkait dengan hukum syara’ (mukallaf).<br />
3. Pendidikan Sex Bagi Anak Berdasarkan Usia <br />
1) Pada usia 1 sampai 4 tahun <br />
Paparnya, orang tua disarankan mulai memperkenalkan anatomi tubuh, termasuk alat genital. Perlu juga ditekankan pada anak bahwa setiap orang adalah ciptaan Tuhan yang unik. Dan berbeda satu sama lain. Kenalkan, ini mata, ini kaki, ini vagina. Itu tidak apa-apa, terangkan bahwa anak laki-laki dan perempuan diciptakan Tuhan berbeda. Masing-masing dengan keunikan sendiri ujarnya.<br />
2) Pada usia 5-7 tahun<br />
Rasa ingin tahu anak tentang aspek seksual biasanya meningkat. Maka aku menanyakan kenapa temannya memiliki organ-organ yang berbeda dengan dirinya sendiri. Rasa ingin tahu itu merupakan hal yang wajar karena itu orang tua diharapkan bersikap sabar dan komunikatif. Menjelaskan hal-hal yang ingin diketahui anak. Kalau anak laki-laki mengintip temanya perempuan yang sedang buang air. Itu mungkin karena ia ingin tahu, jangan hanya ditegur lalu ditinggalkan tanpa dijelaskan terangkan bedanya banya anak laki-laki dan perempuan.<br />
3) Pada usia 8-10 tahun <br />
Anak sudah mampu mmbedakan dan mengenali hubungan sebab akibat pada fase ini. Orang tua sudah bisa menerangkan secara sederhana proses reproduksi. Misalnya tentang sel telur dan sperma bila bertemu akan membentuk bayi.<br />
4) Pada usia 11-13 tahun<br />
Sudah memasuki pubertas, ini mulai mengalami perubahan fisik dan mulai tertarik pada lawan jenisnya. Ia juga sedang giat mengekplorasi diri. Misal: anak perempuan akan mencoba alat make up ibunya. Anak perempuan memiliki hubungan lebih dekat dengan ibu dan sebaliknya. Hal itu mempermudah anak membentuk identitas dirinya sendiri sebagai individu dewasa. Kalau anak perempuan kurang akrab dengan ibunya, ia bisa saja mencari sosok ayah jika ia mencari pasangan hidup kelak.<br />
4. Pendidikan Seksual <br />
Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja (1994), secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan, sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan, dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.<br />
Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Menurut Singgih, D. Gunarsa, penyampaian materi pendidikan seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan umur anak serta daya tangkap anak. (dalam Psikologi Praktis, Anak, Remaja dan Keluarga.1991). dalam hal ini pendidikan seksual idealnya diberikan pertama kali oleh orang tua di rumah, mengingat orang tua yang paling tahu keadaan anak adalah orang tuanya sendiri. Tetapi sayangnya di Indonesia tidak semua orang tua tidak mau terbuka terhadap anak didalam membicarakan permasalahan seksual. Selain itu tingkat sosial ekonomi maupn tingkat pendidikan yang heterogen di Indonesia menyebabkan ada orang tua yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Dalam hal ini maka sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar. <br />
5. Tujuan Pendidikan Seksual <br />
Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psiskologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus dimasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nila-nilai kultur dan agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga. <br />
Menurut Kartono Mohammad pendidikan seksual yang baik mempunyai tujuan membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab (dalam diskusi panel islam dan pendidikan seks bagi remaja, 1991). Beberapa ahli mengatakan pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat. Juga dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan seksual juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusialaan (Tirto Husodo, Seksulitet Dalam Mengenal Dunia Remaja, 1987). <br />
<br />
<br />
Penjabaran tujuan pendidikan seksual dengan lebih lengkap sebagai berikut :<br />
Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual remaja. <br />
Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggung jawab).<br />
Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi. <br />
Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga. <br />
Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual.<br />
Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya. <br />
Sex education/pendidikan seksual sebenarnya berarti pendidikan seksualitas yaitu suatu pendidikan mengenai seksualitas dalam arti luas. Seksualitas meliputi berbagai aspek yang berkaitan dengan seks, yaitu aspek biologi, orientasi, nilai sosiokultur dan moral, serta perilaku. <br />
Masa Remaja Merupakan Masa Peralihan Dari Masa Anak-Anak Ke Masa Remaja. <br />
Bagaimana bentuk sex education yang seharusnya diinformasikan kepada remaja? Remaja harus mempelajari pola-pola perilaku seksual yang diakui oleh lingkungan serta nilai-nilai sosial sebagai pegangan dalam memilih teman hidup. Remaja juga harus belajar mengekspresikan cinta pada lawan jenisnya, dan belajar memainkan peran sesuai jenis kelamin, sebagaimana yang diakui oleh lingkungan. Di bawah ini diterangkan satu persatu tugas-tugas tersebut :<br />
1. Memperoleh pengetahuan mengenai seks dan juga peran sebagai pria atau wanita dewasa yang diakui oleh lingkungan masyarakat sekitarnya. Pengetahuan ini penting sekali artinya, sebelum remaja mampu menyesuaiakan diri sebaik mungkin dalam berinteraksi secara dewasa dengan lawan jenisnya. Dengan pengetahuan ini, ia akan mampu memahami kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipikulnya sama baiknya dengan kesenangan dan kepuasan yang ia dapatkan. Dengan pengetahuan itu pula, ia akan lebih mampu memainkan peran sesuai jenis kelamin yang diakui oleh lingkungan masyarakat. <br />
2. Mengembangkan sikap terhadap sex. Tugas perkembangan yang kedua dalam masa transisi seksual ini adalah mengembangkan sikap yang positif terhadap seksualitas. <br />
3. Sikap-sikap yang positif terhadap masalah seksualitas ini menyangkut perasan remaja terhadap anggota kelompok lawan jenis, perasaan remaja terhadap peran perempuan atau laki-laki sesuai jenis kelamin dan perasaan terhadp masalah-masalah seks itu sendiri. Semua perasaan ini menyangkut norma-norma yang diakui oleh lingkungan sosial dimana remaja itu menetap. Sikap positif terhadap masalah seksual akan mengarahkan remaja pada penyesuaian dalam heteroseksual yang lebih mudah dan lebih baik. Sekali lagi suatu sikap terbentuk, sikap positif atau negatif maka sikap itu cenderung menetap seumur hidupnya.<br />
4. Belajar bertingkah laku dalam hubungan heteroseksual menurut cara yang diakui oleh lingkungan masyarakat.<br />
5. Belajar bertingkah laku sesuai apa yang diakui oleh lingkungan sosial dalam hal relasi heteroseksual merupakan tugas perkembangan ketiga dalam masa transisi menuju seksualitas dewasa. Pengalaman bergaul dengan lawan jenis akan banyak membantu remaja dalam usahanya menguasai tugas perkembangan ini.<br />
6. Menetapkan nilai-nilai dalam memilih pasangan hidup<br />
7. Tugas keempat yang harus dikuasai remaja dalam menjalani masa transisi menuju kehidupan seksualitas dewasa adalah menetapkan nilai-nilai yang akan menjamin suatu pengambilan keputusan yang bijaksana dalam memilih pasangan hidupnya.<br />
8. Belajar untuk mengekspresikan cinta penting kelima adalah belajar menyatakan perasaan dan emosi yang terbangkit oleh orang yang dicintainya, sesuai dengan norma-norma yang berlaku.<br />
9. Pada masa transisi menuju kedewasaan, pada umumnya remaja harus belajar untuk menjadi lebih outer bound sebagai ganti dari sifat self bond yang merupakan ciri kekanak-kanakan. Remaja harus belajar menunjukkan afeksinya dan memperlihatkan rasa sayangnya serta menerima hal itu dari orang lain. Khususunya lawan jenisnya. Dengan dimilikinya dorongan-dorongan seksual pada remaja, membuat remaja tertarik pada lawan jenis, kelamin dan mulai mencoba mengekspresikan dorongan-dorongan tersebut. Di sini remaja mulai mengenal arti cinta dan berusaha untuk mengekspresikan cinta tersebut. Dalam mengekspresikan cinta ini terdapat berbagai macam cara yang dilakukan remaja, baik yang bersifat nonfisikal maupun fisikal.<br />
10. Belajar untuk memainkan peran sesuai dengan jenis kelamin merupakan tugas keenam dalam mencapai heteroseksual yang matang.<br />
Tugas ini merupakan tugas yang paling sulit dan penuh tantangan, terutama bagi remaja putri.<br />
Seks edukasi yang komprehensive dapat mengurangi kehamilan pada remaja tanpa meningkatkan jumlah hubungan seksual ataupun penyakit menular seksual.<br />
Bagaimana orang tua tetap berbicara tentang seks sampai anak dewasa? Orang tua pada tahap ini harus ingat bahwa anak-anak benar-benar membutuhkan dan menginginkan anda.” Remaja bukan anak dewasa yang berbadan kecil. Mereka masih butuh orang dewasa sebagai sumber dan pembimbing.”<br />
Penjabaran tujuan pendidikan seksual dengan lengkap sebagai berikut:<br />
Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja.<br />
Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan, dan tanggung jawab)<br />
Membentuk sikap dan memberikan terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi.<br />
Memberikan pengertian hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.<br />
Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual.<br />
Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat menganggu kesehatan fisik dan mentalnya.<br />
Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks ynag berlebihan.<br />
Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat. Jadi tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-77356618071027392712011-12-21T02:15:00.000-08:002017-10-05T14:43:02.316-07:00SPINA BIFIDA (Bibir Sumbing)<h3 class="post-title entry-title">SPINA BIFIDA </h3><div class="post-header"></div><br />
<br />
A. DEFINISI<br />
Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Spina bifida adalah gagal menutupnya columna vertebralis pada masa perkembangan fetus. Defek ini berhubugan dengan herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba neural. Gangguan fusi tuba neural terjadi sekitar minggu ketiga setelah konsepsi, sedangkan penyebabnya belum diketahui dengan jelas. <br />
Beberapa hipotesis terjadinya spina bifida antara lain adalah : <br />
1. Terhentinya proses pembentukan tuba neural karena penyebab tertentu. <br />
2. Adanya tekanan yang berlebih dikanalis sentralis yang baru terbentuk sehingga menyebabkan ruptur permukaan tuba neural.<br />
3. Adanya kerusakan pada dinding tuba neural yang baru terbentuk karena suatu penyebab.<br />
Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh. <br />
Spina adalah tonjolan, sedangkan Bifida adalah terbelah. Ini adalah kelainan bawaan di mana tulang belakang terbelah (terbuka), yang biasanya terjadi pada dinding belakang. Celah pada tulang belakang itu terjadi karena ada satu atau beberapa bagian vertebra (tulang belakang) gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Hal ini bisa terjadi pada saat 28 hari bayi dalam kandungan. <br />
B. ETIOLOGI<br />
Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.<br />
Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya. <br />
Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir.<br />
Kelainan bawaan lainnya yang juga ditemukan pada penderita spina bifida: <br />
• Hidrosefalus<br />
• Siringomielia<br />
• Dislokasi pinggul.<br />
Beberapa jenis spina bifida : <br />
1. Okulta : merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol. <br />
Gejalanya : <br />
Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang). <br />
Lekukan pada daerah sakrum. <br />
2. Meningokel : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan dari cairan dibawah kulit. <br />
menonjolnya meninges <br />
sumsum tulang belakang<br />
cairan serebrospinal<br />
3. Mielokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar da merah.<br />
<br />
C. MANIFESTASI KLINIS <br />
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. <br />
Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala; sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena. <br />
Terdapat beberapa jenis spina bifida: <br />
1) Spina bifida okulta : merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol. <br />
2) Meningokel : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit. <br />
3) Mielokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar dan merah. <br />
Gejalanya berupa: <br />
penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir<br />
jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya.<br />
kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki<br />
penurunan sensasi<br />
inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja<br />
korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).<br />
<br />
D. PATOFISIOLOGI <br />
Cacat terbentuk pada trisemester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali. (Media Aesculapius. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2. 2000. Jakarta: MA.) <br />
Hidrosefalus seringsepalus empuan 3 kali lebih dominan. pusatsi i foramen Luschkahasilkan peningkatan tekanan dan dilatasi dari aliran proksikali dihubungkan dengan Mielomeningokel yang seharusnya diamati perkembangannya pada bayi. Pada kasus yang masih tersisa terdapat riwayat infeksi intrauterin (toksoplasmosis, sitomegalovirus), perdarahan perinatal (anoksik atau traumatik), dan meningoensepalitis neonatal (bakteri atau virus). <br />
<br />
E. KOMPLIKASI <br />
Terjadi pada salahsatu syaraf yang terkena dengan menimbulkan suatu kerusakan pada syaraf spinal cord, dengan itu dapat menimbulkan suatu komplikasi tergantung pada syaraf yang rusak. <br />
<br />
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG <br />
Pemeriksaan Diagnostik : <br />
USG : Untuk mengetahui apakah ada kelainan spina bifida pada bayi yang dikandung adalah melalui pemeriksaan USG. Hal itu dapat diketahui ketika usia bayi 20 minggu. <br />
Pemeriksaan darah pada ibu.<br />
Dengan teknik AFP : hanya membutuhkan sedikit sampel darah dari lengan ibu dan tidak beresiko terhadap janin. Bila hasil skrining positif biasanya diperlukan test lanjutan untuk memastikan adanya kelainan genetik pada janin yang lahir kelak menderita cacat.<br />
Pemeriksaan air ketuban ibu<br />
<br />
G. PENATALAKSAAN<br />
Semua ibu sangat disarankan agar rajin memeriksakan kandungan pada trimester pertama. Jika memang ditemukan kelainan spina bifida pada bayi, maka disarankan tindakan selanjutnya adalah operasi secepatnya setelah bayi lahir. Karena akan lebih berarti jika tindakan operasi langsung dilakukan, dikhawatirkan jika dibiarkan maka spina bifida tersebut akan dapat terus membesar. <br />
Untuk menghindari si kecil terkena spina bifida, Moms disarankan mengonsumsi vitamin B9 atau asam folat, menjelang dan selama hamil. Asam folat banyak terdapat dalam sayuran hijau daun seperti bayam, silver beet, brokoli, apokat, pisang, jeruk, berry, telur, ragi (vegemite), serta aneka makanan lain yang diperkaya asam folat (nasi, pasta, kedelai, cereal). <br />
<br />
H. KONSEP TUMBUH KEMBANG <br />
Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang : <br />
• Faktor genetik <br />
Faktor genetik merupakan dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas, dan berhentinya pertumbuhan tulang. Termasuk faktor genetik adalah sebagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa,. Potensi genetik yang bermutu jika berinteraksi dengan lingkungan secara positif akan dicapai hasil akhir yang optimal. <br />
Faktor herediter, sebagai faktor yang sudah dipastikan. 75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan. Mutasi gen. Kelainan kromosom, <br />
• Faktor lingkungan<br />
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang baik memungkinkan potensi bawaan tercapai, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan lingkungan “ bio-fisiko-psiko-sosial” yang mempengaruhi individu setiap hari mulai dari konsepsi sampai akhir hayat, antara lain :<br />
Faktor usia ibu <br />
Obat-obatan.<br />
Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah langit-langit. Antineoplastik, Kortikosteroid.<br />
Nutrisi<br />
Penyakit : infeksi Sifilis, virus rubella<br />
Radiasi<br />
Stres emosional<br />
Trauma (trimester pertama)<br />
• Faktor psikososial <br />
Respon orang tua terhadap bayi/anak : <br />
Rasa bersalah <br />
Kemampuan membuat keputusan tentang pengobatan/ tindakan segera <br />
Kemampuan untuk berkomunikasi dengan yang lain.<br />
Pertumbuhan dan Perkembangan selama masa bayi : <br />
<br />
Fisik Motorik kasar Motorik halus<br />
- Penambahan berat badan 150 sampai 210 gr setiap minggu selama 6 bulan pertama. <br />
- Penambahan tinggi badan 2,5 cm setiap bulan selama 6 bulan pertama.<br />
- Peningkatan lingkar kepala sebesar 1,5 cm setiap bulan selama 6 bulan pertama.<br />
- Ada refleks primitif dan kuat<br />
- Refleks mata boneka dan refleks dansa menghilang.<br />
- Pernafasan hidung harus terjadi. - Memilih posisi fleksi dengan felvis tinggi tetapi lutut tidak dibawah abdomen bila telengkup. <br />
- Dapat memutar kepala dari satu sisi ke sisi lain bila telengkup.<br />
- Mengalami head lag yang nyata, khususnya bila menarik kepala dari posisi berbaring ke posisi duduk.<br />
- Menahan kepala sebentar secara faralel dan dlam garis tengah dan tertahan dlam posisi telengkup.<br />
- Menunjukan refleks leher tonik asimetris bila telentang<br />
- Bila menahan dalam posisi berdiri, tubuh lemas pada lutut dan panggul - Tangan tertutup secara umum. <br />
- Refleks menggenggam kuat.<br />
- Tangan mengatup pada kontak dengan mainan.<br />
<br />
<br />
I. PENGOBATAN <br />
Tujuan dari pengobatan awal adalah: <br />
Mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida<br />
Meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi)<br />
• Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.<br />
• Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi otot.<br />
• Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik<br />
• Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan lembut diatas kandung kemih.<br />
• Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki fungsi saluran pencernaan<br />
<br />
J. DIAGNOSA<br />
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan bawaan lainnya. 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. <br />
Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban). <br />
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut: <br />
- Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan. <br />
- USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis maupun vertebra <br />
- CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan. <br />
K. Pencegahan <br />
• Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat.<br />
• Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus ditangani sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini.<br />
• Pada wanita hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.<br />
Asuhan Keperawatan <br />
• Pengkajian keperawatan<br />
- Riwayat prenatal<br />
- Riwayat keluarga dengan defek spinal cord<br />
- Pemeriksaan fisik :<br />
• Adanya myelomeningocele sejak lahir<br />
• Peningkatan lingkar kepala<br />
• Hipoplasi ekstremitas bagian bawah<br />
• Kontraktur/ dislokasi sendi<br />
• Adanya inkontinensia urin dan feses<br />
• Respon terhadap stimulasi<br />
• Kebocoran cairan cerebrospinal<br />
Diagosa keperawatan :<br />
1. Risiko tinggi infeksi b.d spinal malformation, luka operasi dan shunt<br />
Ganguan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekanan intrakranial<br />
Tujuan :<br />
1. Anak bebas dari infeksi<br />
2. Anak menunjukan respon neurologik yang normal<br />
Kriteria hasil :<br />
- Suhu dan TTV normal<br />
- Luka operasi, insisi bersih<br />
Intervensi Rasional<br />
- Monitor tanda-tanda vital. Observasi tanda infeksi : perubahan suhu, warna kulit, malas minum , irritability, perubahan warna pada myelomeingocele. <br />
- Ukur lingkar kepala setiap 1 minggu sekali, observasi fontanel dari cembung dan palpasi sutura kranial<br />
- Ubah posisi kepala setiap 3 jam untuk mencegah dekubitus<br />
- Observasi tanda-tanda infeksi dan obstruksi jika terpasang shunt, lakukan perawatan luka pada shunt dan upayakan agar shunt tidak tertekan Untuk melihat tanda-tanda terjadinya resiko infeksi <br />
Untuk melihat dan mencegah terjadinya TIK dan hidrosepalus<br />
Untuk mencegah terjadinya luka infeksi pada kepala (dekubitus)<br />
