Tuesday, May 28, 2013

Diagnosis Kekurangan Pendengaran

PENDAHULUAN
Kekurangan pendengaran (K.P) bukanlah suatu penyakit
melainkan suatu gejala dari berbagai penyakit/gangguan
telinga 1 - 3 .
<iframe frameborder="0" src="http://kumpulblogger.com/machor.php?b=145772" width="100%" height="200px" marginwidth=0 marginheight=0 ></iframe> 
Penderita dengan keluhan K.P. tidak jarang ditemukan dalam
praktek umum di Indonesia, di mana insidensi KP. bilateral
saat ini sudah mencapai + 1,9% dari penduduk di Indonesia 4 .
Diagosis sering tidak mudah, oleh karena : (1) Penderita
kurang kooperatif (terutama anak-anak, penderita gangguan
mental, pendidikan yang kurang, dan usia lanjut), (2) Penyebab
kekurangan pendengaran itu sendiri sukar diketahui 1.3.5.6
Berdasarkan hal tersebut di atas, timbul masalah, bagaimana
cara membuat diagnosis K.P. yang sederhana sehingga dapat
dipakai oleh dokter-dokter umum di daerah-daerah namun
hasilnya cukup dapat dipercaya.
BATASAN DAN RUANG LINGKUP
Yang dimaksud dengan kekurangan pendengaran adalah
keadaan di mana seseorang kurang dapat mendengar dan
mengerti suara/percakapan yang didengarnya1,3
Untuk mendiagnosis KP., sebagai dokter umum cukuplah
memperhatikan keempat aspek penting berikut ini :
1. Penentuan pada penderita apakah ada KP. atau tidak
2. Jenis KP.
3. Derajat K.P.
4. Menentukan penyebab KP.
Penentuan pada penderitaan apakah ada K.P. atau tidak
Dalam penentuan apakah ada KP. atau tidak pada penderita,
hal penting yang harus diperhatikan adalah umur penderita.
Respon manusia terhadap suara/percakapan yang didengarnya
tergantung pada umur pertumbuhannya. Usia 6
tahun diambil sebagai batas. Kurang dari 6 tahun respons
anak terhadap suara/percakapan berbeda-beda tergantung
umurnya, sedangkan umur lebih dari 6 tahun, respons anak
terhadap suara/percakapan yang didengar sama dengan orang
dewasa2, 5 , 7
Karena luasnya aspek diagnostik KP. pada kedua golongan
umur tersebut, maka dalam makalah ini yang diuraikan hanya
diagnosis KP. pada anak-anak umur 6 tahun ke atas dan
dewasa.
Jenis K.P.
Jenis KP. berdasarkan lokalisasi lesi :
a). KP. jenis hantaran
Lokalisasi gangguan/lesi terletak pada telinga luar dan atau
telinga tengah.
b).KP. Jenis sensorineural
Lokalisasi gangguan/lesi terletak pada telinga dalam (pada
koklea dan N. VIII).
c). K.P. Jenis campuran
Lokalisasi lesi/gangguan pada telinga tengah dan telinga
dalam.
d).KP. Jenis sentral
Lokalisasi gangguan/lesi pada nukleus auditorius di batang
otak sampai dengan koteks otak. 3 . 8
e). KP. Jenis fungsional
Pada K.P. Jenis ini tidak dijumpai adanya gangguan/lesi
organik pada sistem pendengaran baik perifer maupun
sentral, melainkan berdasarkan adanya problem psikologis
atau emosional. 2,3
Untuk K. P. jenis sentral dan fungsional, mengingat masih
terbatasnya pengetahuan proses pendengaran di wilayah
tersebut, di samping masih belum banyak dikenal teknik uji
pendengaran yang dapat dimanfaatkan untuk bahan diagnostik,
maka pada makalah ini akan dibatasi pada diagnosis KP.
jenis hantaran, sensorineural dan campuran saja.
