Wednesday, May 29, 2013

askep ca serviks


I. PENGERTIAN
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997).

<iframe frameborder="0" src="http://kumpulblogger.com/machor.php?b=145772" width="100%" height="200px" marginwidth=0 marginheight=0 ></iframe>

II. ETIOLOGI
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain :

1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual semakin besar mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20 tahun dianggap masih terlalu muda

2. Jumlah kehamilan dan partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.

3. Jumlah perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.

4. Infeksi virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker serviks

5. Sosial Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.

6. Hygiene dan sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada wanita yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.

7. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.

III. KLASIFIKASI PERTUMBUHAN SEL AKAN KANKERS SERVIKS

Mikroskopis
1. Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagaian basal epidermis. Displasia berat terjadi pada dua pertiga epidermihampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma insitu.

2. Stadium karsinoma insitu
Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang tumbuh didaerah ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar dan sel cadangan endoserviks.

3. Stadium karsionoma mikroinvasif.
Pada karksinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel meningkat juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi pada stoma sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana basalis, biasanya tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan pada skrining kanker.

4. Stadium karsinoma invasif
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan bentuk sel bervariasi. Petumbuhan invasif muncul diarea bibir posterior atau anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu jurusan forniks posterior atau anterior, jurusan parametrium dan korpus uteri.

5. Bentuk kelainan dalam pertumbuhan karsinoma serviks
Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tumbuh kearah vagina dan dapat mengisi setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk pertumbuhan ini mudah nekrosis dan perdarahan.
Pertumbuhan endofilik, biasanya lesi berbentuk ulkus dan tumbuh progesif meluas ke forniks, posterior dan anterior ke korpus uteri dan parametrium.

Pertumbuhan nodul, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambatlaun lesi berubah bentuk menjadi ulkus.

Markroskopis
1. Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronik biasa
2. Stadium permulaan
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum
3. Stadium setengah lanjut
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir porsio
4. Stadium lanjut
Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah.

IV. GEJALA KLINIS
1. Perdarahan
Sifatnya bisa intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang perdarahan baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis intraservikal perdarahan terjadi lambat.
2. Biasanya menyerupai air, kadang-kadang timbulnya sebeluma ada perdarahan. Pada stadium lebih lanjut perdarahan dan keputihan lebih banyak disertai infeksi sehingga cairan yang keluar berbau.

V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Sitologi/Pap Smear
Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat.
Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi.
2. Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.
3. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu dan dibesarkan 10-40 kali.
Keuntungan ; dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk melakukan biopsy.
Kelemahan ; hanya dapat memeiksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang kelianan pada skuamosa columnar junction dan intra servikal tidak terlihat.

4. Kolpomikroskopi
Melihat hapusan vagina (Pap Smear) dengan pembesaran sampai 200 kali

5. Biopsi
Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.

6. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir serviks dan epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas.

VI. KLASIFIKASI KLINIS
• Stage 0: Ca.Pre invasif
• Stage I: Ca. Terbatas pada serviks
• Stage Ia ; Disertai inbasi dari stroma yang hanya diketahui secara histopatologis
• Stage Ib : Semua kasus lainnya dari stage I
• Stage II : Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai kepanggul telah mengenai dinding vagina. Tapi tidak melebihi dua pertiga bagian proksimal
• Stage III : Sudah sampai dinding panggula dan sepertiga bagian bawah vagina
• Stage IIIB : Sudah mengenai organ-organ lain.

VII. TERAPI
1. Irradiasi
• Dapat dipakai untuk semua stadium
• Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
• Tidak menyebabkan kematian seperti operasi.
2. Dosis
Penyinaran ditujukan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks
3. Komplikasi irradiasi
• Kerentanan kandungan kencing
• Diarrhea
• Perdarahan rectal
• Fistula vesico atau rectovaginalis
4. Operasi
• Operasi Wentheim dan limfatektomi untuk stadium I dan II
• Operasi Schauta, histerektomi vagina yang radikal
5. Kombinasi
• Irradiasi dan pembedahan
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan bertambahnya vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi berikutnya dapat mengalami kesukaran dan sering menyebabkan fistula, disamping itu juga menambah penyebaran kesistem limfe dan peredaran darah.
6. Cytostatika : Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten. 5 % dari karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi, diangap resisten bila 8-10 minggu post terapi keadaan masih tetap sama.