Menghindari terjadinya luka infeksi dan trauma terhadap pemasangan shunt<br />
<br />
2. Berduka b.d kelahiran anak dengan spinal malformation<br />
Tujuan :<br />
Orangtua dapat menerima anaknya sebagai bagian dari keluarga<br />
Kriteria hasil :<br />
- Orangtua mendemonstrasikan menerima anaknya dengan menggendong, memberi minum, dan ada kontak mata dengan anaknya<br />
- Orangtua membuat keputusan tentang pengobatan<br />
- Orangtua dapat beradaptasi dengan perawatan dan pengobatan anaknya<br />
Intervensi Rasional<br />
- Dorong orangtua mengekspresikan perasaannya dan perhatiannya terhadap bayinya, diskusikan perasaan yang berhubungan dengan pengobatan anaknya <br />
- Bantu orangtua mengidentifikasi aspek normal dari bayinya terhadap pengobatan<br />
- Berikan support orangtua untuk membuat keputusan tentang pengobatan pada anaknya Untuk meminimalkan rasa bersalah dan saling menyalahkan <br />
Memberikan stimulasi terhadap orangtua untuk mendapatkan keadaan bayinya yang lebih baik<br />
Memberikan arahan/suport terhadap orangtua untuk lebih mengetahui keadaan selanjutnya yang lebih baik terhadap bayi<br />
<br />
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d kebutuhan positioning, defisit stimulasi dan perpisahan<br />
Tujuan :<br />
Anak mendapat stimulasi perkembangan<br />
Kriteria hasil :<br />
- Bayi / anak berespon terhadap stimulasi yang diberikan<br />
- Bayi / anak tidak menangis berlebihan<br />
- Orangtua dapat melakukan stimulasi perkembangan yang tepat untuk bayi / anaknya<br />
Intervensi Rasional<br />
- Ajarkan orangtua cara merawat bayinya <br />
dengan memberikan terapi pemijatan bayi<br />
- Posisikan bayi prone atau miring kesalahasatu sisi<br />
- Lakukan stimulasi taktil/pemijatan saat melakukan perawatan kulit Agar orangtua dapat mandiri dan menerima segala sesuatu yang sudah terjadi <br />
Untuk mencegah terjadinya luka infeksi dan tekanan terhadap luka<br />
Untuk mencegah terjadinya luka memar dan infeksi yang melebar disekitar luka<br />
<br />
4. Risiko tinggi trauma b.d lesi spinal<br />
Tujuan :<br />
Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal<br />
Kriteria Hasil:<br />
- Kantung meningeal tetap utuh<br />
- Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma<br />
Intervensi Rasional<br />
Rawat bayi dengan cermat <br />
Tempatkan bayi pada posisi telungkup atau miring<br />
Gunakan alat pelindung di sekitar kantung ( mis : slimut plastik bedah)<br />
Modifikasi aktifitas keperawatan rutin (mis : memberi makan, member kenyamanan) Untuk mencegah kerusakan pada kantung meningeal atau sisi pembedahan <br />
Untuk meminimalkan tegangan pada kantong meningeal atau sisi pembedahan<br />
Untuk memberi lapisan pelindung agar tidak terjadi iritasi serta infeksi<br />
Mencegah terjadinya trauma<br />
<br />
5. Resiko tinggi cedera b.d peningkatan intra kranial (TIK)<br />
Tujuan : pasien tidak mengalami peningkatan tekanan intrakranial<br />
Kriteria Hasil : anak tidak menunjukan bukti-bukti peningkatan TIK<br />
Intervensi Rasional<br />
Observasi dengan cermat adanya tanda-tanda peningkatan TIK <br />
Lakukan pengkajian Neurologis dasar pada praoperasi<br />
Hindari sedasi<br />
Ajari keluarga tentang tanda-tanda peningkatan TIK dan kapan harus memberitahu Untuk mencegah keterlambatan tindakan <br />
Sebagai pedoman untuk pengkajian pascaoperasi dan evaluasi fungsi firau<br />
Karena tingat kesadaran adalah pirau penting dari peningkatan TIK<br />
Praktisi kesehatan untuk mencegah keterlambatan tindakan<br />
<br />
6. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan eleminasi urin b.d paralisis, penetesan urin yang kontinu dan feses<br />
Tujuan :<br />
pasien tidak mengalami iritasi kulit dan gangguan eleminasi urin<br />
Kriteria hasil :<br />
kulit tetap bersih dan kering tanpa bukti-bukti iritasi dan gangguan eleminasi.<br />
Intervensi Rasional<br />
Jaga agar area perineal tetap bersih dan kering dan tempatkan anak pada permukaan pengurang tekanan. <br />
Masase kulit dengan perlahan selama pembersihan dan pemberian lotion.<br />
Berikan terapi stimulant pada bayi Untuk mengrangi tekanan pada lutut dan pergelangan kaki selama posisi telengkup<br />
Untuk meningkatkan sirkulasi.<br />
Untuk memberikan kelancaran eleminasiUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-52747028927510033412011-12-20T02:07:00.000-08:002017-10-05T14:43:35.495-07:00ASUHAN KEPERAWATAN DERMATITIS<h3 class="post-title entry-title">asuhan keperawatan dermatitis </h3><div class="post-header"></div>A.Definisi <br />
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan meka nisme imunologik yang spesifik.<br />
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering terkena adalah tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara definisi bahan iritan kulit adalah bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit tanpa diketahui oleh sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya sedikit diketahui, tapi sudah jelas terjadi kerusakan pada membran lipid keratisonit.<br />
Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitifitas tipe lambat (tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang menembus lapisan epidermis kulit. Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis, dimana sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen akan timbul reaksi alergi.<br />
<br />
B.Etiologi<br />
Dermatitis Kontak Iritan<br />
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.<br />
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik<br />
Dermatitis Kontak Alergi<br />
Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan tertentu, misalnya alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi alergi. Hapten merupakan alergen yang tidak lengkap (antigen), contohnya formaldehid, ion nikel dll. Hampir seluruh hapten memiliki berat mo lekul rendah, kurang dari 500- 1000 Da. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit. Dupuis dan Benezra membagi jenis -jenis hapten berdasarkan fungsinya<br />
yaitu:<br />
1.Asam, misalnya asam maleat.<br />
2.Aldehida, misalnya formaldehida.<br />
3.Amin, misalnya etilendiamin, para-etilendiamin.<br />
4.Diazo, misalnya bismark-coklat, kongo- merah.<br />
5.Ester, misalnya Benzokain<br />
6.Eter, misalnya benzil eter<br />
7.Epoksida, misalnya epoksi resin<br />
8.Halogenasi, misalnya DNCB, pikril klorida.<br />
9.Quinon, misalnya primin, hidroquinon.<br />
10.Logam, misalnya Ni2+, Co2+,Cr2+, Hg2+.<br />
11.Komponen tak larut, misalnya terpentin.<br />
<br />
C.Patofisiologi<br />
1.Patogenesis<br />
Dermatitis Kontak Iritan<br />
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.<br />
Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.<br />
Dermatitis Kontak Alergi<br />
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :<br />
a.Fase Sensitisasi<br />
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein.<br />
Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell).<br />
Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition).<br />
Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.<br />
b.Fase elisitasi<br />
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.<br />
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan. <br />
<br />
2.Toleransi Imunologis<br />
Struktur kimia, dosis dan cara penyajian dari suatu antigen sangat menentukan potensi sensitivitasnya. Pada aplikasi pertama dari antigen akan menggerakkan dua mekanisme yang berlawanan yaitu sensitisasi (pembentukan T helper cell) dan toleransi imunitas spesifik (pembentukan T supresor cell). Kedua keadaan imunologik ini selanjutnya dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor eksternal seperti pemberian glukokortikoid topikal atau sistemik, radiasi sinar ultra violet dan riwayat dermatitis atopik. Apabila dosis tinggi dari antigen disapukan secara epikutan maka dapat timbul toleransi.Kemungkinan oleh karena sejumlah besar antigen menghindari sel Langerhans epidermal.<br />
Toleransi imunologis dapat dirangsang oleh penggunaan bahan kimia yang<br />
sejenis seperti propilgallat (antioksidan dalam makanan) dan 2-4-dinitro-1-klorobenzen terhadap dinitroklorobenzen (DNCB), akan dapat menurunkan sensitivitas DNCB, bahkan dapat menjadi tidak responsive. Hal ini disebut proses hardening (pengerasan). Namun proses hardening tidak timbul pada setiap orang dan dapat hilang bila terjadi pemutusan hubungan dengan bahan kontak alergen. Hiposensitisasi dapat dicapai dengan pemberian awal bahan allergen berstruktur sejenis dalam dosis rendah yang kemudian ditingkatkan secara bertahap. Hal ini dapat diterapkan pada sulfonamid dan poison ivy. Akibatnya ambang rangsang untuk reaksi positif terhadap uji tempel akan meningkat. Namun keadaan desensitisasi penuh tidak dapat dicapai. Hiposensitisasi merupakan keseimbangan antara sel efektor dan supresor. Keadaan toleransi ini dapat dirusak oleh siklofosfamid yang secara selektif menghambat sel supresor. Bila ini gagal secara teoritik dapat dilakukan induksi secara intra vena sehingga timbul tolerans terhadap alergen yang diberikan. Menurut Adam hal ini akan merangsang makrofag di limpa untuk membentuk sel T supresor dan menimbulkan toleransi imunitas spesifik. Secara teoritik dapat timbul keadaan quenching yaitu terjadinya potensiasi dari respon alergi dan iritan sehingga kombinasi dari bahan-bahan kimia dapat menimbulkan efek pemedaman yaitu berkurangnya ekspresi atau induksi sensitivitas.<br />
<br />
3.Gambaran Histopatologis<br />
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak iritan. <br />
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen, seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak sejumlah besar sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel dan di organella sel Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening setempat meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dalam pola peradangannya.<br />
<br />
D.Manifestasi Klinik<br />
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan bergantung pada keparahan dermatitis. Dermatitis kontak umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis kontak iritan umunya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergik.<br />
1.Fase akut.<br />
Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontak dengan bahan penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema dan edema, sedang pada yang berat selain eritema dan edema yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi. Lesi cenderung menyebar dan batasnya kurang jelas. Keluhan subyektif berupa gatal. <br />
2.Fase Sub Akut<br />
Jika tidak diberi pengobatan dan kontak dengan alergen sudah tidak ada maka proses akut akan menjadi subakut atau kronis. Pada fase ini akan terlihat eritema, edema ringan, vesikula, krusta dan pembentukan papul-papul.<br />
3.Fase Kronis<br />
Dermatitis jenis ini dapat primer atau merupakan kelanjutan dari fase akut yang hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan. Walaupun bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak dikenal.<br />
<br />
Dermatitis Kontak Alergi<br />
Sebagaimana disebutkan pada halaman sebelumnya bahwa ada dua jenis bahan iritan, maka dermatitis kontak iritan juga ada dua macam yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronis. Dermatititis kontak iritan akut. Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas.<br />
Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada segera, tetapi ada sejumlah bahan kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin, antralin, asam fluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan akut lambat. Kelainan kulit baru terlihat setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.<br />
<br />
(Dermatitis kontak iritan dengan bahan iritan air liur pada balita)<br />
Dermatitis kontak iritan kronis atau dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh kontak dengan iritan lembah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin; juga bahan contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). Dermatitis kontak iritan kronis mungkin terjadi oleh karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting. Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan.<br />
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang memungkinkan terjadinya dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci, memasak, membersihkan lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun.<br />
<br />
<br />
(Dermatitis kontak iritan akibat detergen)<br />
<br />
Dermatitis Kontak Alergi<br />
Selain berdasarkan fase respon peradangannya, gambaran klinis dermatitis kontak alergi juga dapat dilihat menurut predileksi regionalnya. Hal ini akan memudahkan untuk mencari bahan penyebabnya.<br />
1.Tangan<br />
Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula dermatitis kontak akibat kerja paling banyak ditemukan di tangan. Sebagian besar memang disebabkan oleh bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen dan pestisida.<br />
<br />
(Dermatitis kontak alergi karena nikel pada jam tangan)<br />
<br />
2.Lengan<br />
Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen dan tanaman. Di aksila umumnya oleh bahan pengharum.<br />
3.Wajah<br />
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat topikal, alergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkun disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, perona mata dan obat mata.<br />
4.Telinga<br />
Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab lainnya seperti obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut dan alat bantu pendengaran.<br />
5.Leher dan Kepala<br />
Pada leher penyebabnya adalah kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum, alergen di udara dan zat warna pakaian. Kulit kepala relative tahan terhadap alergen kontak, namun dapat juga terkena oleh cat rambut, semprotan rambut, sampo atau larutan pengeriting rambut.<br />
6.Badan <br />
Dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa ), plastik dan deterjen.<br />
7.Genitalia<br />
Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita dan alergen yang berada di tangan.<br />
8.Paha dan tungkai bawah<br />
Disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, sandal dan sepatu.<br />
<br />
E.Pemeriksaan Penunjang<br />
Alergi kontak dapat dibuktikan dengan tes in vivo dan tes in vitro. Tes in vivo dapat dilakukan dengan uji tempel. Berdasarkan tehnik pelaksanaannya dibagi tiga jenis tes tempel yaitu :<br />
1.Tes Tempel Terbuka<br />
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap.<br />
2.Tes Tempel Tertutup<br />
Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya dievaluasi.<br />
3.Tes tempel dengan Sinar<br />
Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet baru akan bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo. Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan tersebut.<br />
Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji tempel sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji tempel misalnya obat antihistamin dan kortikosteroid.<br />
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan penderita maka dengan mudah dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positif maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu. <br />
Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut belum standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.<br />
<br />
F.Penatalaksanaan<br />
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.<br />
1.Pencegahan <br />
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.<br />
2.Pengobatan<br />
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.<br />
c.Pengobatan topikal<br />
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :<br />
1)Kortikosteroid<br />
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis. <br />
2)Radiasi ultraviolet<br />
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. <br />
3)Siklosporin A<br />
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.<br />
4)Antibiotika dan antimikotika<br />
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.<br />
5)Imunosupresif topikal<br />
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.<br />
d.Pengobatan sistemik<br />
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :<br />
1)Antihistamin<br />
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.<br />
2)Kortikosteroid<br />
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.<br />
3)Siklosporin<br />
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.<br />
4)Pentoksifilin<br />
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.<br />
5)FK 506 (Takrolimus)<br />
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.<br />
6)Ca++ antagonis<br />
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.<br />
7)Derivat vitamin D3<br />
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.<br />
8)SDZ ASM 981<br />
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin<br />
<br />
G.Prognosis<br />
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah penyebab dermatitis kontak, kapan terapi mulai dilakukan, apakah pasien sudah menghindari faktor pencetusnya, terjadinya kontak ulang dan adanya faktor individual seperti atopi. Dengan adanya uji tempel maka prognosis dermatitis kontak alergik lebih baik daripada dermatitis kontak iritan dan DKI yang akut lebih baik daripada DKI kronis yang bersifat kumulatif dan susah disembuhkan. Dermatitis kontak alergik terhadap bahan-bahan kimia industri yang penggunaannya pada tempat-tempat tertentu dan tidak terdapat dalam lingkungan di luar ja m kerja atau pada barang-barang milik pribadi, mempunyai prognosis yang buruk, karena bahan-bahan tersebut terdapat sangat banyak dipakai dalam kehidupan kita sehari-hari.<br />
<br />
H.Pencegahan<br />
Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan bahan yang telah disebutkan di atas. Strategi pencegahan meliputi:<br />
Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan secepatnya, dapat menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit. <br />
Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk menghindari kontak dengan bahan pembersih. <br />
Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk menghindari kontak dengan bahan alergen atau iritan. <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB III<br />
ASUHAN KEPERAWATAN<br />
<br />
A.Pengkajian<br />
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.<br />
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.<br />
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.<br />
Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :<br />
1.Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.<br />
2.Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.<br />
3.Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah pada tempat kontak.<br />
4.Rasa gatal<br />
5.Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.<br />
Berbagai jenis kelainan kulit yang harus dipertimbangkan dalam diagnosis<br />
banding adalah :<br />
1.Dermatitis atopik : erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat tertentu seperti lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau keluarganya. Penderita dermatitis atopik mengalami efek pada sisitem imunitas seluler, dimana sel TH2 akan memsekresi IL-4 yang akan merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5 yang merangsang pembentukan eosinofil. Sebaliknya jumlah sel T dalam sirkulasi menurun dan kepekaan terhadap alergen kontak menurun.<br />
2.Dermatitis numularis : merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.<br />
3.Dermatitis dishidrotik : erupsi bersifat kronik residif, sering dijumpai pada telapak tangan dan telapak kaki, dengan efloresensi berupa vesikel yang terletak di dalam.<br />
4.Dermatomikosis : infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur dengan efloresensi kulit bersifat polimorf, berbatas tegas dengan tepi yang lebih aktif.<br />
5.Dermatitis seboroik : bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka terdapat di sekitar alae nasi, alis mata dan di belakang<br />
6.telinga.<br />
7.Liken simplek kronikus : bersifat kronis dan redisif, sering mengalami iritasi atau sensitisasi. Harus dibedakan dengan dermatitis kontak alergik bentuk kronik.<br />
<br />
B.Diagnosis Keperawatan<br />
Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan kulit seperti dermatitis kontak adalah sebagai berikut :<br />
1.Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit<br />
2.Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen<br />
3.Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus<br />
4.Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus<br />
5.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.<br />
6.Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi<br />
<br />
C.Intervensi Keperawatan<br />
Diagnosa :<br />
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit<br />
Tujuan :<br />
Kulit klien dapat kembali normal.<br />
Kriteria hasil :<br />
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan, ditandai dengan mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit, berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak<br />
Intervensi:<br />
Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat. <br />
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.<br />
Gunakan air hangat jangan panas. <br />
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.<br />
Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi busa. <br />
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.<br />
Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari. <br />
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.<br />
<br />
Diagnosa :<br />
Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen<br />
Tujuan :<br />
Tidak terjadi kerusakan pada kulit klien<br />
Kriteria hasil :<br />
Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari alergen<br />
Intervensi<br />
Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui. <br />
Rasional : menghindari alergen akan menurunkan respon alergi<br />
Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung alergen<br />
Hindari binatang peliharaan. <br />
Rasional : jika alergi terhadap bulu binatang sebaiknya hindari memelihara binatang atau batasi keberadaan binatang di sekitar area rumah<br />
Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bila memungkinkan. <br />
Rasional : AC membantu menurunkan paparan terhadap beberapa alergen yang ada di lingkungan.<br />
<br />
Diagnosa :<br />
Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus<br />
Tujuan :<br />
Rasa nyaman klien terpenuhi<br />
Kriteria hasil :<br />
Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet akibat garukan, klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal, klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman<br />
Intervensi<br />
Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.<br />
Rasional : dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif.<br />
Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik. <br />
Rasional : pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan kimia atau komponen pelembut pakaian.<br />
Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang tertinggal. <br />
Rasional : bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebabkan iritas<br />
<br />
Diagnosa :<br />
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.<br />
Tujuan :<br />
Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus.<br />
Kriteria Hasil :<br />
1.Mencapai tidur yang nyenyak.<br />
2.Melaporkan gatal mereda.<br />
3.Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.<br />
4.Menghindari konsumsi kafein.<br />
5.Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.<br />
6.Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.<br />
Intervensi :<br />
Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik.<br />
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.<br />
Menjaga agar kulit selalu lembab.<br />
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.<br />
Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.<br />
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.<br />
Melaksanakan gerak badan secara teratur.<br />
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.<br />
Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.<br />
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.<br />
<br />
Diagnosa :<br />
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.<br />
Tujuan :<br />
Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai<br />
Kriteria Hasil :<br />
1.Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.<br />
2.Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.<br />
3.Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.<br />
4.Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.<br />
5.Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.<br />
6.Tampak tidak meprihatinkan kondisi.<br />
7.Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan<br />
Intervensi :<br />
1.Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri).<br />
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.<br />
2.Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.<br />
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.<br />
3.Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.<br />
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.<br />
4.Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.<br />
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .<br />
5.Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.<br />
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.<br />
6.Mendorong sosialisasi dengan orang lain.<br />
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.<br />
<br />
Diagnosa :<br />
Kurang pengetahuan tentang program terapi<br />
Tujuan :<br />
Terapi dapat dipahami dan dijalankan<br />
Kriteria Hasil :<br />
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.<br />
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.<br />
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.<br />
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.<br />
5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.<br />
Intervensi :<br />
1.Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya.<br />
Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan<br />
2.Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan konsepsi/informasi.<br />
Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat, kebanyakan klien merasakan manfaat.<br />
3.Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan lainnya.<br />
Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi.<br />
4.Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan..<br />
Rasional: Dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk kambuh kembali<br />
<br />
D.Evaluasi<br />
Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang :<br />
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.<br />
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.<br />
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.<br />
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.<br />
5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.<br />
<br />
<br />
PENATALAKSANAAN DERMATITIS SEBOROIK PADA ANAK-ANAK<br />
Dibuat oleh: Restu,Modifikasi terakhir pada Tue 31 of Aug, 2010 [12:56 UTC]<br />
PENATALAKSANAAN DERMATITIS SEBOROIK PADA ANAK-ANAK<br />
<br />
Abstrak<br />
Dermatitis seboroik adalah penyakit kulit dengan peradangan superfisialis kronis, dengan predileksi pada area seboroik, yang remisi dan eksaserbasi. Penyebabnya belum diketahui secara pasti. Faktor predisposisinya ialah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoeic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit dermatitis seboroik antara lain : umur, jenis kelamin, makanan, iklim, stress emosional, dan lingkungan. <br />
Kata kunci : dermatitis seboroik, kelenjar sebacea<br />
Kasus<br />
Seorang anak laki-laki berumur 13 tahun mengeluh gatal pada kulit kepala dan terdapat ketombe yang kasar dan berminyak sejak 3 tahun yang lalu. Pasien merasa keluhan semakin lama semakin bertambah berat dan luas, tetapi hanya terbatas pada kulit kepala. Pasien sudah periksa sebelumnya di Poliklinik Kulit dan Kelamin sebanyak 2 kali, dan merasa keluhan sedikit membaik.<br />
Dari pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan Umum baik, kesadaran composmentis. Pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal. Status Dermatologi plak kuning kecoklatan dengan batas tidak tegas, bentuk tidak teratur, multipel, disertai skuama yang kasar dan berminyak, regional di kulit kepala.<br />
Diagnosis <br />
Dermatitis Seboroik<br />
Terapi<br />
Pasien mendapat terapi antihistamin berupa oxtin tablet 30 mg 2 kali sehari, krim kortikosteroid, dan pencuci rambut dengan Selenium Sulfida. Pengobatan diberikan untuk 5 hari, kemudian pasien disarankan untuk kontrol setelah obat habis atau jika keluhan bertambah. Pasien juga diberikan edukasi agar rajin membersihkan rambut, mencukur rambut sependek mungkin, mencegah stres emosional, dan jangan menggaruk-garuk jika gatal karena hal tersebut dapat menambah derajat keparahan penyakit dan mengganggu proses penyembuhan.<br />
Diskusi<br />
Istilah dermatitis seboroik dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik atau yang banyak mengandung kelenjar sebasea. Berhubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea. Pasien pada kasus ini adalah seorang anak laki-laki yang berusia 13 tahun, jadi hal tersebut sesuai dengan pernyataan bahwa lebih sering terjadi pada laki-laki dan terjadi setelah umur 12 tahun yaitu ketika glandula sebacea menjadi aktif lagi.<br />
Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit antara lain : Umur (orang dewasa), Jenis Kelamin Lebih sering pada pria, makanan (konsumsi lemak dan minum alkohol), Iklim (musim dingin), kondisi fisik dan psikis (status imun, stress emosional), dan lingkungan yang menyebabkan kulit menjadi lembab.<br />
Dermatitis seboroik yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama yang halus dan kasar. Pada bentuk yang lebih berat, seluruh kepala tertutup oleh krusta yang kotor, dan berbau tidak sedap. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga posaurikuler, leher, liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sternal, areola mamae, lipatan dibawah mamae pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenital. <br />
Status Dermatologi pada pasien ini didapatkan plak kuning kecoklatan dengan batas tidak tegas, bentuk tidak teratur, multipel, disertai skuama yang kasar dan berminyak, regional di kulit kepala. Hal ini sesuai untuk efloresensi dari dermatitis seboroik, tampak skuama yang berminyak dengan warna kekuning-kuningan sehingga rambut saling melengket; kadang-kadang dijumpai krusta yang disebut Pitriasis Oleosa.<br />
Diagnosis Banding pada pasien ini adalah dermatitis seboroik, psoriasis, tinea kapitis, pityriasis rosea, dan sifilis stadium II. Meskipun tidak dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis, tetapi dengan pemeriksaan fisik yang cermat diagnosis dermatitis seboroik dapat diegakkan. Untuk menyingkirkan diagnosis banding yang lain dapat dilihat dari gambaran klinis yang khas pada dermatitis seboroik adalah skuama yang berminyak dan kekuningan berlokasi di daerah atau tempat-tempat seboroik. Sedangkan Psoriasis berbeda dengan dermatitis seboroik karena terdapat skuama yang berlapis-lapis dan kasar, disertai dengan tanda tetesan lilin dan Auspitz, tempat predileksinya juga berbeda, gambaran histopatologi dapat membedakannya.Tinea barbae, berbeda dengan dermatitis seboroik dari lokasinya biasa pada daerah jenggot, Tinea kapitis biasanya tampak bercak-bercak botak dengan abses yang dalam, rambut putus-putus dan mudah dilepas, pemeriksaan KOH 10% akan memberikan hasil positif. Pityriasis rosea, berupa makula eritematosa anular dan solitary bentuk lonjong dengan skuama halus, mengikuti arah lipatan kulit dan kadang menyerupai gambaran pohon cemara.terdapat herald patch. Sifilis stadium II, biasanya berupa eritema ditutupi oleh skuama berwarna coklat tembaga, tes serologi positif. <br />
Jika di rumah sakit terdapat fasilitas pemeriksaan penunjang yang lengkap, maka dapat dilakukan pemeriksaan kerokan untuk mengetahui gambaran histopatologi, pemeriksaan mikroflora dari kulit kepala untuk melihat Pityrosporum Ovale, menentukan indeks mitosis pada kulit kepala yang berketombe. Kemudian untuk menyingkirkan diagnosis yang lain dapat dilakukan pemeriksaan KOH 10%, tes serologi sifilis. <br />
Pengobatan pada pasien diberikan secara sistemik dan topikal. Pengobatan Sistemik menggunakan antihistamine berupa oxtin untuk mengurangi rasa gatal dan derajat keparahan penyakit, dan topikal menggunakan krim kortikosteroid, dan cuci rambut dengan Selenium Sulfida.<br />
Selain itu dapat diberikan Isotetrinoin pada kasus yang rekalsitran. Efeknya mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosisnya 0,1-0,3 mg per kg berat badan per hari, perbaikan tampak setelah 4 minggu. Kalau disertai infeksi sekunder diberi antibiotic (penisilin, eritromisin). Bila terdapat P.Ovale yang banyak dapat diberikan ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari. <br />
Pengobatan Topikal, diberikan sampo selenium sulfide dan krim kortikosteroid. Selenium sulfide (selsun) digunakan seminggu 2-3 kali scalp dikeramasi selama 5-15 menit, Obat lain yang dapat digunakan untuk dermatitis seboroik adalah Ter (likuor karbonas detergens 2-5%), Resorsin1-3%, Sulfur praesipitatum 4-20% dapat digabung dengan asam salisilat 3-6%, Kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison 2 ½ %. Pada kasus dengan inflamasi yang berat dapat dipakai kortikosteroid yang lebih kuat, misalnya betametason valerat.<br />
<br />
Kesimpulan<br />
Dermatitis seboroik mempunyai gambaran klinis dan tempat predileksi yang khas, sehingga untuk menegakkan diagnosis dapat hanya dengan pemeriksaan fisik, tetapi untuk kasus yang berat dengan fasilitas pelayanan yang memadai dapat dilakukan pemeriksaan penunjang. Pengobatan diberikan secara sistemik dengan antihistamin, secara topical dengan krim dan sampo. selain itu diberikan edukasi untuk mencegah faktor pencetus dan mengurangi derajat keparahan penyakit. <br />
<br />
Referensi<br />
1. Djuanda Adhi, Budimulja Unandar, Dermatitis Seboroik, dalam Djuanda Adhi, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi Kelima, Hal 200-202, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2007<br />
2. Siregar, R., S., Dermatitis Seboroika, dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi Kedua, Hal 104-106, Balai Penerbit EGC, Jakarta, 2002<br />
3. Johnson, B. A., Nunley, J. R., 2000, Treatment of Seborrheic Dermatitis, American Family Physician Vol. 61/ No. 9 (May 1, 2000).<br />
4. Harahap, M., 2000, Dermatitis seboroik dalam Ilmu Penyakit Kulit, Hipokrates, Jakarta.<br />
5. Schwartz, R. A., Janusz, C. A., Janniger, C. K., 2006, Seborrheic Dermatitis: An Overview, University of Medicine and Dentistry at New Jersey-New Jersey Medical School, Newark, New Jersey, American Family Physician, Volume 74, Number 10 July 1, 2006, www.aafp.org/afpUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-50502247053348064302011-12-19T02:08:00.000-08:002017-10-05T14:44:12.216-07:00Makalah KontrasepsiKONTRASEPSI<br />
A. DEFINISI<br />
<br />
Kontrasepsi (Contraception) adalah alat, obat, efek atau tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kehamilan. Secara halus, kontrasepsi diistilahkan juga sebagai Keluarga Berencana atau KB. Kontrasepsi adalah alat untuk mencegah kehamilan setelah berhubungan intim.Alat ini atau cara ini sifat tidak permanen ,dan memungkinkan pasangan untuk mendapatkan anak apabila diinginkan.Ada berbagai macam jenis Alat Kontrasepsi yang tersedia di pasaran ,yang dapat dibeli dengan bebas. <br />
Berbeda dengan aborsi, kontrasepsi menghindari kehamilan dengan mencegah terjadinya pembuahan itu sendiri. Sedangkan aborsi adalah mencegah berlanjutnya kehamilan setelah kehamilan itu terjadi. <br />
<br />
B. METODE KONTRASEPSI<br />
<br />
1. Metode Alami : yaitu dengan mengetahui kapan persisnya masa subur, dan sebagai metode kontrasepsi, menghindari terjadinya pembuahan pada masa subur tersebut.<br />
a) Metode LAM - khusus untuk ibu menyusui ASI eksklusif <br />
b) Metode Kesadaran kesuburan atau Metode KB Alami[2] <br />
c) Metode Kalender - Sudah ketinggalan zaman dan digantikan dengan metode di atas. <br />
2. Metode Dalam Rahim <br />
a) IUD <br />
b) IUS <br />
3. Metode Hormonal <br />
a) Metode Hormonal Kombinasi (estrogen + progesteron) <br />
Cincin Vagina <br />
Pil KB <br />
Suntik Lunelle <br />
b) Metode Hormonal Progesteron Saja <br />
Pil POP <br />
Suntik Depo Provera <br />
Susuk KB <br />
4. Metode Penghalang <br />
a) Kondom <br />
b) Diafragma <br />
c) Lea's shield <br />
d) Cervical cap <br />
e) Contraceptive sponge <br />
5. Sterilisasi atau kontrasepsi mantap <br />
a) Tubektomi <br />
b) Vasektomi <br />
<br />
C. KEUNTUNGAN KONTRASEPSI<br />
Ada bermacam-macam alasan pribadi: untuk mengatur jumlah dan jarak anak yang diinginkan, mencegah kehamilan di luar nikah dan mengurangi resiko terjangkit penyakit hubungan seksual. Secara internasional, kontrasepsi dibutuhkan untuk membatasi jumlah penduduk dunia dan menjamin ketersediaan sumber daya alam sehingga menjaga kualitas hidup manusia.<br />
D. SERBA-SERBI KONTRASEPSI<br />
Mengambil keputusan yang tepat untuk sebuah keluarga yang terencana bukanlah hal mudah. Seyogyanya, pasangan harus mengetahui fakta dan informasi yang benar seputar kontrasepsi, termasuk plus minusnya agar semakin mantap membuat keputusan yang tepat.<br />
Zaman sekarang banyak wanita lebih memilih oral kontrasepsi atau lebih dikenal sebagai pil KB. Kenapa begitu? Selain paling efektif, aman dan efek sampingnya relatif rendah, penggunaannya juga praktis.<br />
Pil kontrasepsi yang banyak beredar di pasaran umumnya tersedia dalam bentuk calendar pack. Setiap kemasan berisi 21 buah pil aktif yang harus diminum setiap hari selama 21 hari. Menstruasi akan terjadi saat minum plasebo atau pada interval 7-hari bebas minum pil.<br />
Pil kontrasepsi kombinasi mengandung estrogen dan progestin / progesteron.Ada pula pil kontrasepsi dengan efektivitas lebih rendah karena hanya mengandung progesteron (POP = progestin-only-pill), biasanya digunakan pada masa menyusui.<br />
E. MACAM-MACAM KONTRASEPSI<br />
Supaya bisa memutuskan pilihan yang paling tepat sesuai kebutuhan dan kondisi Anda, ayo kenali berbagai jenis alat kontrasepsi dan cari tahu mana yang sesuai untuk Anda.<br />
Efektivitas suatu metode kontrasepsi biasanya dinyatakan dengan angka z (PI). Angka ini menunjukkan jumlah kehamilan yang terjadi pada 100 wanita bila menggunakan metode kontrasepsi tersebut selama 1 tahun. Angka PI yang semakin kecil menandakan semakin efektifnya metode kontrasepsi tersebut.<br />
1. KONTRASEPSI STERILISASI<br />
Yaitu pencegahan kehamilan dengan mengikat sel indung telur pada wanita (tubektomi) atau testis pada pria (vasektomi). Proses sterilisasi ini harus dilakukan oleh ginekolog (dokter kandungan). Efektif bila Anda memang ingin melakukan pencegahan kehamilan secara permanen, misalnya karena faktor usia.<br />
2. KONTRASEPSI TEKNIK<br />
a) Coitus Interruptus (senggama terputus): ejakulasi dilakukan di luar vagina. Efektivitasnya 75-80%. Faktor kegagalan biasanya terjadi karena ada sperma yang sudah keluar sebelum ejakulasi, orgasme berulang atau terlambat menarik penis keluar.<br />
b) Sistem kalender (pantang berkala): tidak melakukan senggama pada masa subur, perlu kedisiplinan dan pengertian antara suami istri karena sperma maupun sel telur (ovum) mampu bertahan hidup s/d 48 jam setelah ejakulasi. Efektivitasnya 75-80%. Faktor kegagalan karena salah menghitung masa subur (saat ovulasi) atau siklus haid tidak teratur sehingga perhitungan tidak akurat.<br />
c) Prolonged lactation atau menyusui, selama 3 bulan setelah melahirkan saat bayi hanya minum ASI dan menstruasi belum terjadi, otomatis Anda tidak akan hamil. Tapi begitu Ibu hanya menyusui < 6 jam / hari, kemungkinan terjadi kehamilan cukup besar.<br />
3. KONTRASEPSI MEKANIK<br />
a) Kondom: Efektif 75-80%. Terbuat dari latex, ada kondom untuk pria maupun wanita serta berfungsi sebagai pemblokir / barrier sperma. Kegagalan pada umumnya karena kondom tidak dipasang sejak permulaan senggama atau terlambat menarik penis setelah ejakulasi sehingga kondom terlepas dan cairan sperma tumpah di dalam vagina. Kekurangan metode ini:<br />