Derajat K.P.
Klasifikasi derajat KP. menurut ISO 1964 dan ASA 1951
(dikutip oleh Mangape D) adalah sebagai berikut :
1 6 Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985
Derajat KP. "dB loss" ISO 1964 ASA 1951
- pendengaran normal - 10 - 26 dB - 10 - 15 dB
- ringan 27 - 40 dB 16 - 29 dB
- sedang 41 - 55 dB 30 - 44 dB
- sedang - berat 56 - 70 dB 45 - 59 dB
- berat 71 - 90 dB 60 - 79 dB
- sangat berat lebih 90 dB lebih 80 dB
Keterangan: "dB loss" di sini diambil rata-rata kekurangan
pendengaran hantaran udara pada frekuensi 500, 1000 dan
2000 Hz.
Menentukan Penyebab K.P.
Menentukan penyebab K. P. merupakan hal yang paling sukar
di antara ke 4 batasan/aspek tersebut di atas.
Untuk itu diperlukan :
- Anamnesis yang luas dan cermat tentang riwayat terjadinya
K.P. tersebut.
- Pemeriksaan umum dan khusus (telinga, hidung dan tenggorokan)
yang teliti.
- Pemeriksaan penunjang (bila diperlukan seperti foto Ro,
laboratorium), dan sebagainya.3 11
GEJALA DAN TANDA-TANDA
K.P. Jenis hantaran
Pada K.P. jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat
mencapai telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena
beberapa gangguan/lesi pada kanal telinga Iuar, rantai tulang
pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra
rotunda dan tuba auditiva. Pada bentuk yang murni (tanpa
komplikasi) biasanya tidak ada kerusakan pada telinga dalam
maupun jalur persyaratan pendengaran (N.VIII). Ini merupakan
perbedaan yang prinsipiil dengan K.P. jenis lainnya.
Gejala
a) ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi
telinga sebelumnya.
b) Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah
bergerak dengan perubahan posisi kepala.
c) K.P. yang terjadi dapat timbul secara mendadak setelah
mandi, bangun tidur atau setelah membersihkan kotoran telinga
luar dengan ujung jarinya.
d) Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau
mendengung)
e) Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara
dengan suara lembut (soft voice) khususnya pada penderita
otosklerosis.
f) Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana
ramai (parakusis Wilisiana).
Kadang-kadang mengeluh tidak dapat mendengar dengan
haik waktu makan, bahkan seperti mendengar suara gaduh
waktu mengujah.
Tanda-tanda
a) Pemeriksaan fisik/otoskopi
1. Ada sekret dalam kanal telinga luar, perforasi kendang
telinga ataupun keluarnya cairan dari telinga tengah.
2. Dapat juga kanal telinga luar/selaput kendang telinga tampak
normal, misalnya : pada otosklerosis, di mana yang terkena
rantai tulang pendengarannya.
b) Tes fungsi pendengaran
1. Tes bisik :
- Tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak 5 meter.
- Sukar mendengar kata-kata yang mengandung nada
rendah.
2. Tes garputala :
- Rinne (-), dengan memakai garputala 250 Hz (hantaran
tulang lebih baik dari hantaran udara).
- Weber lateralisasi kearah yang sakit (memakai garputala
250 Hz).
- Schwabach memanjang (memakai garputala 512 Hz).
3. Tes Audiometri
* Audiometri nada murni :
- Hantaran tulang lebih baik dari hantaran udara.
- Hantaran tulang dalam batas normal.
- Ada kesenjangan antara hantaran udara dan hantaran
tulang lebih dari 15 dB (disebut gap).
- Nilai ambang hantaran udara tidak akan melebihi 60 dB.
* Audiometri nada tutur :
- Nilai ambang persepsi tutur bergeser ke kanan pada
gambaran audiogramnya.
- Nilai diskriminasi tutur dapat mencapai 100% bila
intensitas suara diperkeras.