Mudah robek bila tergores kuku atau benda tajam lain<br />
Membutuhkan waktu untuk pemasangan<br />
Mengurangi sensasi seksual<br />
b) Spermatisida: bahan kimia aktif untuk 'membunuh' sperma, berbentuk cairan, krim atau tisu vagina yang harus dimasukkan ke dalam vagina 5 menit sebelum senggama. Efektivitasnya 70%. Sayangnya bisa menyebabkan reaksi alergi. Kegagalan sering terjadi karena waktu larut yang belum cukup, jumlah spermatisida yang digunakan terlalu sedikit atau vagina sudah dibilas dalam waktu < 6 jam setelah senggama.<br />
c) Vaginal diafragma: lingkaran cincin dilapisi karet fleksibel ini akan menutup mulut rahim bila dipasang dalam liang vagina 6 jam sebelum senggama. Efektivitasnya sangat kecil, karena itu harus digunakan bersama spermatisida untuk mencapai efektivitas 80%. Cara ini bisa gagal bila ukuran diafragma tidak pas, tergeser saat senggama, atau terlalu cepat dilepas (< 8 jam ) setelah senggama.<br />
d) IUD (Intra Uterine Device) atau spiral: terbuat dari bahan polyethylene yang diberi lilitan logam, umumnya tembaga (Cu) dan dipasang di mulut rahim. Efektivitasnya 92-94%. Kelemahan alat ini yaitu bisa menimbulkan rasa nyeri di perut, infeksi panggul, pendarahan di luar masa menstruasi atau darah menstruasi lebih banyak dari biasanya.<br />
IUS atau Intra Uterine System adalah bentuk kontrasepsi terbaru yang menggunakan hormon progesteron sebagai ganti logam. Cara kerjanya sama dengan IUD tembaga, ditambah dengan beberapa nilai plus:<br />
Lebih tidak nyeri dan kemungkinan menimbulkan pendarahan lebih kecil<br />
Menstruasi menjadi lebih ringan (volume darah lebih sedikit) dan waktu haid lebih singkat.<br />
4. KONTRASEPSI HORMONAL<br />
Dengan fungsi utama untuk mencegah kehamilan (karena menghambat ovulasi), kontrasepsi ini juga biasa digunakan untuk mengatasi ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh.<br />
Harus diperhatikan beberapa faktor dalam pemakaian semua jenis obat yang bersifat hormonal, yaitu:<br />
• Kontraindikasi mutlak: (sama sekali tidak boleh diberikan):kehamilan, gejala thromboemboli, kelainan pembuluh darah otak, gangguan fungsi hati atau tumor dalam rahim. <br />
• Kontraindikasi relatif (boleh diberikan dengan pengawasan intensif oleh dokter): penyakit kencing manis (DM), hipertensi, pendarahan vagina berat, penyakit ginjal dan jantung. <br />
Kontrasepsi hormonal bisa berupa pil KB yang diminum sesuai petunjuk hitungan hari yang ada pada setiap blisternya, suntikan, susuk yang ditanam untuk periode tertentu, koyo KB atau spiral berhormon.<br />
a) Pil Kontrasepsi Kombinasi (OC / Oral Contraception)<br />
Berupa kombinasi dosis rendah estrogen dan progesteron. Merupakan metode KB paling efektif karena bekerja dengan beberapa cara sekaligus sbb:<br />
Mencegah ovulasi (pematangan dan pelepasan sel telur) <br />
Meningkatkan kekentalan lendir leher rahim sehingga menghalangi masuknya sperma <br />
Membuat dinding rongga rahim tidak siap menerima hasil pembuahan <br />
Bila pasien disiplin minum OC-nya, bisa dipastikan perlindungan kontrasepsi hampir 100%. Selain itu, OC merupakan metode yang paling reversibel, artinya bila pengguna ingin hamil bisa langsung berhenti minum pil dan biasanya bisa langsung hamil dalam 3 bulan.<br />
MANFAAT TAMBAHAN OC<br />
Selain berfungsi sebagai alat kontrasepsi, OC ternyata juga memberikan manfaat yang tidak langsung berhubungan dengan efek kontrasepsi (non-contraceptive benefits) yaitu menyembuhkan atau mengurangi resiko terjadinya beberapa kelainan atau keluhan tertentu seperti:<br />
Manfaat penyembuhan OC:<br />
• Menyembuhkan kelainan menstruasi<br />
Pil kontrasepsi dapat menyembuhkan beberapa kelainan menstruasi umum antara lain:<br />
Siklus menstruasi yang tidak teratur (irregular cycle) <br />
Darah yang keluar pada saat menstruasi terlalu banyak (hiper-menore) <br />
Sindroma sebelum haid (premenstrual syndrome / PMS) <br />
Haid dengan rasa nyeri hebat di perut (dismenore). <br />
Dengan mengkonsumsi OC, siklus haid menjadi teratur dan lebih ringan sehingga resiko terkena anemia dan defisiensi besi berkurang s/d 50%.<br />
• Mengatasi masalah hiper-androgenisme<br />
Dalam tubuh wanita diproduksi hormon reproduksi estrogen, progesteron, dan androgen. Hormon androgen (testosteron) yang umum disebut hormon reproduksi pria dibutuhkan oleh wanita dalam jumlah sangat sedikit (± 0,5 mg / liter darah) untuk daya tahan tubuh dan gairah seksual (libido).<br />
Wanita usia reproduktif (± 15 - 40 tahun) sering mengalami ketidakseimbangan hormonal dimana produksi hormon androgennya akan meningkat sehingga terjadi hiper-androgen yang bisa menyebabkan:<br />
Masalah pada kulit dan rambut: kulit berminyak, komedo, jerawat, ketombe (yang bisa menyebabkan kebotakan) atau hirsutisme (pola tumbuh rambut pada yang wanita yang menyerupai pria / male hair pattern)<br />
Masalah ginekologis: gangguan siklus haid, PCOS (poly-cystic-ovarian-syndrome) yang bisa menyebabkan sulit punya anak, kegemukan (obesitas) dan abnormalitas metabolisme tubuh.<br />
OC istimewa mengandung CPA (Siproteron Asetat), zat anti-androgen paling efektif saat ini yang bekerja khusus mengatasi masalah hiper-androgen dengan menekan produksi androgen (dalam tubuh) dan minyak (di bawah permukaan kulit) sehingga mencegah timbulnya komedo dan ketombe bahkan jerawat.<br />
Berbeda dengan obat-obatan topikal dan antibiotik yang membunuh bakteri dan mengobati infeksi di permukaan kulit, CPA langsung bekerja pada akar masalah yaitu dengan mencegah produksi minyak yang berlebihan. Tetapi karena obat ini bekerja step-by-step dari dalam tubuh untuk menormalkan kadar hormon androgen, perbaikan pada kulit wajah baru bisa dilihat setelah 1-3 bulan pemakaian.<br />
• Manfaat pencegahan, yaitu OC mengurangi resiko terkena:<br />
Infeksi pada organ reproduksi internal, s/d 50% <br />
Kanker ovarium dan endometrium, s/d 40% <br />
Benjolan jinak payudara, s/d 40% <br />
Kista ovarium, s/d 80% <br />
Infertilitas primer, s/d 40% <br />
Kehamilan ektopik (di luar kandungan), s/d 90% <br />
CARA MINUM OC<br />
OC harus diminum tiap hari dengan cara mengikuti petunjuk nama hari yang tertera di blisternya. Untuk memulai blister pertama Anda, mulailah minum pil pada hari pertama haid, misalnya: Anda mendapat haid pada hari Rabu maka ambil pil yang dibawahnya ada tanda Rabu. Lanjutkan minum pil setiap hari sampai habis (21 hari) yang pasti jatuh pada hari Selasa. Kemudian berhenti minum pil selama 7 hari (akan terjadi menstruasi). Setelah 7 hari bebas pil ini, lanjutkan minum pil dari kemasan yang baru pada hari Rabu lagi, jadi untuk blister ke-2 dst, selalu ikuti siklus 21 hari minum pil +7 hari bebas tablet.<br />
b) Suntik<br />
Tersedia suntik 1 bulan (estrogen + progesteron) dan 3 bulan (depot progesteron, tidak terjadi haid). Cukup praktis tetapi karena memasukkan hormon sekaligus untuk 1 atau 3 bulan, orang yang sensitif sering mengalami efek samping yang agak berat.<br />
c) Susuk KB (Implan)<br />
Depot progesteron, pemasangan dan pencabutan harus dengan operasi kecil.<br />
d) Koyo KB (Patch)<br />
Ditempelkan di kulit setiap minggu, sayangnya bagi yang berkulit sensitif sering menimbulkan reaksi alergi.<br />
e) Disclaim<br />
Data dan informasi yang ditampilkan di situs ini disediakan atas kerjasama kami dengan perusahaan yang memproduksi produk tersebut dan dapat digunakan sebagai salah satu bahan referensi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menampilkan data dan informasi seakurat mungkin, namun medicastore dan semua mitra yang menyediakan data dan informasi tidak bertanggung jawab atas segala kesalahan dan keterlambatan memperbarui data atau informasi, atau segala kerugian yang timbul karena tindakan yang berkaitan dengan penggunaan informasi yang disajikan.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
F. CONTOH GAMBAR KONTRASEPSI<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Barrier <br />
Kontrasepsi barrier atau penghalang terdiri atas ; Kontrasepsi kondom, Kontrasepsi diafragma dan cervical cap, Spermisida<br />
<br />
Hormonal<br />
Kontrasepsi hormonal adalah kontrasepsi yang menggunakan preparat hormonal yaitu estrogen dan progesteron. Estrogen bekerja dengan cara mempengaruhi ovulasi, perjalanan ovum, atau implantasi. Ovulasi dihambat <br />
<br />
Mekanik<br />
Kontrasepsi mekanik antara lain;AKDR (spiral)AKDR adalah alat yang dimasukkan ke dalam rahim dan mencegah kehamilan dengan cara menganggu <br />
<br />
Kondom<br />
Kontrasepsi kondom khusus digunakan hanya bagi pihak lelaki. Kondom untuk lelaki bekerja dengan cara menampung air mani dan sperma di dalam kantung kondom dan mencegahnya memasuki saluran reproduksi wanita. <br />
<br />
Diafragma & Cervical Cap<br />
Diafragma dan kap servikal adalah merupakan kontrasepsi penghalang yang dimasukkan ke dalam vagina dan mencegah sperma masuk ke dalam saluran reproduksi wanita. Diafragma terbuat dari lateks atau karet dengan cincin yang<br />
<br />
Spermisida<br />
Spermisida adalah agen yang menghancurkan membran sel sperma dan menurunkan motilitas (pergerakan) sperma. Tipe spermisida mencakup foam aerosol, krim, vagina suposituria, jeli, sponge (busa) yang dimasukkan sebelum <br />
<br />
Pil Sekuensial<br />
Pil Sekuensia ini merupakan kombinasi antara pil estrogen dan pil kombinasi. Cara pemakainnnya dengan diberikan estrogen terlebih dahulu selama 14-16 hari pertama, selanjutnya kombinasi estrogen<br />
<br />
Kontrasepsi Suntikan Progestin<br />
Kontrasepsi suntikan progestin mencegah kehamilan dengan mekanisme yang sama seperti progestin pil namun kontrasepsi ini menggunakan suntikan intramuskular (dalam otot ). Yang digunakan adalah <br />
<br />
Kontrasepsi Suntikan <br />
Maksud istilah kombinasi disini adalah suntikan Estrogen-Progesteron.Dengan diberikan secara intramuskular setiap bulan, mengandung 25 mg depo medroxyprogesteron asetat dan 5 mg estradiol cypionat<br />
<br />
Pil Kombinasi<br />
Kontrasepsi pil kombinasi adalah pil yang mengandung sintetik estrogen dan preparat progesteron yang mencegah kehamilan dengan cara menghambat terjadinya ovulasi (pelepasan sel telur oleh indung telur) melalui penekanan hormon LH dan FSH, mempertebal lendir mukosa serviks<br />
<br />
Kontrasepsi Pil Progestin <br />
Kontrasepsi pil progestin bekerja mencegah kehamilan dengan cara mempertebal lendir mukosa leher rahim, mengganggu pergerakan silia saluran tuba, dan menghalangi pertumbuhan lapisan endometrium<br />
<br />
Patch<br />
Kontrasepsi patch ini didesain untuk melepaskan 20µg ethinyl estradiol dan 150 µg norelgestromin. Mencegah kehamilan dengan cara yang<br />
<br />
Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-62112094100294656492011-12-17T02:03:00.000-08:002017-10-05T14:45:25.001-07:00ASUHAN KEPERAWATAN KOLELITIASIS<h3 class="post-title entry-title"> ASUHAN KEPERAWATAN SALURAN SISTEM PENCERNAAN PADA BATU EMPEDU </h3><div class="post-header"> </div>A. DEFINISI<br />
<br />
1. Batu saluran empedu : adanya batu yang terdapat pada sel, empedu ( Duktus Koledocus ).<br />
2. Batu empedu ( Kolelitiasis ) : adanya batu yang terdapat pada kandung empedu.<br />
3. Radang empedu ( Kolesistitis ) : adanya radang pada kandung empedu.<br />
4. Radang saluran empedu ( Kolangitis ) : adanya radang pada saluran empedu.<br />
<br />
B. ETIOLOGI<br />
<br />
Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen – pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein.<br />
Macam – macam batu yang terbentuk antara lain :<br />
1. Batu empedu kolesterol, terjadi karena : kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan produksi empedu.<br />
Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu :<br />
a. Infeksi kandung empedu<br />
b. Usia yang bertambah<br />
c. Obesitas<br />
d. Wanita<br />
e. Kurang makan sayur<br />
f. Obat – obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol<br />
2. Batu pigmen empedu, ada dua macam ; <br />
a. Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai hemolisis kronik / sirosis hati tanpa infeksi.<br />
b. Batu pigmen coklat : bentuk lebih besar, berlapis – lapis, ditemukan disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi.<br />
3. Batu saluran empedu<br />
Sering dihubungkan dengan divertikula duodenumdidaerah vateri. Ada dugaan bahwa kelainan anatomi atau pengisian divertikula oleh makanan akan menyebabkan obstruksi intermiten duktus koledokus dan bendungan ini memudahkan timbulnya infeksi dan pembentukan batu. <br />
<br />
C. MANIFESTASI KLINIK<br />
<br />
Kelainan ini frekuensinya meningkat sesuai bertambahnya umur, mungkin tanpa gejala, mungkin pula terdapat gejala – gejala seperti : <br />
1. Gangguan pencernaan, mual dan muntah.<br />
2. Nyeri perut kanan atas atau kadang – kadang tidak enak di epigastrium.<br />
3. Yang khas yaitu nyeri yang menjalar ke bahu dan subskapula.<br />
4. Demam dan ikterus ( bila terdapat batu di duktus koledokussistikus ).<br />
5. Gejala nyeri perut bertambah jika makan banyak lemak.<br />
<br />
D. PATOFISIOLOGIS<br />
<br />
Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol :<br />
1) Hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu.<br />
2) Percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol.<br />
3) Gangguan motilitas kandung empedu dan usus.<br />
Adanya pigmen di dalam inti batu kolesterol berhubungan dengan lumpur kandung empedu pada stadium awal pembentukan batu.<br />
Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktivitas ensim β – glucuronidase bakteri dan manusia ( endogen ) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur. Hidrolisis bilirubin oleh emzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjungsi yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim β – glucuronidase bakteri berasal dari kuman E. Coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.<br />
<br />
E. PATHWAYS<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
F. KOMPLIKASI<br />
<br />
Komplikasi yang penting ialah terjadinya :<br />
1. Kolesistitis akut<br />
Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu. Patogenesis kolesistitis akut akibat tertutupnya duktus sistikus oleh batu terjepit. Kemudian terjadi hidrops dari kandung empedu. Patogenesis kolesistitis akut akibat tertutupnya duktus sistikus oleh batu terjepit. Kemudian terjadi hidrops dari kandung empedu. Penambahan volume kandung empedu dan edema kandung empedu menyebabkan iskemi dari dinding kandung empedu yang dapat berkembang ke proses nekrosis dan perforasi. Jadi pada permulaanya terjadi peradangan steril dan baru pada tahap kemudian terjadi superinfeksi baktei.<br />
Kolesistitis akut juga dapat disebabkan lumpur batu empedu. ( Kolesistitis Akalkulus ).<br />
<br />
<br />
2. Kolesistitis kronik<br />
Suatu keadaan dimana mukosa dan jaringan otot polos kandung empedu diganti dengan jaringan ikat, dengan kemampuan memekatkan empedu hilang disebabkan oleh kolesistitis akut. Yang lebih jarang ialah koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, abses hati, sirosis gilier, empiema dan ikterus obstruksi.<br />
<br />
G. KLASIFIKASI<br />
<br />
Pada umumnya batu empedu dibagi tiga tipe, yaitu :<br />
1. Tipe Kolesterol<br />
2. Tipe Pigmen Empedu<br />
3. Tipe Campuran<br />
Terjadinya batu kolesterol adalah akibat gangguan hati yang mengekresikan kolesterol berlebihan hingga kadarnya diatas nilai kritis klarutan kolesterol dalam empedu. Sedangkan tipe pigmen biasanya adalah akibat proses hemolitik atau infestasi. Escherichia Coli atau Ascaris Lumbricoides ke dalam empedu yang dapat mengubah bilirubin digluronida menjadi bilirubin bebas yang mungkin dapat menjadi kristal kalsium bilirubin.<br />
<br />
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG<br />
<br />
1. Ultrasound ( US ) merupakan citraan pilihan pertama untuk mendiagnosis batu empedu dengan sensifitas tinggi melebihi 95% sedangkan untuk deteksi batu saluran empedu sensifitasnya relatif rendah berkisar antara 18 – 74 %.<br />
2. ERCP ( Endoscopic retrograde cholangio pancreatography ) bermanfaat dalam mendeteksi batu saluran empedu dengan sensifitas 90% spesifisitas 98% dan akurasi 96%.<br />
3. EUS ( Endoscopic Ultrasonography )<br />
Suatu metode pemeriksaan dengan memakai instrumen gastroskop dengan echoprobe di ujung skop yang dapat terus berputar.<br />
4. MRCP ( Magnetic Resonance Cholangio Pancreatography )<br />
Teknik pencitraan dengan gama magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrumen dan radiasi ion pada MRCP saluran akan terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi sedangkan batu saluran empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu.<br />
5. Leukosit: 12.000 – 15.000 /iu (N : 10.000 iu ).<br />
6. Bilirubin : meningkat ringan, ( N : < 0,4 mg/dl ).<br />
7. Amilase serum meningkat ( N : 17 – 115 unit/100 ml ).<br />
8. Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorsi vitamin K ( cara kapiler : 2 – 6 menit ).<br />
9. USG : menunjukkan adanya bendungan atau hambatan, hal ini karena adanya batu empedu dan distensi saluran empedu ( frekuensi sesuai dengan prosedur diagnostik ).<br />
10. Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography ( ERCP ), bertujuan untuk melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus duodenum.<br />
11. PTC ( perkutaneus transhepatik cholengiografi ) : Pemberian cairan kontras untuk menentukan adanya batu dan cairan pankreas.<br />
12. Cholecytogram ( untuk Cholesistitisis kronok ) menunjukkan adanya batu di sistim billiar.<br />
13. CT Scan : menunjukkan gellbarder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu, obstruksi atau obstruksi joundice.<br />
14. Foto Abdomen : gambaran radiopaque ( perkapuran ) galstones, pengapuran pada saluran atau pembesaran pada gellblader.<br />
<br />
I. PENATALAKSANAAN<br />
<br />
1. Konservatif<br />
a. Diet rendah lemak<br />
b. Obat – obat antikolinergik – antispasmodic<br />
c. Analgesik<br />
d. Antibiotik, bila disertai kolesisititis<br />
e. Asam empedu ( asam keno deoksikolat ) 6,75 – 4,5 g/hari, diberikan waktu lama. Dikatakan dapat menghilangkan batu empedu, terutama batu kolesterol. Asam ini mengubah empedu yang mengandung banyak kolesterol ( lithogenic bile ) menjadi empedu dengan komposisi normal. Dapat juga untuk pencegahan, namun efek toksinnya banyak, kadang – kadang diare.<br />
f. Pemberian cairan per infuse<br />
g. Istirahat baring<br />
h. Pasang NGT<br />
2. Kolesistektomi<br />
Dengan koklesistektomi, pasien dapat hidup normal, makan seperti biasa umumnya dilakukan pada pasien dengan kolik bilier / diabetesUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-63733988200924418752011-12-16T02:01:00.000-08:002017-10-05T14:45:49.419-07:00MAKALAH ARITMIA<h3 class="post-title entry-title">ARITMIA / DISRITMIA </h3><div class="post-header"></div>1. PENGERTIAN<br />
Beberapa tipe malfungsi jantung yang paling mengganggu tidak terjadi sebagai akibat dari otot jantung yang abnormal tetapi karena irama jantung yang abnormal. Sebagai contoh, kadang-kadang denyut atrium tidak terkoordinasi dengan denyut dari ventrikel, sehingga atrium tidak lagi berfungsi sebagai pendahulu bagi ventrikel.<br />
Aritmia adalah kelainan elektrofisiologi jantung dan terutama kelainan system konduksi jantung. Aritmia adalah gangguan pembentukan dan/atau penghantaran impuls. Terminology dan pemakaian istilah untuk aritmia sangat bervariasi dan jauh dari keseragaman di antara para ahli.<br />
Beberapa sifat system konduksi jantung dan istilah-istilah yang penting untuk pemahaman aritmia :<br />
• • Periode refrakter<br />
Dari awal depolarisasi hingga awal repolarisasi sel-sel miokard tidak dapat menjawab stimulus baru yang kuat sekalipun. Periode ini disebut periode refrakter mutlak.<br />
Fase selanjutnya hingga hamper akhir repolarisasi, sel-sel miokard dapat menjawab stimulus yang lebih kuat. Fase ini disebut fase refrakter relative.<br />
• • Blok<br />
Yang dimaksud dengan blok ialah perlambatan atau penghentian penghantaran impuls.<br />
• Pemacu ektopik atau focus ektopik<br />
Ialah suatu pemacu atau focus di luar sinus. Kompleks QRS yang dipacu dari sinus disebut kompleks sinus. Kompleks QRS yang dipacu dari focus ektopik disebut kompleks ektopik, yang bias kompleks atrial, kompleks penghubung –AV atau kompleks ventricular.<br />
• • Konduksi tersembunyi<br />