K.P. Jenis Sensorineural
K.P. jenis ini merupakan problem yang menjadi tantangan
bagi para dokter. Masalahnya adalah : (1) Dari semua jenis
K.P. maka K.P. jenis sensorineural inilah yang terbanyak4,9 .
terutama pada pekerja industri, dan usia lanjut. (2) K.P. jenis
ini umumnya irrebersibel dan jelas mempengaruhi kepribadian
penderita yang dapat berkembang kearah yang kurang baik.
Adanya efek psikologis pada kepribadian penderita inilah
menurut pandangan Sataloff J. (1966), maka K.P. jenis sensorineural
mempunyai latar belakang medis penting.3
Gejala
a) Bila K.P.bilateraldan sudah diderita lama, suara percakapan
penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti
suasana yang tegang dibanding orang normal. Perbedaan ini
lebih jelas bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari
penderita K.P. jenis hantaran, khususnya otosklerosis.
b) Bila ada tinitus biasanya nada tinggi sebagai suara yang
mendering atau menyiut -nyiut.
c) Penderita lebih sukar mengartikan/mendengar suara/
percakapan dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi.
d) Dapat pula ada riwayat trauma kepala, trauma akustik,
riwayat pemakaian obat-obat ototoksik ataupun penyakit sistemik
sebelumnya.
Tanda-tanda
a) Pemeriksaan fisik/otoskopi :
Kanal telinga luar maupun selaput kendang telinga normal.
b) Tes fungsi pendengaran :
1. Tes bisik :
- Tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak 5
meter.
- Sukar mendengar kata-kata yang mengundang nada tinggi
(huruf konsonan).
Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985 17
2. Tes garputala :
- Rinne (+), hantaran udara lebih balk dari pada hantaran
tulang.
- Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga sehat.
- Tes Schwabach ada pemendekan hantaran tulang.
3. Tes audiometri nada murni :
- Ada penurunan nilai ambang hantaran udara dan hantaran
tulang, biasanya akan lebih berat mengenai frekuensi
tinggi.
- Hantaran udara berimpit dengan hantaran tulang.
- Kadang-kadang disertai adanya suatu dip pada frekuensi
tinggi (4000 Hz untuk trauma akustik, obat ototoksik
dsb.).
4. Tes audiometri nada tutur :
- Nilai diskriminasi tutur (NDT) tidak dapat mencapai 100%
meskipun intensitas suara diperkeras.
- Dapat terjadi fenomena recruitment.
K.P. Jenis Campuran
Merupakan kombinasi dari KP. jenis hantaran dan K.P. jenis
sensorineural. Mula-mula K.P. jenis ini adalah jenis hantaran
(misalnya : otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut
menjadi gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya mulamula
K.P. jenis sensorineural lalu kemudian disertai dengan
gangguan hantaran, seperti misalnya : presbiakusis kemudian
terkena infeksi otitis media. Peristiwa yang lain yang juga
dapat terjadi kedua gangguan tersebut terjadi bersama-sama.
Misalnya : trauma kepala yang berat sekaligus mengenai
telinga tengah dan telinga dalam.
Gejala -gejala
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua
komponen gejala K. P. jenis hantaran dan sensorineural, tergantung
mana yang lebih dulu terjadi, dapat pula terjadi
bersamaan seperti yang terjadi pada trauma kepala tesebut
di atas.
Tanda-tanda
a) Pemeriksaan fisik/otoskopi :
- Sperti pada K.P. jenis sensorineural.
b) Tes fungsi pendengaran :
1. Tes bisik :
- Tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak 5 meter.
- Sukar mendengar kata-kata baik yang mengandung nada
rendah maupun nada tinggi.
2. Tes garputala :
- Rinne (-).
- Weber lateralisasi ke arah yang sehat .
Schwabach memendek.
3. Tes audiometri :
* Audiometri nada murni
- Audiogram menunjukkan adanya penurunan nilai ambang
hantaran tulang dan hantaran udara, tetapi ada kesejangan
antara keduanya lebih dari 15 dB pada setiap frekuensi.
* Audiometri nada tutur : Audiometri nada murni :
- Audiogram menunjukkan pengurangan nilai diskriminasi
tutur (NDT), tidak dapat mencapai 100%. Bila intensitas
suara dinaikkan memang ada perbaikan sedikit tetapi tidak
sampai mencapai 100% 3,10
DIAGNOSIS KEKURANGAN PENDENGARAN
Setelah memahami gejala dan tanda-tanda berbagai jenis
kekurangan pendengaran tersebut di atas, akan diuraikan
lebih lanjut bagaimana penerapannya dalam membuat diagnosis
KP. sepraktis mungkin, tetapi cukup bagi dokter-dokter umum.
Pada prinsipnya meliputi :
A. Anamnesis (lihat gejala dan lampiran).
B. Pemeriksaan, yang meliputi
a. Fisik/otoskopik telinga, hidung dan tenggorok (lihat tandatanda).
b. Tes fungsi pendengaran : Tes bisik, Tes garputala, Tes
audiometri.
c. Pemeriksaan penunjang (bila diperlukan).
Tes fungsi pendengaran
TES BISIK
Suatu tes pendengaran dengan memberikan suara bisik berupa
kata-kata kepada telinga penderita dengan jarak tertentu. Hasil
tes berupa jarak pendengaran yaitu jarak antara pemeriksa
dan penderita di mana suara bisik masih dapat didengar 6 .
Cara pemeriksaan : lihat lampiran.
Hasil : Normal : 6/6 (17,5 dB) atau
5/6 (23,6 dB)
K.P. derajat ringan : 4/6 (39,8 dB)
K.P. derajat sedang : 3/6 (44 dB)
K.P. derajat sedang berat : 2/6 (51,5 dB)
K.P. derajat berat : 1/6 (85. dB)
TES GARPUTALA
Tes ini dapat menentukan jenis-jenis K.P. Dikenal ada 3
macam tes garputala yang lazim dipakai :
a. Tes Rinne.
b. Tes Weber.
c. Tes Schwabach.
Semua tes garputala ini menggunakan garputala 256 Hz dan
512 Hz.
Tes Rinne
Prinsip: membandingkan kemampuan pendengaran hantaran
tulang dan hantaran udara penderita.
Cara : lihat lampiran.
Hasil : - Tes Rinne (+) bila hantaran udara >> hantaran tulang
- Tes Rinne (-) bila hantaran udara << hantaran tulang.
- Tes Rinne (+): pada pendengaran normal dan K.P.
jenis sensorineural
- Tes Rinne (-): pada K.P. jenis hantaran
Tes Weber
Prinsip: membandingkan kemampuan hantaran tulang pada
telinga kiri dan kanan penderita.
Cara : lihat lampiran.
Hasil : * Lateralisasi ke arah telinga sakit:
- Telinga tersebut K.P. jenis hantaran, telinga lain
normal
- Kedua telinga KP. jenis hantaran, tetapi telinga
tersebut lebih berat dari yang lain
1 8 Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985
- Telinga tersebut normal/KP. jenis hantaran, sedang
telinga lain KP. jenis sensorineural.
* Tidak ada lateralisasi : - Kedua telinga normal
- Kedua telinga KPJH sama
berat
- Kedua telinga KPJSN sama
berat
Tes Schwabach
Prinsip: membandingkan kemampuan pendengaran hantaran
tulang penderita dengan hantaran tulang pemeriksa.
Pemeriksa harus normal.
Cara : lihat lampiran
Hasil : - Normal bila kemampuan pendengaran hantaran
tulang penderita dan pemeriksa sama.
- Diperpanjang bila kemampuan pendengaran hantaran
tulang penderita lebih lama dibanding pemeriksa.