Hal ini terutama berhubungan dengan simpul AV yaitu suatu impuls yang melaluinya tak berhasil menembusnya hingga ujung yang lain, tetapi perubahan-[erubahan akibat konduksi ini tetap terjadi, yaitu terutama mengenai periode refrakter.<br />
• • Konduksi aberan.<br />
Konduksi aberan ialah konduksi yang menyimpang dari jalur normal. Hal ini disebabkan terutama karena perbedaan periode refrakter berbagai bagian jalur konduksi.<br />
Konduksi aberan bias terjadi di atria maupun ventrikel, tetapi yang terpenting ialah konduksi ventricular aberan, yang ditandai dengan kompleks QRS yang melebar dan konfigurasi yang berbeda.<br />
Konduksi atrial aberan diandai dengan P yang melebar dan konfigurasi yang berbeda.<br />
• • Re-entri.<br />
Re-entri ialah suatu keadaan dimana suatu impulas yang sudah keluar dari suatu jalur konduksi, melalui suatu jalan lingkar masuk kembali ke jalur semula. Dengan demikian bagian miokard yang bersangkutan mengalami depolarisasi berulang.<br />
• • Mekanisme lolos.<br />
Suatu kompleks lolos ialah kompleks ektopik yang timbul karena terlambatnya impuls yang datang dari arah atas. Kompleks lolos paling sering timbul di daerah penghubung AV dan ventrikel, jarang di atria. Jelas bahwa mekanisme lolos ialah suatu mekanisme penyelamatan system konduksi jantung agar jantung tetap berdenyut meskipun ada gangguan datangnya impuls dari atas.<br />
<br />
2. KLASIFIKASI<br />
<br />
Pada umumnya aritmia dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu :<br />
1) Gangguan pembentukan impuls.<br />
a. Gangguan pembentukan impuls di sinus<br />
• • Takikardia sinus<br />
• • Bradikardia sinus<br />
• • Aritmia sinus<br />
• • Henti sinus<br />
b. Gangguan pembentukan impuls di atria (aritmia atrial).<br />
• • Ekstrasistol atrial<br />
• • Takiakardia atrial<br />
• • Gelepar atrial<br />
• • Fibrilasi atrial<br />
• • Pemacu kelana atrial<br />
c. Pembentukan impuls di penghubung AV (aritmia penghubung).<br />
• • Ekstrasistole penghubung AV<br />
• • Takikardia penghubung AV<br />
• • Irama lolos penghubung AV<br />
d. Pembentukan impuls di ventricular (Aritmia ventricular).<br />
• • Ekstrasistole ventricular.<br />
• • Takikardia ventricular.<br />
• • Gelepar ventricular.<br />
• • Fibrilasi ventricular.<br />
• • Henti ventricular.<br />
• • Irama lolos ventricular.<br />
2) Gangguan penghantaran impuls.<br />
• a. Blok sino atrial<br />
• b. Blok atrio-ventrikular<br />
• c. Blok intraventrikular.<br />
3. PENYEBAB<br />
<br />
Penyebab dari aritmia jantung biasanya satu atau gabungan dari kelainan berikut ini dalam sistem irama-konduksi jantung :<br />
• v Irama abnormal dari pacu jantung.<br />
• v Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung.<br />
• v Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewktu menghantarkan impuls melalui jantung.<br />
• v Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung.<br />
• v Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada hamper semua bagian jantung.<br />
<br />
Beberapa kondisi atau penyakit yang dapata menyebabkan aritmia adalah :<br />
• • Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi).<br />
• • Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.<br />
• • Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti aritmia lainnya.<br />
• • Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).<br />
• • Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung.<br />
• • Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.<br />
• • Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).<br />
• • Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).<br />
• • Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.<br />
• • Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung.<br />
• • Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system konduksi jantung).<br />
<br />
4. TANDA/GEJALA<br />
<br />
DISRITMIA NODUS SINUS<br />
• Bradikardia sinus<br />
Bradikardi sinus bisa terjadi karena stimulasi vagal, intoksikasi digitalis, peningkatan tekanan intrakanial, atau infark miokard (MI). Bradikardi sinus juga dijumpai pada olahragawan berat, orang yang sangat kesakitan, atau orang yang mendapat pengobatan (propanolol, reserpin, metildopa), pada keadaan hipoendokrin (miksedema, penyakit adison, panhipopituitarisme), pada anoreksia nervosa, pada hipotermia, dan setelah kerusakan bedah nodus SA.<br />
Berikut adalah karakteristik disritmia<br />
• • Frekuensi: 40 sampai 60 denyut per menit<br />
• • Gelombang P: mendahului setiap kompleks QRS; interval PR normal<br />
• • Kompleks QRS: biasanya normal<br />
• • Hantaran: biasanya normal<br />
• • Irama: reguler<br />
Semua karakteristik bradikardi sinus sama dengan irama sinus normal, kecuali frekuensinya. Bila frekuensi jantung yang lambat mengakibatkan perubahan hemodinamika yang bermakna, sehingga menimbulkan sinkop (pingsan), angina, atau disritmia ektopik, maka penatalaksanaan ditujukan untuk meningkatkan frekuensi jantung. Bila penurunan frekuensi jantung diakibatkan oleh stimulasi vagal (stimulasi saraf vagul) seperti jongkok saat buang air besar atau buang air kecil, penatalaksanaan harus diusahakan untuk mencegah stimulasi vagal lebih lanjut. Bila pasien mengalami intoksikasi digitalis, maka digitalis harus dihentikan. Obat pilihan untuk menangani bradikardia adalah atropine. Atropine akan menghambat stimulasi vagal, sehingga memungkinkan untuk terjadinya frekuensi normal.<br />
• Takikardia sinus<br />
<br />
Takiakrdia sinus (denyut jantung cepat) dapat disebabkan oleh demam, kehilangan darah akut, anemia, syok, latihan, gagal jantung kongestif, nyeri, keadaan hipermetabolisme, kecemasan, simpatomimetika atau pengobatan parasimpatolitik.<br />
Pola EKG takikardia sinus adalah sebagai berikut :<br />
• • Frekuensi : 100 sampai 180 denyut permenit.<br />
• • Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS, dapat tenggelam dalam gelombang T yang mendahuluinya; interval PR normal.<br />
• • Kompleks QRS : Biasanya mempunyai durasi normal.<br />
• • Hantaran : Biasanya normal.<br />
• • Irama : Reguler.<br />
Semua aspek takikardia sinus sama dengan irama sinus normal kecuali frekeunsinya. Tekanan sinus karotis, yang dilakukan pada salah satu sisi leher, mungkin efektif memperlambat frekuensi untuk sementara, sehingga dapat membantu menyingkirkan disritmia lainnya. Begitu frekuensi jantung meningkat, maka waktu pengisian diastolic menurun, mengakibatkan penurunan curah jantung dan kemudian timbul gejala sinkop dan tekanan darah rendah. Bila frekwensi tetap tinggi dan jantung tidak mampu mengkompensasi dengan menurunkan pengisian ventrikel, pasien dapat mengalami edema paru akut.<br />
Penanganan takikardia sinus biasanya diarahkan untuk menghilangkan penyebabknya. Propranolol dapat dipakai untuk menurunkan frekwensi jantung secara cepat. Propranolol menyekat efek serat adrenergic, sehingga memperlambat frekwensi.<br />
<br />
DISRITMIA ATRIUM<br />
• Kontraksi premature atrium<br />
Penyebab :<br />
• • Iritabilitas otot atrium karena kafein, alcohol, nikotin.<br />
• • Miokardium teregang seperti pada gagal jantung kongestif<br />
• • Stress atau kecemasan<br />
• • Hipokalemia<br />
• • Cedera<br />
• • Infark<br />
• • Keadaaan hipermetabolik.<br />
<br />
Karakteristik :<br />
• • Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.<br />
• • Gelombang P : Biasanya mempunyai konfigurasi yang berbeda dengan gelombang P yang berasal dari nodus SA.<br />
• • Kompleks QRS : Bisa normal, menyimpang atai tidak ada.<br />
• • Hantaran : Biasanya normal.<br />
• • Irama : Reguler, kecuali bila terjadi PAC. Gelombang P akan terjadi lebih awal dalam siklus dan baisanya tidak akan mempunyai jeda kompensasi yang lengkap.<br />
Kontraksi atrium premature sering terlihat pada jantung normal. Pasien biasanya mengatakan berdebar-debar. Berkurangnya denyut nadi (perbedaan antara frekwensi denyut nadi dan denyut apeksi) bisa terjadi. Bila PAC jarang terjadi, tidak diperlukan penatalaksanaan. Bila terjadi PAC sering (lebih dari 6 per menit) atau terjadi selama repolarisasi atrium, dapat mengakibatkan disritmia serius seperti fibrilasi atrium. Sekali lagi, pengobatan ditujukan untuk mengatasi penyebabnya.<br />
• Takikardia Atrium Paroksimal<br />
Adalah takikardia atrium yang ditandai dengan awitan mendadak dan penghentian mendadak. Dapat dicetuskan oleh emosi, tembakau, kafein, kelelahan, pengobatan simpatomimetik atau alcohol. Takikardia atrium paroksimal biasanya tidak berhubungan dengan penyakit jantung organic. Frekwensi yang sangat tinggi dapat menyebabkan angina akibat penurunan pengisian arteri koroner. Curah jantung akan menurun dan dapat terjadi gagal jantung.<br />
Karakteristik :<br />
• • Frekwensi : 150 sampai 250 denyut per menit.<br />
• • Gelombang P : Ektopik dan mengalami distorsi dibanding gelombang P normal; dapat ditemukan pada awal gelombang T; interval PR memendek (Kurang dari 0, 12 detik).<br />
• • Kompleks QR : Biasanya normal, tetapi dapat mengalami distorsi apabila terjadi penyimpangan hantaran.<br />
• • Hantaran : Biasanya normal.<br />
• • Irama : Reguler.<br />
<br />
Pasien biasanya tidak merasakan adanya PAT. Penanganan diarahkan untuk menghilangkan penyebab dan menurunkan frekwensi jantung. Morfin dapat memperlambat frekwensi tanpa penatalaksanaan lebih lanjut. Tekanan sinus karotis yang dilakukan pada satu sisi, akan memperlambat atau menghentikan serangan dan biasanya lebih efektif setelah pemberian digitalis atau vasopresor, yang dapat menekan frekwensi jantung. Penggunaan vasopresor mempunyai efek refleks pada sinus karotis dengan meningkatkan tekanan darah dan sehingga memperlambat frekwensi jantung. Sediaan digitalis aktivitas singkat dapat digunakan. Propranolol dapat dicoba bila digitalis tidak berhasil. Quinidin mungkin efektif, atau penyekat kalsium verapamil dapat digunakan. Kardioversion mungkin diperlukan bila pasien tak dapat mentoleransi meningkatnya frekwensi jantung.<br />
• Fluter atrium<br />
Terjadi bila ada titik focus di atrium yang menangkap irama jantung dan membuat impuls antara 250 sampai 400 kali permenit. Karakter penting pada disritmia ini adalah terjadinya penyekat tetapi terhadap nodus AV, yang mencegah penghantaran beberapa impuls. Penghantaran impuls melalui jantung sebenarnya masih normal, sehingga kompleks QRS tak terpengaruh. Inilah tanda penting dari disritmia tipe ini, karena hantaran 1:1 impuls atrium yang dilepaskan 250 – 400 kali permenit akan mengakibatkan fibrilasi ventrikel, suatu disritmia yang mengancam nyawa.<br />
Karakteristik :<br />
• • Frekwensi : frekwensi atrium antara 250 sampai 400 kali denyut per menit.<br />
• • Irama : Reguler atau ireguler, tergantung jenis penyekatnya (misalnya 2:1, 3:1 atua kombinasinya).<br />
• • Gelombang P : Tidak ada, melainkan diganti oleh pola gigi gergaji yang dihasilkan oleh focus di atrium yang melepaskan impuls dengan cepat. Gelombang ini disebut sebagai gelombang F.<br />
• • Kompleks QRS : Konfigurasinya normal dan waktu hantarannya juga normal.<br />
• • Gelombang T : Ada namun bisa tertutup oleh gelombang flutter.<br />
Penanganan yang sesuai sampai saat ini untuk flutter atriuma dalah sediaan digitalis. Obat ini akan menguatkan penyekat nodus AV, sehingga memperlambat frekwensinya. Quinidin juga dapat diberikan untuk menekan tempat atrium ektopik.penggunaan digitalis bersama dengan quinidin biasanya bisa merubah disritmia ini menjadi irama sinus. Terapi medis lain yang berguna adalah penyekat kanal kalsium dan penyekat beta adrenergic.<br />
Bila terapi medis tidak berhasil, fluter atrium sering berespons terhadap kardioversi listrik.<br />
• Fibrilasi atrium<br />
Fibrilasi atrium (kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan tidak terkoordinasi) biasanya berhubungan dengan penyakit jantung aterosklerotik, penyakit katup jantung, gagal jantung kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale, atau penyakit jantung congenital.<br />
Karakteristik :<br />
• • Frekwensi : frekwensi atrium antara 350 sampai 600 denyut permenit; respons ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit.<br />
• • Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak indulasi yang iereguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang F, interval PR tidak dapat diukur.<br />
• • Kompleks QRS : Biasanya normal .<br />
• • Hantaran : Biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respons ventrikuler ireguler, karena nodus AV tidak berespon terhadap frekwensi atrium yang cepat, maka impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel berespon ireguler.<br />
• • Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Ireguleritas irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.<br />
Penanganan diarahkan untuk mengurangi iritabilitas atrium dan mengurangi frekwensi respons ventrikel. Pasien dengan fibrilasi atrium kronik, perlu diberikan terapi antikoagulan untuk mencegah tromboemboli yang dapat terbentuk di atrium.<br />
Obat pilihan untuk menangani fibrilasi atrium sama dengan yang digunakan pada penatalaksanaan PAT, preparat digitalis digunakan untuk memperlambat frekwensi jantung dan antidisritmia seperti quinidin digunakan untuk menekan disritmia tersebut.<br />
<br />
DISRITMIA VENTRIKEL<br />
• Kontraksi Prematur Ventrikel<br />
Kontraksi ventrikel premature (PVC) terjadi akibat peningkatan otomatisasi sel otot ventrikel. PVC bisa disebabkan oleh toksisitas digitalis, hipoksia, hipokalemia, demam, asidosis, latihan, atau peningkatan sirkulasi katekolamin.<br />
PVC jarang terjadi dan tidak serius. Biasanya pasien merasa berdebar-debar teapi tidak ada keluhan lain. Namun, demikian perhatian terletak pada kenyataan bahwa kontraksi premature ini dapat menyebabkan disritmia ventrikel yang lebih serius.<br />
Pada pasien dengan miokard infark akut, PVC bisa menjadi precursor serius terjadinya takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel bila :<br />
• • Jumlahnya meningkat lebih dari 6 per menit<br />
• • Multi focus atau berasal dari berbagai area di jantung.<br />
• • Terjadi berpasangan atau triplet<br />
• • Terjadi pada fase hantaran yang peka.<br />
Gelombang T memeprlihatkan periode di mana jantung lebih berespons terhadap setiap denyut adan tereksitasi secara disritmik. Fase hantaran gelombang T ini dikatakan sebagai fase yang peka.<br />
Karakteristik :<br />
• • Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.<br />
• • Gelombang P : Tidak akan muncul karena impuls berasal dari ventrikel.<br />
• • Kompleks QRS : Biasanya lebar dan aneh, berdurasi lebih dari 0, 10 detik. Mungkin berasal dari satu focus yang sama dalam ventrikel; atau mungkin memiliki berbagai bentuk konfigurasi bila terjadi dari multi focus di ventrikel.<br />
• • Hantaran : Terkadang retrograde melalui jaringan penyambung dan atrium.<br />
• • Irama : Ireguler bila terjadi denyut premature.<br />
Untuk mengurangi iritabilitas ventrikel, harus ditentukan penyebabnya dan bila mungkin, dikoreksi. Obat anti disritmia dapat dipergunakan untuk pengoabtan segera atau jangka panjang. Obat yang biasanya dipakai pada penatalaksanaan akut adalah lidokain, prokainamid, atau quinidin mungkin efektif untuk terapi jangka panjang.<br />
• Bigemini Ventrikel<br />
Bigemini ventrikel biasanya diakibatkan oleh intoksikasi digitalis, penyakit artei koroner, MI akut, dan CHF. Istilah bigemini mengacu pada kondisi dimana setiap denyut adalah prematur.<br />
Karakteristik :<br />
• • Frekwensi : Dapat terjadi pada frekwensi jantung berapapun, tetapi biasanya kurang dari 90 denyut per menit.<br />
• • Gelombang P : Seperti yang diterangkan pada PVC; dapat tersembunyi dalam kompleks QRS.<br />
• • Kompleks QRS : Setiap denyut adalah PVC dengan kompleks QRS yang lebar dan aneh dan terdapat jeda kompensasi lengkap.<br />
• • Hantaran : Denyut sinus dihantarkan dari nodus sinus secara normal, namun PVC yang mulai berselang seling pada ventrikel akan mengakibatkan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.<br />
• • Irama : Ireguler.<br />
Bila terjadi denyut ektopik pada setiap denyut ketiga maka disebut trigemini, tiap denyut keempat, quadrigemini.<br />
Penanganan bigemini ventrikel adalah sama dengan PVC karena penyebab yang sering mendasari adalah intoksikasi digitalis, sehingga penyebab ini harus disingkirkan atau diobati bila ada. Bigemini ventrikel akibat intoksikasi digitalis diobati dengan fenitoin (dilantin).<br />
• Takikardia Ventrikel<br />
Disritmia ini disebabkan oleh peningkatan iritabilitas miokard, seperti PVC. Penyakit ini biasanya berhubungan dengan penyakit arteri koroner dan terjadi sebelum fibrilasi ventrikel. Takikardia ventrikel sangat berbahaya dan harus dianggap sebagai keadaan gawat darurat. Pasien biasanya sadar akan adanya irama cepat ini dan sangat cemas. Irama ventrikuler yang dipercepat dan takikardia ventrikel mempunyai karakteristik sebagai berikut :<br />
• • Frekwensi : 150 sampai 200 denyut per menit.<br />
• • Gelombang P : Biasanya tenggelam dalam kompleks QRS; bila terlihat, tidak slealu mempunyai pola yang sesuai dengan QRS. Kontraksi ventrikel tidak berhubungan dengan kontraksi atrium.<br />
• • Kompleks QRS : Mempunyai konfigurasi yang sama dengan PVC- lebar dan anerh, dengan gelombang T terbalik. Denyut ventrikel dapat bergabung dengan QRS normal, menghasilkan denyut gabungan.<br />
• • Hantaran : Berasal dari ventrikel, dengan kemungkinan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.<br />
• • Irama : Biasanya regular, tetapi dapat juga terjadi takiakrdia ventrikel ireguler.<br />
Terapi yang akan diberikan dtentukan oleh dapat atau tidaknya pasien bertoleransi terhadap irama yang cepat ini. Penyebab iritabilitas miokard harus dicari dan dikoreksi segera. Obat antidisritmia dapat digunakan. Kardioversi perlu dilakukan bila terdapat tanda-tanda penurunan curah jantung.<br />
• Fibrilasi Ventrikel<br />
Fibrilasi ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tak efektif. Pada disritmia ini denyut jatung tidak terdengar dan tidak teraba, dan tidak ada respirasi. Polanya sangat ireguler dan dapat dibedakan dengan disritmia tipe lainnya. Karena tidak ada koordinasi antivitas jantung, maka dapat terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikel tidak segera dikoreksi.<br />
Karateristik :<br />
• • Frekwensi : Cepat, tak terkoordinasi dan tak efektif.<br />
• • Gelombang P : Tidak terlihat.<br />
• • Kompleks QRS : CEpat, undulasi iregulertanpa pola yang khas (multifokal). Ventrikel hanya memiliki gerakan yang bergetar.<br />
• • Hantaran : Banyak focus di ventrikel yang melepaskan impuls pada saat yang sama mengakibatkan hantaran tidak terjadi; tidak terjadi kontraksi ventrikel.<br />
• • Irama : Sangat ireguler dan tidak terkordinasi, tanpa pola yang khusus.<br />
• Penanganan segera adalah melalui defibrilasi.<br />
<br />
ABNORMALITAS HANTARAN<br />
• Penyekat AV Derajat Satu<br />
Penyekat AV derajat satu biasanya berhubungan dengan penyakit jantung organic atau mungkin disebabkan oleh efek digitalis. Hal ini biasanya terlihat pad apasien dengan infark miokard dinding inferior jantung.<br />
Karakteristik :<br />
• • Frekwensi : Bervariasi, biasanya 60 sampai 100 denyut per menit.<br />
• • Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS. Interval PR berdurasi lebih besar dari 0, 20 detik.<br />
• • Kompleks QRS : Mengikuti setiap gelombang P, biasanya normal.<br />
• • Hantaran : Hantaran menjadi lambat, biasanya di setiap tempat antara jaringan penyambung dan jaringan purkinje, menghasilkan interval PR yang panjang. Hantaran ventrikel biasanya normal.<br />
• • Irama : Biasanya regular.<br />
Disritmia ini penting karena dapat mengakibatkan hambatan jantung yang lebih serius. Merupakan tanda bahaya. Maka pasien harus dipantau ketat untuk setiap tahap lanjut penyekat jantung.<br />
• Penyekat AV Derajat Dua<br />
Penyekat AV derajat dua juga disebabkan oleh penyakit jantung organic, infark miokard atau intoksikasi digitalis. Bentuk penyekat ini menghasilkan penurunan frekwensi jantung dan biasanya penurunan curah jantung.<br />
Karakteristik :<br />
• • Frekwensi : 30 sampai 55 denyut per menit. Frekwensi atrium dapat lebih cepat dua , tiga atau empat kali disbanding frekwensi ventrikel.<br />
• • Gelombang P : Terdapat dua, tiga atau empat gelombang untuk setiap kompleks QRS. Interval PR yang dihantarkan biasanya berdurasi normal.<br />