Ini pada KP. jenis hantaran.
- Diperpendek bila kemampuan pendengaran hantaran
tulang pendengaran lebih pendek dibanding
pemeriksa. Ini pada KP. jenis sensorineural 7 , 8
Tes audiometri
Ini merupakan tes pendengaran dengan alat elektroakustik.
Tes ini meliputi : - Audiometri nada murni.
- Audometri nada tutur.
* Audiometri nada murni
Prinsip: Mengukur nilai ambang hantaran udara dan hantaran
tulang penderita dengan alat elektroakustik.
Mat tersebut dapat menghasilkan nada-nada tunggal
dengan frekuensi dan intensitasnya dapat diukur.
Untuk mengukur nilai ambang hantaran udara penderita
menerima suara dari sumber suara lewat heaphone,
sedangkan untuk mengukur hantaran tulangnya
penderita menerima suara dari sumber suara lewat
vibrator.
Hasil : lihat pada uraian gejala dan tanda-tanda.
Manfaat: - Dapat mengetahui keadaan fungsi pendengaran
masing - masing telinga secara kualitatif (pendengaran
normal, KP. jenis hantaran, KP. jenis sensorineural,
dan KP. jenis campuran).
- Dapat mengetahui derajat kekurangan pendengaran
secara kuantitatif (normal, ringan sedang dan berat).
Derajat KP. disini ditentukan dengan mengambil
nilai rata-rata dari ambang pendengaran hantaran
udara pada frekuensi 500; 1000 dan 2000 Hz 5
* Audiometri nada tutur :
Prinsip: Mengukur kemampuan pendengaran penderita yang
dinyatakan dengan dua titik penting :
1) Nilai ambang persepsi tutur (NPT) yaitu ambang
penerimaan percakapan penderita di mana penderita
dapat menirukan 50% dari kata-kata yang disajikan
dengan benar pada intensitas minimal. Dari NPT ini
dapat memperoleh gambaran KP. secara kuantitatif.
2) Nilai diskriminasi tutur (NDT) : yaitu suatu nilai
prosentase tertinggi dari kata-kata yang disajikan dapat
ditiru oleh penderita dengan benar pada suatu intensitas
suara tertentu. NDT ini dapat menunjukkan
gambaran KP. secara kuantitatif.
Dari kedua nilai ini, yang paling banyak dipakai
dalam klinik adalah NDT. Hal ini karena di samping
secara kuantitatif dapat menunjukkan jenis KP. juga
dapat menunjukkan lokasi/kerusakan/lesi pada sistem
pendengaran yang tidak dapat diketahui dengan
tes audiometri nada murni. Lokasi lesi tersebut dapat
pada : telinga luar dan tengah, telinga dalam (koklear)
dan retrokoklear.
Hasil : Hopkinson dan Thompson (1967) membagi NDT
sebagai berikut (dikutip oleh Manukbua A) 6 :
a) 90 - 100% dalam batas normal atau ada ketulian
hantaran.
b) 50 - 80% KP. jenis campuran, KP. jenis sensorineural
tanpa kelainan koklear.
c) 22 - 48% kelainan koklear.
d) kurang dari 22% kelainan retrokoklear6 .
Manfaat:- Dapat mengetahui KP. secara kualitatif dan kuantitatif.
- Dapat mengetahui lokalisasi kerusakan telinga dan
jalur persyarafan pendengaran.
- Dapat mengetahui perbaikan pendengaran sesudah
tim panoplastik.
- Untuk pemilihan alat bantu dengar yang cocok.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan ini diperlukan bila ada indikasi, khususnya
KP. yang erat hubungannya dengan penyakit sistemik, penyakit
intrakranial, dan untuk mengenyampingkan penyakit organik
pada K.P. jenis fungsional. 3,7
RINGKASAN
Kekurangan pendengaran adalah merupakan gejala dari
suatu penyakit/gangguan telinga yang tidak dapat dipisahkan
dari penyebabnya.