• • Kompleks QRS : Biasanya normal.<br />
• • Hantaran : Satu atau dua impuls tidak dihantarkan ke ventrikel.<br />
• Irama : Biasanya lambat dan regular. Bila terjadi irama ireguler, hal ini dapat diebabkan oleh kenyataan adanya penyekat yang bervariasi antara 2:1 sampai 3:1 atau kombinasi lainnya.<br />
Penanganan diarahkan untuk meningkatkan frekwensi jantung guna mempertahankan curah jantung normal. Intoksikasi digitalis harus ditangani dan seitap pengoabtan dengan fungsi depresi aktivitas miokard harus ditunda.<br />
• Penyekat AV Derajat Tiga<br />
Penyekat AV derajat tiga (penyekat jantung lengkap) juga berhubungan dengan penyakit jantung organic, intoksikasi digitalis dan MI. frekwensi jantung berkurang drastic, mengakibatkan penurunan perfusi ke organ vital, seprti otak, jantung, ginjal, paru dan kulit.<br />
Karakteristik :<br />
• • Asal : Impuls berasal dari nodus SA, tetapi tidak dihantarkan ke serat purkinje. Mereka disekat secara lengkap. Maka setiap irama yang lolos dari daerah penyambung atau ventrikel akan mengambil alih pacemaker.<br />
• • Frekwensi : frekwensi atrium 60 sampai 100 denyut per menit, frekwensi ventrikel 40 sampai 60 denyut per menit bila irama yang lolos berasal dari daerah penyambung, 20 sampai 40 denyut permenit bila irama yang lolos berasal dari ventrikel.<br />
• • Gelombang P : Gelombang P yang berasal dari nodus SA terlihat regular sepanjang irama, namun tidak ada hubungan dengan kompleks QRS.<br />
• • Kompleks QRS : Bila lolosnya irama berasal dari daerah penyambung , maka kompleks QRS mempunyai konfigurasi supraventrikuler yang normal, tetapi tidak berhubungan dengan gelombang P. kompleks QRS terjadi secara regular. Bila irama yang lolos berasal dari ventrikel, kompleks QRS berdurasi 0, 10 detik lebih lama dan baisanya lebar dan landai. Kompleks QRS tersebut mempunyai konfigurasi seperti kompleks QRS pada PVC.<br />
• • Hantaran : Nodus SA melepaskan impuls dan gelombang P dapat dilihat. Namun mereka disekat dan tidak dihantarkan ke ventrikel. Irama yang lolos dari daerah penyambung biasnaya dihantarkan secara normal ke ventrikel. Irama yang lolos dari ventrikel bersifat ektopik dengan konfigurasi yang menyimpang.<br />
• • Irama : Biasanya lambat tetapi regular.<br />
• Penanganan diarahkan untuk meningkatkan perfusi ke organ vital. Penggunaan pace maker temporer sangat dianjurkan. Mungkin perlu dipasang pace maker permanent bila penyekat bersifat menetap.<br />
<br />
• Asistole Ventrikel<br />
Pada asistole ventrikel tidak akan terjadi kompleks QRS. Tidak ada denyut jantung, denyut nadi dan pernapasan. Tanpa penatalaksanaan segera, asistole ventrikel sangat fatal.<br />
Karakteristik :<br />
• • Frekwensi : tidak ada.<br />
• • Gelombang P : Mungkin ada, tetapi tidak dapat dihantarkan ke nodus AV dan ventrikel.<br />
• • Kompleks QRS : Tidak ada.<br />
• • Hantaran : Kemungkinan, hanya melalui atrium.<br />
• • Irama : Tidak ada.<br />
Resusitasi jantung paru (CPR) perlu dilakukan agar pasien tetap hidup. Untuk menurunkan stimulasi vagal, berikan atropine secara intravena. Efinefrin (intrakardiak) harus diberikan secara berulang dengan interval setiap lima menit. Natrium bikarbonat diberikan secara intravena. Diperlukan pemasangan pacemaker secara intratoraks, transvena atau eksternal.<br />
<br />
5. KOMPLIKASI<br />
6. PROSEDUR DIAGNOSTIK<br />
<br />
• EKG : Menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan oabt jantung.<br />
• Monitor Holter : gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.<br />
• Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup.<br />
• Skan pencitraan miokardia : Dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.<br />
• Tes stress latihan : Dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.<br />
• Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat menyebabkan disritmia.<br />
• Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat, contoh digitalis, quinidin dan lain-lain.<br />
• Pemeriksaan Tiroid : Peningkatan atau penurunan kadar tiroid serum dapat menyebabkan /meningkatnya disritmia.<br />
• laju Sedimentasi : Peninggian dapat menunjukkan proses inflamasi akut/aktif, contoh endokarditis sebagai faktor pencetus untuk disritmia.<br />
• GDA/Nadi Oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.<br />
<br />
7. MANAJEMEN MEDIK<br />
<br />
Pada prinsipnya tujuan terapi aritmia adalah (1) mengembalikan irama jantung yang normal (rhythm control), (2) menurunkan frekuensi denyut jantung (rate control), dan (3) mencegah terbentuknya bekuan darah.<br />
Terapi sangat tergantung pada jenis aritmia. Sebagian gangguan ini tidak perlu diterapi. Sebagian lagi dapat diterapi dengan obat-obatan. Jika kausa aritmia berhasil dideteksi, maka tak ada yang lebih baik daripada menyembuhkan atau memperbaiki penyebabnya secara spesifik. Aritmia sendiri, dapat diterapi dengan beberapa hal di bawah ini;<br />
Disritmia umumnya ditangani dengan terapi medis. Pada situasi dimana obat saja tidak memcukupi, disediakan berbagai terapi mekanis tambahan. Terapi yang paling sering adalah kardioversi elektif, defibrilasi dan pacemaker. Penatalaksanaan bedah, meskipun jarang, juga dapat dilakukan.<br />
<br />
OBAT-OBATAN<br />
Obat-obatan. Ada beberapa jenis obat yang tersedia untuk mengendalikan aritmia. Pemilihan obat harus dilakukan dengan hati-hati karena mereka pun memiliki efek samping. Beberapa di antaranya justru menyebabkan aritimia bertambah parah. Evaluasi terhadap efektivitas obat dapat dikerjkan melalui pemeriksaan EKG (pemeriksaan listrik jantung).<br />
<br />
KARDIOVERSI<br />
Kardioversi mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks QRS, biasanya merupakan prosedur elektif. Pasien dalam keadaan sadar dan diminta persetujuannya.<br />
<br />
DEFIBRILASI<br />
Defibrilasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat. Biasanya terbatas penatalaksanaan fibrilasi ventrikel apabila tidak ada irama jantung yang terorganisasi. Defibrilasi akan mendepolarisasi secara lengkap semua sel miokard sekaligus, sehingga memungkinkan nodus sinus memperoleh kembali fungsinya sebagai pacemaker.<br />
<br />
DEFIBRILATOR KARDIOVERTER IMPLANTABEL<br />
Adalah suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takiakrdia ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami fibrilasi ventrikel.<br />
<br />
TERAPI PACEMAKER<br />
Pacemaker adalah alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekwensi jantung. Alat ini memulai dan memeprtahankan frekwensi jantung kerika pacemaker alamiah jantung tak mampu lagi memenuhi fungsinya. Pacemaker biasanya digunakan bila pasien mengalami gangguan hantaran atau loncatan gangguan hantaran yang mengakibatkan kegagalan curah jantung.<br />
<br />
PEMBEDAHAN HANTARAN JANTUNG<br />
Takikardian atrium dan ventrikel yang tidak berespons terhadap pengobatan dan tidak sesuai untuk cetusan anti takikardia dapat ditangani dengan metode selain obat dan pacemaker. Metode tersebut mencakup isolasi endokardial, reseksi endokardial, krioablasi, ablasi listrik dan ablasi frekwensi radio.<br />
Isolasi endokardial dilakukan dengan membuat irisan ke dalam endokardium, memisahkannya dari area endokardium tempat dimana terjadi disritmia. Batas irisan kemudian dijahit kembali. Irisan dan jaringan parut yang ditimbulkan akan mencegah disritmia mempengaruhi seluruh jantung.<br />
Pada reseksi endokardial, sumber disritmia diidentifikasi dan daerah endokardium tersebut dikelupas. Tidak perlu dilakukan rekonstruksi atau perbaikan.<br />
Krioablasi dilakukan dengan meletakkkan alat khusus, yang didinginkan sampai suhu -60ºC (-76ºF), pada endokardium di tempat asal disritmia selama 2 menit. Daerah yang membeku akan menjadi jaringan parut kecil dan sumber disritmia dapat dihilangkan.<br />
Pada ablasi listrik sebuah kateter dimasukkan pada atau dekat sumber disritmia dan satu sampai lima syok sebesar 100 sampai 300 joule diberikan melalui kateter langsung ke endokardium dan jaringan sekitarnya. Jaringan jantung menjadi terbakar dan menjadi parut, sehingga menghilangkan sumber disritmia.<br />
Ablasi frekwensi radio dilakukan dengan memasang kateter khusus pada atau dekat asal disritmia. Gelombang suara frekwensi tinggi kemudian disalurkan melalui kateter tersebut, untuk menghancurkan jaringan disritmik. Kerusakan jaringan yang ditimbulkan lebih spesifik yaitu hanya pada jaringan disritmik saja disertai trauma kecil pada jaringan sekitarnya dan bukan trauma luas seperti pada krioablasi atau ablasi listrik.<br />
<br />
ASUHAN KEPERAWATAN<br />
<br />
1. PENGKAJIAN DATA DASAR<br />
AKTIVITAS /ISTIRAHAT<br />
Gejala :<br />
1) Kelemahan, kelelahan umum dan karena kerja.<br />
Tanda :<br />
2) Perubahan frekwensi jantung/TD dengan aktivitas/olahraga.<br />
<br />
SIRKULASI<br />
Gejala :<br />
3) Riwatar IM sebelumnya/akut 90%-95% mengalami disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi.<br />
Tanda :<br />
4) Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama periode disritmia.<br />
5) Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus altenan (denyut kuat teratur/denyut lemah), nadi bigeminal (denyut kuat tak teratur/denyut lemah).<br />
6) Deficit nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial).<br />
7) Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.<br />
8) Kulit : warna dan kelembaban berubah, contoh pucat, sianosis, berkeringat (gagal jantung, syok).<br />
9) Edema : dependen, umum, DVJ (pada adanya gagal jantung).<br />
10) Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat.<br />
<br />
INTEGRITAS EGO<br />
Gejala :<br />
• Perasaan gugup (disertai takiaritmia), perasaan terancam.<br />
• Stressor sehubungan dengan masalah medik.<br />
Tanda :<br />
• Cemas, takut, menolak, marah, gelisah, menangis.<br />
<br />
MAKANAN/CAIRAN<br />
Gejala :<br />
• Hilang nafsu makan, anoreksia.<br />
• Tidak toleran terhadap makanan (karena adanya obat).<br />
• Mual/muntah.<br />
• Perubahan berat badan.<br />
Tanda :<br />
• Perubahan berat badan.<br />
• Edema<br />
• Perubahan pada kelembaban kulit/turgor.<br />
• Pernapasan krekels.<br />
<br />
NEURO SENSORI<br />
Gejala :<br />
• Pusing, berdenyut, sakit kepala.<br />
Tanda :<br />
• Status mental/sensori berubah, contoh disorientasi, bingung, kehilangan memori, perubahan pola bicara/kesadaran, pingsan, koma.<br />
• Perubahan perilaku, contoh menyerang, letargi, halusinasi.<br />
• Perubahan pupil (kesamaan dan reaksi terhadap sinar).<br />
• Kehilangan refleks tendon dalam dengan disritmia yang mengancam hidup (takikardia ventrikel , bradikardia berat).<br />
<br />
NYERI/KETIDAKNYAMANAN<br />
Gejala :<br />
• Nyeri dada, ringan sampai berat, dimana dapat atau tidak bias hilang oleh obat anti angina.<br />
Tanda :<br />
• Perilaku distraksi, contoh gelisah.<br />
<br />
PERNAPASAN<br />
Gejala :<br />
• Penyakit paru kronis.<br />
• Riwayat atau penggunaan tembakau berulang.<br />
• Napas pendek.<br />
• Batuk (dengan /tanpa produksi sputum).<br />
Tanda :<br />
• Perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan selama episode disritmia.<br />
• Bunyi napas : bunyi tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernapasan, seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal.<br />
<br />
KEAMANAN<br />
Tanda :<br />
• Demam.<br />
• Kemerahan kulit (reaksi obat).<br />
• Inflamasi, eritema, edema (trombosis superficial).<br />
• Kehilangan tonus otot/kekuatan.<br />
<br />
PENYULUHAN<br />
Gejala :<br />
• Faktor risiko keluarga contoh, penyakit jantung, stroke.<br />
• Penggunaan/tak menggunakan obat yang disresepkan, contoh obat jantung (digitalis); anti koagulan (coumadin) atau obat lain yang dijual bebas, contoh sirup batuk dan analgesik berisi ASA.<br />
• Adanya kegagalan untuk memeprbaiki, contoh disritmia berulang/tak dapat sembuh yang mengancam hidup.<br />
Pertimbangan :<br />
• DRG menunjukkan rerata lama di rawat : 3,2 hari.<br />
Rencana pemulangan :<br />
• Perubahan penggunaan obat.<br />
<br />
2. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN<br />
<br />
1) RISIKO TINGGI TERHADAP PENURUNAN CURAH JANTUNG.<br />
Faktor risiko meliputi :<br />
v Gangguan konduksi elektrikal.<br />
v Penurunan kontraktilitas miokardia.<br />
Kemungkinan dibuktikan oleh :<br />
v Tidak dapat diterapkan , adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa actual.<br />
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi :<br />
v Mempertahankan /meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urine adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa.<br />
v Menunjukkan penurunan frekwensi/tak adanya disritmia.<br />
v Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.<br />
INTERVENSI<br />
RASIONAL<br />
• Raba nadi (radial, carotid, femoral, dorsalis pedis) catat frekwensi, keteraturan, amplitude (penuh/kuat) dan simetris. Catat adanya pulsus alternan, nadi bigeminal atau defisit nadi.<br />
• Auskultasi bunyi jantung, catat frekwensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.<br />
• Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan. Laporkan variasi penting pada TD/frekwensi nadi, kesamaan, pernapasan, perubahan pada warna kulit/suhu, tingkat kesadaran/sensori, dan haluaran urine selama episode disritmia.<br />
• Tentukan tipe disritmia dan catat irama (bila pantau jantung /telemetri tersedia).<br />
• Takikardia<br />
• Bradikardia<br />
• Disritmia atrial<br />
• Disritmia ventrikel<br />
• Blok jantung<br />
• Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.<br />
• Demonstrasikan /dorong penggunaan perilaku pengaturan stress, contoh tehnik relaksasi , bimbingan imajinasi, napas lambat/dalam.<br />
• Selidiki laporan nyeri dada, catat lokasi, lamanya, intensitas, dan faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal, contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD/frekwensi jantung.<br />
• Siapkan /lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi.<br />
• Kolaborasi<br />
• Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit.<br />
• Kadar obat.<br />
• Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.<br />
• Berikan obat sesuai indikasi.<br />
• Kalium,<br />
• Antidisritmia :<br />
• Kelompok Ia, contoh disopiramid (norpace), prokainamid (pronestly), quinidin (quinagulate).<br />
• Kelompok Ib contoh lidokain, fenitoin, tokainidin, meksiletine.<br />
• Kelompok Ic, contoh enkainid, flekainid, propafenon.<br />
• Kelompok II, contoh propranolol, nadolol, asebutolol, esmolol.<br />
• Kelompok III, contoh bretilium toslat, aminodaron.<br />
• Kelompok IV, contoh verapamil, nifedipin, diltiazem.<br />
• Lain-lain, contoh atropine sulfat, isoproterenol, glkosid jantung , digitalis.<br />
• Siapkan untuk/Bantu kardioversi elektif.<br />
• Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung.<br />
• Masukan/pertahankan masukan IV<br />
• Siapkan untuk prosedur diagnostic invasive/bedah sesuai indikasi.<br />
• Siapkan untuk/Bantu penanaman otomatik kardioversi atau defibrilator (AICD) bila diindikasikan<br />
2) KURANG PENGETAHUAN TENTANG PENYEBAB/KONDISI PENGOBATAN.<br />
Dapat dihubungkan dengan :<br />
v Kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.<br />
v Tidak mengenal sumber informasi.<br />
v Kurang mengingat.<br />
Kemungkinan dibuktikan oleh :<br />
v Pertanyaan<br />
v Pernyataan salah konsepsi.<br />
v Gagal memperbaiki program sebelumnya.<br />
v Terjadi komplikasi yang dapat dicegah.<br />
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi :<br />
v Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan dan fungsi pacu jantung (bila menggunakan).<br />
v Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping merugikan dari obat.<br />
v Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan.<br />
v Menghubungkan dengan benar prosedur tanda gagal pacu jantung.<br />
<br />
INTERVENSI<br />
RASIONAL<br />
• Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal.<br />
• Jelaskan/tekankan masalah disritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/orang terdekat.<br />
• Identifikasi efek merugikan/komplikasi disritmia khusus, contoh kelemahan, edema dependen, perubahan mental lanjut, vertigo.<br />
• Anjurkan /catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan (tindakan yang dibutuhkan), bagaimana dan kapan minum obat, apa yang dilakukan bila dosis terlupakan (informasi dosis dan penggunaan), efek samping yang diharapkan atau kemungkinan reaksi merugikan, interaksi dengan obat lain/obat yang dijual bebas atau substansi (alcohol, tembakau), sesuai dengan apa dan kapan melaporkan ke dokter.<br />
• Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan. Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan aktivitas cepat, contoh pusing, silau, dispnea, nyeri dada.<br />
• Kaji ulang kebutuhan diet individu/pembatasan, contoh kalium dan kafein.<br />
• Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien/orang terdekat untuk dibawa pulang.<br />
• Anjurkan pasien melakukan pengukuran nadi dengan tepat. Dorong pencatatan nadi harian sebelum minum obat/latihan. Identifikasi situasi yang memerlukan intervensi medis cepat.<br />
• Kaji ulang kewaspadaan keamanan, tehnik untuk mengevaluasi/mempertahankan pacu jantung atau fungsi AICD dan gejala yang memerlukan intervensi medis.<br />
• Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus maneuver. Valsalva bila perlu.<br />
<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
1. Emergency Cardiovascular Care Program, Advanced Cardiac Life Support, 1997-1999, American Heart Association.<br />
2. Noer Sjaifoellah, M.H. Dr. Prof, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Edisi ketiga, 1996, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.<br />
3. http://www.rnceus.com/course_frame.asp?exam_id=16&directory=ekg<br />
4. http://www.ce5.com/ekg101.htm<br />
5. http://www.kompas.com/kesehatan/news/0305/07/112208.htm<br />
6. http://www.rnceus.com/course_frame.asp?exam_id=16&directory=ekg<br />
7. Smeltzer Bare, 2002, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & Studdarth, edisi 8 , EGC, Jakarta.<br />
8. Guyton & Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Cetakan I, EGC, Jakarta.<br />
9. http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2004/3/7/ink1.html<br />
10. Ganong F. William, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC, Jakarta.<br />
11. Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume I, EGC, Jakarta.<br />
Diposkan oleh Ners Semarang di 04:17 0 komentar Link ke posting ini <br />
Label: KARDIOVASKULER <br />
Jumat, 2007 Agustus 03<br />
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ARITMIA <br />
LAPORAN PENDAHULUAN<br />
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ARITMIA<br />
<br />
1. Definisi<br />
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999). Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel (Price, 1994). Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996).<br />
<br />
2. Etiologi<br />
Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :<br />
1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi)<br />
2. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.<br />
3. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat anti aritmia lainnya<br />
4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)<br />
5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung<br />
6. Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.<br />
7. Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)<br />
8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)<br />
9. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung<br />
10. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi jantung)<br />
2. Pathofisiologi<br />
Terlampir<br />
<br />
Manifestasi klinis<br />
1. Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.<br />
2. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.<br />
3. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah<br />
4. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.<br />
5. demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan<br />
<br />
Pemeriksaan Penunjang<br />
2. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.<br />
3. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.<br />
4. Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup<br />
5. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.<br />
6. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.<br />
7. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.<br />
8. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.<br />
9. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.<br />
10. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.<br />
11. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.<br />
<br />
Penatalaksanaan Medis<br />
12. Terapi medis <br />
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :<br />
1. Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker<br />
• Kelas 1 A<br />
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.<br />
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang menyertai anestesi.<br />
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang<br />
• Kelas 1 B<br />
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.<br />
Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT<br />
<br />
• Kelas 1 C<br />
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi<br />
2. Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)<br />
Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi<br />
3. Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)<br />
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang<br />
4. Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)<br />
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia<br />
13. Terapi mekanis<br />
1. Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.<br />
2. Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat. <br />
3. Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.<br />
4. Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.<br />
<br />
Pengkajian<br />
1. Riwayat penyakit<br />
• Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi<br />
• Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi<br />
• Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi <br />
• Kondisi psikososial<br />
15. Pengkajian fisik<br />
1. Aktivitas : kelelahan umum<br />
2. Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun berat.<br />
3. Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,marah, gelisah, menangis.<br />
4. Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit<br />
5. Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.<br />
6. Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah<br />
7. Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.<br />
8. Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan<br />
Diagnosa keperawatan dan Intervensi<br />
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.<br />
Kriteria hasil :<br />
1. Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa<br />
2. Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia<br />
3. Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.<br />
Intervensi :<br />
4. Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan, amplitudo dan simetris.<br />
5. Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.<br />
6. Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan.<br />
7. Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia atrial; disritmia ventrikel; blok jantung<br />
8. Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.<br />
9. Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi<br />
10. Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD<br />
11. Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi<br />
12. Kolaborasi :<br />
13. Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit<br />
14. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi<br />
15. Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmi<br />
16. Siapkan untuk bantu kardioversi elektif<br />
17. Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung<br />
18. Masukkan/pertahankan masukan IV<br />
19. Siapkan untuk prosedur diagnostik invasif<br />
20. Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrilator<br />
<br />
Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.<br />
Kriteria hasil : <br />
1. menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan<br />
2. Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping obat<br />
Intervensi :<br />
3. Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal<br />
4. Jelakan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/keluarga<br />
5. Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh kelemahan, perubahan mental, vertigo.<br />
6. Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan bila dosis terlupakan<br />
7. Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan<br />
8. Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein<br />
9. Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa pulang<br />
10. Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat<br />
11. Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung dan gejala yang memerlukan intervensi medis<br />
12. Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus, manuver Valsava bila perluUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-407805285438694552011-12-15T01:59:00.000-08:002017-10-05T14:46:17.197-07:00ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN INFARK MIOKARDIUM
<h3 class="post-title entry-title">ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN INFARK MIOKARDIUM </h3><div class="post-header"></div>A. PENGERTIAN<br>
<br>
Infrak miokardium adalah penyumbatan sebagian atau total satu atau lebih arteri koroner. Atau disebut juga dengan radang otot jantung atau miokard yang dapat di sebabkan oleh trombus, virus dan bakteri.<br>
<br>
B. ETIOLOGI<br>
<br>
Infrak miokardium dapat disebabkan oleh :<br>
1. Trombus menyumbat arteri.<br>
2. Spasme arteri koroner.<br>
3. Peradangan akibat penyakit.<br>
4. Latihan fisik yang berlebihan.<br>
5. Stress pada penyakit arteri koroner signifikan.<br>
6. infeksi virus, seperti cocksakie virus, polimielitis.<br>
7. Bakteri.<br>
<br>
C. MANIFESTASI KLINIS<br>
<br>
Keluhan khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas – remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan, bahu, leher, rahang, bahkan punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pectoris dan tak responsif terhadap nitrogliserin. Nausea atau muntah, berkeringat, nafas dangkal, pusing, berdebar – debar atau sinkope. Pasien sering tampak ketakutan, kulit pucat dan hipotensi di temukan pada kasus yang relatif berat. <br>
<br>
D. PATOFISIOLOGI<br>
<br>
Penyumbatan arteri koroner menghilangkan O2 dan darah darimiokard ( jaringan otot jantung ). Selanjutnya terjadi kematian jaringan miokard.<br>
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA ( Infark Miokard Akut ) yaitu komplikasi hemodinamik dan aritmia. Setelah terjadiIMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan sistonok ( diskenesia ). Akibat penurunan enjection fraction. Tekanan akhir diastonik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri diatas 25 mmHg yang lama akan mengakibatkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru ( gagal jantung ). Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan konpensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergik untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan mengalami iskemik bahkan fibrotik. Bila infark kecil dan miokard sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekana akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi.<br>
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi pada menit – menit atau jam – jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan – perubahan masa refrakter, daya hantar rngsangan dan kepekaan terhadap rangsangan. Sistem saraf atonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia.<br>
<br>
E. KOMPLIKASI<br>
<br>
1. Aritmia.<br>
2. Brakardia.<br>
3. Gangguan hantaran atrioventrikuler.<br>
4. Gangguan hantaran intraventrikuler.<br>
5. Takikardia.<br>
6. Perikarditis.<br>
7. Ruptur jantung dan septum.<br>
8. Renjatan kardiogenik.<br>
9. Tromboembolisme.<br>
10. Aneurisme ventrikel.<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
PATHWAY<br>
<br>
Spasme arteri koroner<br>
<br>
Tek. Diastol ventrikek kiri Tek. Atrium kiri<br>
<br>
Kompensasi miokard<br>
<br>
P ↑ Kebt. O2<br>
<br>
Iskemik Berkepanjangan Pemburukan Hemodinamik<br>
Nyeri dada<br>
Sesak, pusing, angka pectoris<br>
Dx : Nyeri akut b.d iskemia miokard<br>
Palpitasi, dioperesis ke takutan<br>
<br>
Dx : Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
F. PENATALAKSANAAN<br>
<br>
a) Penatalaksanaan Medis<br>
Tujuan penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga mengurangi keungkinan terjadinya komplikasi.<br>
Ada 3 kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen : Vasidalator, anti koagulan dan trombolix.<br>
Vasadilator :<br>
Vasadilator pilihan untuk mengurangi nyeri jantung adalah nitroglisern ( NTG ) intravena.<br>
Antikoagulan :<br>
Heparin adalah antikoagulan pilihan untuk membantu mempertahankan integritas jantung.<br>
Trombolitix :<br>
Tujuan trombolix adalah untuk melarutkan setiap trobus yang telah berbentuk di arteri koroner, memperkecil penyumbatan dan juga luasnya infark.<br>
Pemberian oksigen terapi oksigen di mulai saat awalan nyeri analgenix. Pemberian analgenix dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif di obati dengan nitrat dan anti koagulan.<br>
b) Penatalaksanaan Keperawatan<br>
Aktivitas / istirahat<br>
Gejala : Lemah, lelah, tidak dapat tidur.<br>
Tanda : Takikardi, dispnea<br>
Sirkulasi :<br>
Gejala : Gejala, masalah TD, DM, Penyakit arteri koroner.<br>
Tanda : TD dapat normal / naik / turun.<br>
Integritas ego<br>
Gejala : Menyangkal gejala penting, takut mati → perasaan ajal sudah dekat.<br>
Tanda : - Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontrak mata.<br>
- Gelisah, marah, perilaku menyerang.<br>
- Fokus pada diri sendiri / nyeri.<br>
Eliminasi<br>
Tanda : Bunyi usus normal.<br>
Makanan / cairan<br>
Gejala : Mual, kehilangan nafsu makan / bersendawa, nyeri ulu hati.<br>
Tanda Penurunan higer kulit, berkeringat, muntah, perubahan BB.<br>
Hygiene<br>
Gejala / Tanda : Kesulitan melakukan perawatan diri.<br>
Neurosensori<br>
Gejala : pusing, kepala berdenyut, selama tidur / saat bangun.<br>
Tanda : perubahan mental, kelemahan. Nyeri / ketidaknyamanan.<br>
Gejala : Nyeri dada yang timbul mendadak.<br>
Tanda : - Wajah meringis, perubahan postur tubuh.<br>
- Menangis, merintih, meregang.<br>
- Menarik diri, kehilangan kontak mata.<br>
<br>
G. TES DIAGNOSTIK<br>
<br>
Jenis pemeriksaan ↔ Interprestasi hasil<br>
EKG Masa setelah serangan<br>
Laboratorium Beberapa jam<br>
Enzim Patologis dan elevasi segmen ST<br>
Radiologi sehari / kurang seminggu<br>
Ekokardiografi seminggu / beberapa bulan<br>
Radiosotop setahun<br>
<br>
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN<br>
<br>
1. Nyeri akut b.d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.<br>
2. Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung, penurunan pneloid / peningkatan tahanan vaskuler sistemik, infarik / diskinetik miokard, kerusakan struktural seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.<br>
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.<br>
4. Kecemasan b.d ancaman atau perubahan kesehatan status ekonomi, ancaman kematian.<br>
5. Kurang pengetahuan b.d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang jantung / implikasi penyakit dan perubahan status kesehatan yang akan datang.<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
I. INTERVENSI KEPERAWATAN<br>
<br>
1. Nyeri akut b.d iskemia miokard akibat sembatan arteri koronen.<br>
Intervensi :<br>
• Pantau nyeri ( karakteristik, lokasi, integritas, durasi ), catat setiap respon verbal atau non verbal, perubahan hemo dinamik.<br>
• Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.<br>
• Bantu melakukan teknik relaksasi ( nafas dalam / perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi ).<br>
• Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi :<br>
Antiangina seperti nitogliserin ( nitro-bid, Hitrostat, Hitro-Dur ).<br>
Beta-Bloker seperti atenolol ( tenormin ), (vieken ), propanolol ( inderal ).<br>
Analgetik seperti morfin, meperidin ( demerol ).<br>
Penyekat saluran kalsium seperti verapamil ( calan ), diltiazem ( prokardia ).<br>
Rasional :<br>
• Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil dalam respon verbal non verbal yang juga bersifat individual sehingga perlu digambarkan secara rinci untuk menentukan intervensi yang tepat.<br>
• Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.<br>
• Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.<br>
• Hitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard.<br>
• Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatik ( kontra – indikasi : Kontraksi miokard yang buruk )<br>
• Morfin atau narkotika lain dapat dipakai untuk menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.<br>
2. Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung, penurunan preloid / peningkatan tahanan vaskuler sistemik, infark / diskinetik miokard, kerusakan struktural seperti aneurisma vertikel dan kerusakan septum.<br>
Intervensi :<br>
• Pantau TD, HR, dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk, berdiri ( bila memungkinkan ).<br>
• Auskultasi adanya G3, G4 dan adanya murmur.<br>
• Auskultasi bunyi nafas.<br>
• Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah kunyah.<br>
• Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien.<br>
• Pertahankan potensi IV – lines atau hiparin-lok sesuai indikasi.<br>
• Bantu pemasangan atau pertahankan potensi pacu jantung bila digunakan.<br>
Rasional :<br>
• Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokord dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga banyak terjadi yang mungkin berhubungan dengan nyeri, cemas, peningkatan katekolamin dan atau masalah vaskuler sebelumnya.<br>
• G3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri yang disertai infark yang berat. G4 mungkin berhubungan dengan iskemia mio kard, kekakuan ventrikel dan hipertensi. Mumur menunjukkan gangguan aliran darah normal dalam jantung seperti pada kelainan katub, kerusakan septum atau vibrasi otot papilar.<br>
• Krekels menunjukkan kongesti paru yang memungkinkan terjadi karena penurunan fungsi miokard.<br>
• Makan dalam volume yang besar dapat meningkatkan kerja miokard.<br>
• Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan menurunkan iskemia.<br>
• Jalur IV yang paten penting untuk pemberian obat darurat bila terjadi distrimia atau nyeri dada berulang.<br>
• Pacu jantung merupakan tindakan dukungan sementara selama fase akut atau mungkin diperlukan secara permanen pada infark luas atau kerusakan sistem konduksi. <br>
3. Intoleransi aktifitas berdasarkan dengan ketidak seimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.<br>
Intervensi :<br>
• Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama, dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.<br>
• Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas.<br>
• Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.<br>
• Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan aktifitas bertahap.<br>
• Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.<br>
Rasional :<br>
• Menentukan respon klien terhadap aktifitas.<br>
• Menurunkan kerja miokard atau konsumsi oksigen, menurunkan resiko komplikasi.<br>
• Manuver valsava seperti menahan, penurunan curah jantung yang kemudian disusul dengan takikardi dan peningkatan tekanan darah.<br>
• Ketirlibatan dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi kunjungan orang penting dalam suasana tenang bersifat terauputik.<br>
• Mencegah aktifitas berlebihan, sesuai dengan kemampuan kerja jantung.<br>
• Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan klien. <br>
4. Kecemasan berdasarkan dengan ancaman atau perubahan kesehatan, status social, ekonomi, ancaman kematian.<br>
Intervensi :<br>
• Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan klien.<br>
• Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas atau takut terhadap situasi krisis yang dialaminya.<br>
• Orentasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktifitas yang diharaphan.<br>
• Kolaborasi pemberian agen terapeutik anti cemas atay sedativa sesuai indikasi.<br>
Rasional :<br>
• Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan secara langsung tetapi kecemasan dapat dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang dapat menunjukkan adanya kegelisahan, kemarahan, penilakan, dsb.<br>
• Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi.<br>
• Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien.<br>
• Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.<br>
5. Kurang pengetahuan b.d kurang terpejan atau salah interprotasa terhadap informasi tentang fungsi jantung atau inplikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.<br>
Intervensi :<br>
• Kaji tingkat pengetahuan klien atau orang terdekat dan kemampuan atau kesepian belajar klien.<br>
• Berikan informasi dalam berbagai variasi proses pembelajaran.<br>
• Berikan penekanan penjelasan tentang faktor resiko, pembatasan diet atau aktifitas, obat dan gejala yang memerlukan perhatian cepat atau darurat.<br>
• Peningkatan untuk menghindari aktifitas isometrik, manuver valsava dan aktifitas yang memerlukan tangan diposisikan diatas kepala.<br>
• Jelaskan program peningkatan aktifitas bertahap.<br>
Rasional :<br>
• Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien.<br>
• Meningkatkan penyerapan materi pembelajaran.<br>
• Memberikan informasi terlalu luas tidak lebih bermanfaat.<br>
• Aktifitas ini sangat meningkatkan beban kerja miokard dan meningkatkan kebutuhan oksigen serta daoat merugikan kontraktivitas yang dapat memicu serangan ulang.<br>
• Meningkatkan aktivitas secara bertahap meningkatkan kekuatan dan mencegah aktifitas yang berlebih.<br>
<br>
DAFTAR PUSTAKA<br>
<br>
Earpenito ( 2000 ), Diagnosa keperawatan aplikasi pada praktik klinis, Ed.6.EGC, Jakarta.<br>
Doenges at al ( 2000 ), Rencana asuhan keperawatan, Ed.4.EGC, Jakarta.<br>
Soeparman dan Waspadji ( 1990 ), Ilmu penyakit dalam, BP.PKUI, Jakarta.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-55593794401439776752011-12-14T01:57:00.000-08:002017-10-05T14:47:45.647-07:00ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CORPULMONAL
<h3 class="post-title entry-title">ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CORPULMONAL </h3><div class="post-header"></div>A. DEFINSI <br>
<br>
Cor pulmonal adalah kondisi terjadinya pembesaran jantung kanan ( dengan atau tanpa gagal jantung kiri) sebagai akibat dari penyakit yang memangaruhi struktur, fungsi, atau vaskularisasi paru – paru.<br>
<br>
B. ETIOLOGI <br>
<br>
Banyak penyaklit yang berhubungan dengan hipoksemia dan mempengaruhi paru-paru dapat menyebabkan cor pulmonal. Secara umum, penyakit cor pul monal disebabkan oleh :<br>
1. Penyakit paru yang merata<br>
Terutama emfisema, brnkhitis kronik (salah satu deretan penyakit cronic obstructive pulmonary disease- COPD). Dan fribosis akibat tuberculosis.<br>
2. Penyakit pembuluh darah paru-paru<br>
Terutama trombosis dan embolus paru-paru, fibrosis akibat penyinaran menyebabkan penurunan elastisitas pembuluh darah paru- paru <br>
3. Hipoventilasi alveolar menahun<br>
Adalah semua penyakit yang menghalangi pergerakan dada normal, misalnya :<br>
a) Penebalan pleura bilateral<br>
b) Kelainan neomuskuler, seperti polimielitis dan distrofi otot<br>
c) Kiposkoliosis yang mengakibatkan penurunan kapasita rongga trorak sehingga pergerakan thorak berkurang. <br>
<br>
C. MANIFISTASI KLINIS <br>
<br>
Gejala yang muncul dari pasien dengan penyakit cor pulmonal adalah :<br>
1. sesuai dengan penyakit yang melatar belakangi, contohnya COPD akan menimbulkan gejala nafas pendek dan batuk.<br>
2. gagal ventrikel kanan : endema, distensi vena leher, organ hati teraba efusi pleura, ascites, dan mumur jantung.<br>
3. sakit kepla, bingung, dan somnolen terjadi akibat dari peningkatan PCO2<br>
<br>
D. PATOFISIOLOGI <br>
<br>
Pembesaran ventrikel kanan pada cor pulmonal merupakan fungsi pembesaran atau kopensasi dari peningkatan dari afterload. Jika resistensi vaskuler paru-paru meningkat dan tetap meningkat, seperti pada penyakit vaskuler atau paremkim paru-paru, peningkatan curah jantung dan pengerahan tenaga fisis dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis secara bermagna. Afterload ventrikel kanan secara kronis meningkat jika volume paru-paru membesar seperti pada penyakit COPD yang dikarenakan danya pemanjangan pembuluh paru-paru dan kompresi kapiler alveolar.<br>
<br>
E. PATHWAY<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
<br>
Penyakit paru dapat menyebabakan perubahan fisiologi yang pada suatu waktu akanmempengaruhi jantung, menyebabkan pembesaran ventrikel kanan, dan sering kali berakhir dengan gagal jantung. Beberapa kondisi yang menyebabkan penurunan oksigenasi paru-paru, dapat mengakibatkan hipoksemia (penurunan PaO2), Hiperkapnia (peningkatan PaCO2), insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnia akan menyebabkanvasokonstriksi arteri pulmonary dan memungkinkan penurunan vaskularisasi paru-paru seperti pada empisema danemboli paru-paru. Akibatnya, akan terjadi peningkatan tahanan pada system sirkulasi polmonal, sehingga menyebabkan hipertensi pulmonal. Arterial mean pressure pada paru-paru sebesar 45 mmHg atau lebih dan dapat menimbulkan cor pulmonal. Ventrikel kanan akan hipertropi dan mungkin diikuti oleh gagal jantung kanan.<br>
<br>
F. PATOGENESIS <br>
<br>
Secara umum cor pulmonal dibagi menjadi dua bentuk :<br>
<br>
1. Cor pulmonal akut<br>
Merupkan dilatasi mendadak dari ventrikel kanan dan dekompensasi. <br>
Etiologi :<br>
Terjadinya embolus multipel pada paru-paru secara mendadak akan menyumbat aliran darah dan ventrikel kanan. <br>
Gejala : <br>
a. Biasanya segera disususl dengan kematian<br>
b. Terjadinya dilatasi dari jantung kanan.<br>
<br>
2. Cor pulmonal kronis<br>
Merupakan bentuk cor pulmonal yang sering terjadi. Dinyatakan sebagai hipertropi ventrikel kanan akibat penyakit paru-paru atau adanya kelainan pada thorak, sehingga akan menyebabkan hipertensi dan hipoksia sehingga terjadi hipertropi ventrikel kanan. <br>
<br>
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG <br>
<br>
1. Pemeriksaan radiologi<br>
Batang pulmonal dan hilus membesar.perluasan hilus dapat di hitung dari perbandingan jarak antara permulaan percabangan pertama arteri pulmonalis utama kanan dan kiri di bagi dengan diameter transversal toraks.perbandingan > 0,36 menunjukkan hipertensi pulmonal.<br>
2. Ekokardiografi <br>
Ekokardiografi memungkinkan pengukuran ketebalan dinding ventrike kanan.meskipun perubahan volume tidak dapat diukur,teknik ini dapat memperlihatkan pembesaran kavitas vertrikel kanan dalam hubungannya dengan memperbesar ventrikel kiri.septum interventrikel dapat tergeser ke kiri. <br>
3. Magnetic resonance imaging (mri)<br>
Berguna untuk mengukur massa ventrikel kanan,ketebalan dinding,volume kavitas,dan jumlah darah yang dipompa.<br>
4. Biopsy paru-paru<br>
Dapat berguna untuk menunjukkan vaskulitis pada beberapa tipe penyakit vaskuler paru-paru seperti penyakit vaskuler kolagen,artritis rheumatoid,dan granulomatosis wagener.<br>
<br>
<br>
H. PENATALAKSAAN MEDIS <br>
<br>
Tujuan dari penatalaksanaan medis adalah untuk meningkatkan ventilasi pasien dan mengobati penyakit yang melatar belakangi beserta manisfestasi dari gagal jantungnya.<br>
Penatalaksanaan medis secara umum :<br>
1. Pada pasien dengan penyakit asal COPD : pemberian O2 sangat dianjurkan untuk memperbaiki pertukaran gas dan menurunkan tekanan arteri pulmonal serts tahanan vaskuler pulmonal.<br>
2. Higienis bronchial: diberikan obat golongan bronkodilator.<br>
3. Jika terdapat gejala gagal jantung : perbaiki kondisi hipoksemia dan hiperkapnia.<br>
4. Bedrest,diet rendah sodium,pemberian diuretik.<br>
5. Digitalis: bertujuan untuk meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan denyut jantung,selain itu juga mempunyai efek digitalis ringan.<br>
Selain hal tersebut di atas, dianjurkan pula perawatan yang dilakukan di rumah (home care) karena penatalaksanaan dari penyakit ini berhubungan dengan pengobatan terhadap penyakit yang menyebabkan, dan biasanya dalam jangan waktu yang lama. Pasien dengan COPD dianjurkan untuk menghindari allergen yang dapat mengiritasi jalan napas.<br>
<br>
I. GAMBARAN KLINIS <br>
<br>
a. Penampilan Umum :<br>
• Kurus, warna kulit pucat, flattened hemidiafragma<br>
• Tidak ada tanda CHF kanan dengan edema dependen pada stadium akhir. <br>
b. Usia 65 – 75 tahun.<br>
c. Pengkajian fisik<br>
• Nafas pendek persisten dengan peningkatan dyspnea<br>
• Infeksi sistem respirasi<br>
• Pada auskultasi terdapat penurunan suara nafas meskipun dengan nafas dalam<br>
• Wheezing ekspirasi tidak ditemukan dengan jelas.<br>
• Produksi sputum dan batuk jarang.<br>
d. Pemeriksaan jantung<br>
• Tidak terjadi pembesaran jantung. Cor Pulmonal timbul pada stadium akhir.<br>
• Hematokrit < 60%<br>
e. Riwayat merokok<br>
• Biasanya didapatkan, tapi tidak selalu ada riwayat merokok<br>
<br>
J. KOMPLIKASI <br>
<br>
1. Hipoxemia<br>
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.<br>
<br>
2. Asidosis Respiratory<br>
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.<br>
3. Infeksi Respiratory<br>
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.<br>
4. Gagal jantung<br>
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini<br>
5. Cardiac Disritmia<br>
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.<br>
6. Status Asmatikus<br>
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.<br>
<br>
K. DIAGNOSA <br>
<br>
1) Bersihan jalan nafas tak efektif yang berhubungan dengan : Bronchospasme, Peningkatan produksi sekret (sekret yang tertahan, kental), Menurunnya energi/fatique. <br>
2) Kerusakan Pertukaran gas berhubungan dengan :<br>
Kurangnya suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekret, bronchospasme, air trapping, Destruksi alveoli).<br>
3) Ketidak seimbangan nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan Status Nutrisi (Intake cairan dan makanan)<br>
<br>
L. INTERVENSI <br>
<br>
1. Bersihan jalan nafas tak efektif yang berhubungan dengan : Bronchospasme, Peningkatan produksi sekret (sekret yang tertahan, kental), Menurunnya energi/fatique<br>
Data-data :<br>
Klien mengeluh sulit untuk bernafas <br>
Perubahan kedalaman/jumlah nafas, penggunaan otot bantu pernafasan<br>
Suara nafas abnormal seperti : wheezing, ronchi, crackles <br>
Batuk(persisten) dengan/tanpa produksi sputum.<br>
Status<br>
Kriteria Hasil :<br>
• Tidak ada demam<br>
• Tidak ada cemas<br>
• RR dalam batas normal<br>
• Irama nafas dalam batas normal<br>
• Pergerakan sputum keluar dari jalan nafas<br>
• Bebas dari suara nafas tambahan<br>
<br>
Intervensi :<br>
a. Manajemen jalan nafas<br>
b. Penurunan kecemasan<br>
c. Aspiration precautions<br>
d. Fisioterapi dada<br>
e. Latih batuk efektif<br>
f. Terapi oksigen<br>
g. Pemberian posisi<br>
h. Monitoring respirasi<br>
i. Surveillance<br>
j. Monitoring tanda vital<br>
2. Kerusakan Pertukaran gas berhubungan dengan :<br>
Kurangnya suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekret, bronchospasme, air trapping, Destruksi alveoli). <br>
<br>
Data-data :<br>
Dyspnea<br>
Confusion, lemah.<br>
Tidak mampu mengeluarkan sekret<br>
Nilai ABC abnormal (hypoxia dan hiperkapnia)<br>
Perubahan tanda vital.<br>
Menurunnya toleransi terhadap aktifitas.<br>
Kriteria Hasil :<br>
• Status mental dalam batas normal<br>
• Bernafas dengan mudah<br>
• Tidak ada cyanosis<br>
• PaO2 dan PaCO2 dalam batas normal<br>
• Saturasi O2 dalam rentang normal<br>
Intervensi :<br>
a. Manajemen asam dan basa tubuh<br>
b. Manajemen jalan nafas<br>
c. Latih batuk<br>
d. Tingkatkan keiatan<br>
e. Terapi oksigen<br>
f. Monitoring respirasi<br>
g. Monitoring tanda vital<br>
3. Ketidak seimbangan nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan Status Nutrisi (Intake cairan dan makanan)<br>
Nutrisi (Intake cairan dan makanan)<br>
Data-data :<br>
Dyspnea, fatique<br>
Anorexia, nausea/vomiting.<br>
Penurunan berat badan<br>
Kehilangan masa otot,<br>
tonus otot jelek<br>
Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa<br>
Tidak bernafsu untuk makan, tidak tertarik makan<br>
Kriteria Hasil :<br>
• Asupan makanan adekuat<br>
• Intake cairan peroral adekuat<br>
• Intake cairan adekuat<br>
• Intake kalori adekuat<br>
• Intake protein, karbohidrat dan lemak adekuat<br>
• Mampu memeliharan intake kalori secara optimal<br>
• Mampu memelihara keseimbangan cairan <br>
• Mampu mengontrol asupan makanan secara adekuat<br>
Intervensi :<br>
a. Manajemen cairan<br>
b. Monitoring cairan<br>
c. Status dietPage 16<br>
d. Manajemen gangguan makan<br>
e. Manajemen nutrisi<br>
f. Terapi nutrisi<br>
g. Konseling nutrisi<br>
h. Kontroling nutrisi<br>
i. Terapi menelan<br>
j. Monitoring tanda vital<br>
k. Bantuan untuk peningkatan BB<br>
l. Manajemen berat badan<br>
<br>
M. IMPLEMENTASI <br>
<br>
Pelaksanaan adalah tahap keempat dari proses keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Kozier, 1991).<br>
1) Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan dari tiap-tiap masalah atau diagnosa keperawatan yang ada dalam teori disesuaikan dengan prioritas keadaan klien.<br>
2) Tahap pelaksanaan terdiri dari :<br>
a. Keterampilan yang diperlukan pada penatalaksanaan adalah :<br>
• Kognitif adalah suatu keterampilan yang termasuk dalam kemampuan memecahkan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan penilaian yang kreatif.<br>
• Interpersonal adalah suatu yang diperlukan dalam setiap aktivitas perawat yang meliputi keperawatan, konseling, pemberi support yang termasuk dalam kemampuan interpersonal diantaranya adalah perilaku, penguasaan ilmu pengetahuan, ketertarikan oleh penghargaan terhadap budaya klien, serta gaya hidup. Perawat akan mempunyai skill yang tinggi dalam hubungan interpersonal jika mereka mempunyai kesadaran akan sensitivitas terhadap yang lain.<br>
• Tekhnikal adalah suatu kemampuan yang tidak bisa dipisahkan dengan interpersonal skill seperti memanipulasi alat, memberikan suntikan, pembiayaan, evaluasi dan reposisi.<br>
b. Tindakan Keperawatan<br>
• Mandiri atau independen adalah suatu tindakan perawat yang berorientasi pada tim kerja perawat dalam melakukan, menentukan, merencanakan dan mengevaluasi tindakannya :<br>
• Interdependen atau kolaborasi adalah suatu tindakan bersifat kolaboratif tim kesehatan lainnya dalam menentukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap klien yang dirawat, contoh : pemberian obat analgetik untuk mengatasi nyeri pada klien diperlukan kolaborasi dengan dokter.<br>
c. Pendokumentasian Implementasi<br>
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawat mencatat tindakan tersebut <br>
dan respon dari pasien dengan menggunakan format khusus pendokumentasian pada pelaksanaan.<br>
<br>
N. EVALUASI <br>
<br>
Setelah dilakukan implementasi keperawatan, maka hal yang perlu di evaluasi dari tindakan yang telah kita lakukan yaitu : <br>
<br>
1. Bersihan jalan nafas efektif .<br>
2. Pertukaran gas yang Adekuat.<br>
3. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan dapat terpenuhi.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7202611027764471221.post-49916752961683109902011-12-13T01:56:00.000-08:002018-12-14T09:08:13.888-08:00LABIRINITIS<h3 class="post-title entry-title">
LABIRINTIS </h3>
<div class="post-header">
</div>
A. DEFINISI<br />
Labirinitis adalah inflamasi telinga dalam dan dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Labirinitis bacterial, meskipun cukup jarang sejak dikenalnya antibiotika, paling sering terjadi sebagai komplikasi meningitis bakterial. Infeksi berkembang ke telinga dalam melalui kanalis auditorius internus atau aquaduc koklear. <br />
<br />
B. ETIOLOGI<br />
Infeksi bakteri yang disebabkan otitis media, atau kolesteatoma, dapat memasuki telinga tengah dengan menembus membrane jendela bulat atau oval. Labirintitis viral merupakan diagnosis medis yang sering, namun hanya sedikit yang diketahui mengenai kelainan ini, yang mempengaruhi baik keseimbangan maupun pendengaran. Virus penyebab yang paling sering teridentifikasi adalah gondongan, rubella, rubeola, dan influenza.<br />
Secara etiologi labirintis terjadi karena penyebaran infeksi ke ruang perlimfa. Terdapat 2 bentuk labirinitis. Yaitu labiribnitis serosa dean labirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis supuratif kronik difus. Pada labirinitis serosa taksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel radang, sedangkan pada labirin supuratif dengan invasi sel radang ke labirin. Sehingga terjadi kerusakan yang lereversibel. Seperti fibrosa dan osifikasi. Pada kedua jenis labirinitis tersebut operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dari telinga tengah. Kadang – kadang diperlukan juga draifase nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotika yang adekuat terutama ditujukan pada pengobatan otitis media kronik. Labirinitis serosa difus sering kali terjadi sekunder dari labirinitis sirkumskrifta oleh pada terjadi primer pada otitis media akut. Masuknya toksin oleh bakteri melalui tingkap bulat, tingkap lontong untuk melalui erosi tulang labirin. Infeksi tersebut mencapai endosteum melalui seluruh darah.<br />
Diperkirakan penyebab labirinitis yang paling sering absorbsi produk bakteri di telinga dan mastoid ke dalam labirin, dibentuk ringan labirinitis serosa selalu terjadi pada operasi telinga dalam misalnya pada operasi fenestrasi, terjadi singkat dan biasanya tidak menyebabkan gangguan pendengaran, kelainan patologiknya seperti inflamasi non purulen labirin.<br />
<br />
C. KLASIFIKASI <br />
1. Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin, disebut labirinitis umum ( general ), dengan gejala fertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis yang terbatas ( labirinitis sirkumskripta ) menyebabkan terjadinya vertigo saja / tuli saraf saja.<br />
2. Labirinitis terjadinya oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perlimfa. Terdapat dua bentuk labirinitis yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif kronik difus.<br />
3. Labirinitis serosa toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel radang, sedangkan pada labirinitis supuratif, sel radang menginvasi labirin, sehingga terjadi kerusakan yang ireversibel, seperti fibrosis dan osifikasi.<br />
<br />
Pada kedua bentuk labirinitis itu operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dari telinga tengah. Kadang – kadang diperlukan juga drenase nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotika yang adekuat terutama ditujukan kepada pengobatan otitis media kronik dengan atau tanpa kolesteatoma.<br />
Gejala dan tanda :<br />
Terjadi tuli total disisi yang sakit, vertigo ringan nistagmus spontan biasanya kea rah telinga yang sehat dapat menetap sampai beberapa bulan atau sampai sisa labirin yang berfungsi dapat menkompensasinya. Tes kalori tidak menimbulkan respons disisi yang sakit dan tes fistulapur negatif walaupun dapat fistula.<br />
<br />
D. MANIFESTASI KLINIS<br />
Labirintitis ditandai oleh awitan mendadak vertigo yang melumpuhkan, bisanya disertai mual dan muntah, kehilangan pendengaran derajat tertentu, dan mungkin tinnitus. Episode pertama biasanya serangan mendadak paling berat, yang biasanya terjadi selama periode beberapa minggu sampai bulan, yang lebih ringan. Pengobatan untuk labirintitis balterial meliputi terapi antibiotika intravena, penggantian cairan, dan pemberian supresan vestibuler maupun obat anti muntah. Pengobatan labirintitis viral adalah sintomatik dengan menggunakan obatantimuntah dan antivertigo.<br />
<br />
E. PATOFISIOLOGI<br />
Kira – kira akhir minggu setelah serangan akut telinga dalam hampir seluruhnya terisi untuk jaringan gramulasi, beberapa area infeksi tetap ada. Jaringan gramulasi secara bertahap berubah menjadi jaringan ikat dengan permulaan. Pembentukan tulang baru dapat mengisi penuh ruangan labirin dalam 6 bulan sampai beberapa tahun pada 50 % kasus.<br />
<br />
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG<br />
1. Fistula dilabirin dapat diketahui dengan testula, yaitu dengan memberikan tekanan udara positif ataupun nrgatif ke liang telinga melalui otoskop siesel dengan corong telinga yang kedap atau balon karet dengan bentuk elips pada ujungnya yang di masukan ke dalam liang telinga. Balon karet di pencet dan udara di dalamnya akana menyebabkan perubahan tekanan udara di liang telinga. Bila fistula yang terjadi masih paten maka akan terjadi kompresi dan ekspansi labirin membrane. Tes fistula positif akan menimbulkan ristamus atau vertigo. Tes fistula bisa negatif, bila fistulanya bisa tertutup oleh jaringan granulasi atau bila labirin sudah mati atau paresis kanal. <br />
Pemeriksaan radiologik tomografi atau CT Scan yang baik kadang – kadang dapat memperlihatkan fistula labirin, yang biasanya ditemukan dikanalis semisirkularis horizontal.<br />
Pada fistula labirin / labirintis, operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dan menutup fistula, sehingga fungsi telinga dalam dapat pulih kembali. Tindakan bedah harus adekuat untuk mengontrol penyakit primer. Matriks kolesteatom dan jaringan granulasi harus diangkat dari fistula sampai bersih dan didaerah tersebut harus segera ditutup dengan jaringan ikat / sekeping tulang / tulang rawan. <br />
<br />
G. PENATALAKSANAAN<br />
Terapi local harus ditujukan kesetiap infeksi yang mungkin ada, diagnosa bedah untuk eksenterasi labirin tidak diindikasikan, kecuali suatu focus dilabirin untuk daerah perilabirin telah menjalar untuk dicurigai menyebar ke struktur intrakronial dan tidak memberi respons terhadap terapi antibiotika bila dicurigai ada focus infeksi di labirin atau di ospretosus dapat dilakukan drerase labirin dengan salah satu operasi labirin setiap skuestrum yang lepas harus dibuang, harus dihindari terjadinya trauma NUA. Bila saraf fosial lumpuh, maka harus dilakukan dengan kompresi saraf tersebut. Bila dilakukan operasi tulang temporal maka harus diberikan antibiotika sebelum dan sesudah operasi.<br />
<br />
H. KOMPLIKASI<br />
Tuli total atau meningitis.<br />
<br />
I. FOKUS PENGKAJIAN<br />
Yang harus dikaji pada pasien menierre adalah :<br />
1. Aktifitas.<br />
2. Riwayat kesehatan dahulu.<br />
3. Pendengaran.<br />
4. Hubungan social.<br />
5. Asupan nutrisi.<br />
<br />
J. FOKUS INTERVENSI<br />
1. Ketidak berdayaan yang berbeda persoalan penyakit dan menjadi tidak berdaya dalam situasi tertentu akibat gangguan keseimbangan.<br />
a. Tujuan mengalami peningkatan perasaan control terhadap kehidupan dan aktivitas meskipun tertentu akibat gangguan keseimbangan.<br />
b. Intervensi :<br />
1) Kaji kebutuhan, nilai, perilaku dan kesiapan pasien untuk memulai aktivitas.<br />
2) Beri kesempatan bagi pasien mengidentifikasi perilaku koping yang berhasil sebelumnya.<br />
3) Bantu pasien mengindentifikasi perilaku koping yang berhasil sebelumnya.<br />
c. Kriteria Hasil<br />
1) Tidak membatasi aktivitas secara membabi buta.<br />
2) Mengucapkan perasaan positif mengenai kemampuan mencapai perasaan mampu dan kotrol.<br />
3) Perilaku koping sebelumnya yang berhasil telah teridentifikasi.<br />
2. Resiko terhadap trauma yang kesulitan keseimbangan<br />
a. Tujuan : mengurangi resiko trauma dengan mengadaptasi lingkungan rumah dan menggunakan alat rehabilitasi bila perlu.<br />
b. Intervensi :<br />
1) Lakukan pengkajian untuk gangguan keseimbangan dengan menarik riwayat dan pemeriksaan adanya nistagmus Romberg positif dan ketidakmampuan melakukan Romberg tandem.<br />
2) Bantu ambulasi bila ada indikasi.<br />
3) Dorong peningkatan tingkat aktifitas dengan atau tanpa menggunakan alat Bantu. <br />
c. Kriteria Hasil :<br />
1) Mengadaptasi lingkungan rumah atau menggunakan alat rehabilitasi untuk jatuh.<br />
2) Mampu menggunakan ambulasi dengan bantuan seperlunya.<br />
3) Tingkat aktifitas telah meningkat.<br />
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berbeda dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi dan kurang mendengar ketidak ada ikutannya mengikuti instruksi.<br />
a. Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi efek procedur dan pengobatan.<br />
b. Intervensi : <br />
1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.<br />
2) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.<br />
3) Diskusikan penyebab individual.<br />
c. Kriteria Hasil :<br />
1) Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alas an dari suatu tindakan.<br />
2) Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.Unknownnoreply@blogger.com0