Kekurangan pendengaran tersebut terdiri dari berbagai jenis
yang berbeda-beda lokalisasi patologinya sehingga diagnosisnya
juga berbeda-beda. Disamping itu derajat KP. yang terjadi
juga berbeda-beda mulai dari yang ringan sampai berat.
Protokol diagnostik KP. terdiri dari : anamnesis riwayat
penyakit telinga, pemeriksaan khusus telinga, hidung dan
tenggorok, tes fungsi pendengaran dan pemeriksaan penunjang.
Diagnostik KP. jenis hantaran lebih mudah bila dibandingkan
dengan KP. jenis lain. Hal ini karena kelainan patologinya
dapat diketahui dengan jelas dan tes fungsi pendengaran
dengan alat sederhana sudah cukup memadai. Sedangkan KP.
jenis lain diagnostik lebih sukar oleh karena kelainan patologinya
lebih sulit diketahui dan tes fungsi pendengarannya lebih
rumit dan memerlukan alat yang lebih kompleks.
SARAN
Dianjurkan kepada dokter umum, khususnya yang bekerja
di daerah untuk lebih memperhatikan masalah kekurangan
pendengaran pada penderita. Tes pendengaran dapat dilakukan
tanpa alat (tes bisik) maupun dengan alat sederhana (tes
garputala), meskipun tidak ada alat elektroakustik (audiometri).
Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985 1 9
KEPUSTAKAAN
1. Dullah A. "Masalah Cacat Tuli", Cermin Dunia Kedokteran, No. 9 th :
1977, hal : 11 - 13.
2. Goodhill V. "Ear diseases, Deafness and dizziness, Harper & Row
Publ. Virginia Avenue Maryland, 1979, p : 88 - 103, p : 130 - 141.
3. Sataloff J. "Hearingloss" Philadelphia - London - Toronto : JB Lipincott
Co, 1966 : A) p : 5-9, b). p : 10-16, c) p : 17-31, d) p : 107-121,
e) p : 200-215.
4. Zaman M : "Penyebab tuli di Indonesia" Simposium Tanarungu, Tunawicara
di Semarang, Oktober 1977, p : 1-8.
5. Mengape D. "Audiometri nada mumi". Himpunan naskah lokakarya
audiologi. BGn. THT FIIK Unhas Ujungpandang, 1978.
6. Manukbua A : "Audiometri nada tutur". Himpunan naskah lokakarya
Audiologi, Bgn. THT FIIK Unhas Ujungpandang 1978.
7. Goodman Allan C. Paediatric audiology in Paediatric Otolaryngology
Vol : II Philadelphia - London - Toronto : WB Saunders Co, 1972,
p : 901-918.
8. Speaks C :" Evaluation of disorders of the central auditory pathway
in Otolaryngology Ed. by Paparella MM & * Shumrick, Ilnd Ed, Vol:
II, Philadelphia - London - Toronto : WB Saunders Co, 1980, p :
1846-1858.
9. Karie MD. "fnsldens berbagai hearingloss nada murni" Penelitian selama
periode 1977-1978, untuk mendapatkan keahljan THT, 1980.
10. Adams GL, Spies LR Jr. Paparella MM. Audiology in Fundamental's
of Otolaryngology 5th Ed, Philadelphia - London - Toronto : WB Saunders
Co 1978, p : 67-82.
11. Heffersen HP, Simons MR, Goodhill V. A" udiologic assessment,
functional hearing less and obyective audiometry in Ear diseases, deafness
and dizzines, Ed, by Goodhill V, Maryland : Harper and Rew Publ,
1979, p : 142-183.
12. Sedjawidada R : "Tes bisik". Kumpulan naskah Konas VPerhati, Semarang
27-29 Oktober 1977, hal : 189-197.
Telah dibacakan

No comments:

Post a Comment