VIII. HUBUNGAN KANKER SERVIKS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN

Jika diperhatikan secara keseluruhan maka proses terjadinya Ca. Serviks dan masalah keperawatan yang muncul dapat diperhatikan pada bagan berikut :

Faktor :

Prilaku Lingkungan
( Sex aktif, paritas, personal higiene) ( Polusi, onkonenik agent, virus,
radiasi)


Kanker Serviks



Pelayanan Kesehatan Genetika
( Deteksi dini penyakit, laboraorium, (Keluarga yang menderita Ca,
Penanganan kasus P. Kelamin keluarga dengan ambang stress rendah)
penyuluhan pencegahan Ca. Serviks)


- Kelemahan jaringan/ dinding menjadi rapuh  perdarahan masif  anemia
- Peningkatan kadar leukosit / kerusakan nosiseptor / penekanan pada dinding serviks  Nyeri
- Gangguan peran sebagai istri dan gangguan gambaran diri  Ggn konsep diri.
- Gejala tidak nyata  adanya berbagai macam tindakan untuk menegakkan diagnose terdiagnose Ca  kecemasan

I. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Data dasar
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang

Data pasien :
Identitas pasien, usia, status perkawinan, pekerjaan jumlah anak, agama, alamat jenis kelamin dan pendidikan terakhir.

Keluhan utama : pasien biasanya datang dengan keluhan intra servikal dan disertai keputihan menyerupai air.

Riwayat penyakit sekarang :
Biasanya klien pada stsdium awal tidak merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti : perdarahan, keputihan dan rasa nyeri intra servikal.

Riwayat penyakit sebelumnya :
Data yang perlu dikaji adalah :
Riwayat abortus, infeksi pasca abortus, infeksi masa nifas, riwayat ooperasi kandungan, serta adanya tumor. Riwayat keluarga yang menderita kanker.
Keadaan Psiko-sosial-ekonomi dan budaya:
Ca. Serviks sering dijumpai pada kelompok sosial ekonomi yang rendah, berkaitan erat dengan kualitas dan kuantitas makanan atau gizi yang dapat mempengaruhi imunitas tubuh, serta tingkat personal hygiene terutama kebersihan dari saluran urogenital.

Data khusus:
1. Riwayat kebidanan ; paritas, kelainan menstruasi, lama,jumlah dan warna darah, adakah hubungan perdarahan dengan aktifitas, apakah darah keluar setelah koitus, pekerjaan yang dilakukan sekarang
2. Pemeriksaan penunjang
Sitologi dengan cara pemeriksaan Pap Smear, kolposkopi, servikografi, pemeriksaan visual langsung, gineskopi.


2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahn intraservikal
b. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan nafsu makan
c. Gangguan rasa nyama (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra servikal
d. Cemas b.d terdiagnose c.a serviks sekunder akibat kurangnya pengetahuan tentang Ca. Serviks dan pengobatannya.
e. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam penampilan terhadap pemberian sitostatika.

3. Perencanaan
Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahan masif intra cervikal
Tujuan :
Setelah diberikan perawatan selama 1 X 24 jam diharapkan perfusi jaringan membaik :

Kriteria hasil :
a. Perdarahan intra servikal sudah berkurang
b. Konjunctiva tidak pucat
c. Mukosa bibir basah dan kemerahan
d. Ektremitas hangat
e. Hb 11-15 gr %
d. Tanda vital 120-140 / 70 - 80 mm Hg, Nadi : 70 - 80 X/mnt, S : 36-37 Derajat C, RR : 18 - 24 X/mnt.

Intervensi :
- Observasi tanda-tanda vital
- Observasi perdarahan ( jumlah, warna, lama )
- Cek Hb
- Cek golongan darah
- Beri O2 jika diperlukan
- Pemasangan vaginal tampon.
- Therapi IV

Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan.
Tujuan :
- Setelah dilakukan perawatan kebutuhan nutrisi klien akan terpenuhi
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi penurunan berat badan
- Porsi makan yang disediakan habis.
- Keluhan mual dan muntah kurang

Intervensi :
- Jelaskan tentang pentingnya nutrisi untuk penyembuhan
- Berika makan TKTP
- Anjurkan makan sedikit tapi sering
- Jaga lingkungan pada saat makan
- Pasang NGT jika perlu
- Beri Nutrisi parenteral jika perlu.

Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra servikal

Tujuan
- Setelah dilakukan tindakan 1 X 24 jam diharapka klien tahu cara-cara mengatasi nyeri yang timbul akibat kanker yang dialami

Kriteria hasil :
- Klien dapat menyebutkan cara-cara menguangi nyeri yang dirasakan
- Intensitas nyeri berkurangnya
- Ekpresi muka dan tubuh rileks

Intervensi :
- Tanyakan lokasi nyeri yang dirasakan klien
- Tanyakan derajat nyeri yang dirasakan klien dan nilai dengan skala nyeri.
- Ajarkan teknik relasasi dan distraksi
- Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
- Kolaborasi dengan tim paliatif nyeri

Cemas yang b.d terdiagnose kanker serviks sekunder kurangnya pengetahuan tentang kanker serviks, penanganan dan prognosenya.

Tujuan :
Setelah diberikan tindakan selama 1 X 30 menit klien mendapat informasi tentang penyakit kanker yang diderita, penanganan dan prognosenya.
Kriteria hasil :
- Klien mengetahui diagnose kanker yang diderita
- Klien mengetahui tindakan - tindakan yang harus dilalui klien.
- Klien tahu tindakan yang harus dilakukan di rumah untuk mencegah komplikasi.
- Sumber-sumber koping teridentifikasi
- Ansietas berkurang
- Klien mengutarakan cara mengantisipasi ansietas.

Tindakan :
- Berikan kesempatan pada klien dan klien mengungkapkan persaannya.
- Dorong diskusi terbuka tentang kanker, pengalaman orang lain, serta tata cara mengentrol dirinya.
- Identifikasi mereka yang beresiko terhadap ketidak berhasilan penyesuaian. ( Ego yang buruk, kemampuan pemecahan masalah tidak efektif, kurang motivasi, kurangnya sistem pendukung yang positif).
- Tunjukkan adanya harapan
- Tingkatkan aktivitas dan latihan fisik

Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam penampilan sekunder terhadap pemberian sitostatika.

Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan, konsep diri dan persepsi klien menjadi stabil


Kriteria hasil :
- Klien mampu untuk mengeskpresikan perasaan tentang kondisinya
- Klien mampu membagi perasaan dengan perawat, keluarga dan orang dekat.
- Klien mengkomunikasikan perasaan tentang perubahan dirinya secara konstruktif.
- Klien mampu berpartisipasi dalam perawatan diri.

Intervensi :
- Kontak dengan klien sering dan perlakukan klien dengan hangat dan sikap positif.
- Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikanbperasaan dan pikian tentang kondisi, kemajuan, prognose, sisem pendukung dan pengobatan.
- Berikan informasi yang dapat dipercaya dan klarifikasi setiap mispersepsi tentang penyakitnya.
- Bantu klien mengidentifikasi potensial kesempatan untuk hidup mandiri melewati hidup dengan kanker, meliputi hubungan interpersonal, peningkatan pengetahuan, kekuatan pribadi dan pengertian serta perkembangan spiritual dan moral.
- Kaji respon negatif terhadap perubahan penampilan (menyangkal perubahan, penurunan kemampuan merawat diri, isolasi sosial, penolakan untuk mendiskusikan masa depan.
- Bantu dalam penatalaksanaan alopesia sesuai dengan kebutuhan.
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain yang terkait untuk tindakan konseling secara profesional.

LAPORAN KASUS

Pengkajian dilakukan hari senin, 17 September 2001
A. Pengkajian
1. Identitas
Klien Suami
Nama : - Ny. N.H - Alm.Tn. T
Umur : - 45 tahun - (Kx. Lupa)
Suku/bangsa : - Jawa - Jawa
Agama : - Islam - Islam
Pendidikan : - SD - SLTA
Pekerjaan : - Swasta - Swasta
Alamat :
Nomor Rekam medik : 100
Status perkawinan : Suami pertama (Janda sudah 7 tahun sampai se- karang)

2. Riwayat Keperawatan
Keluhan utama : Ibu mengeluh keluar darah beku,banyak,warna kehitam an dan berbau setelah nyeri pinggang,bawah pusat dan kemaluan sejak 10 hari yang lalu (10/8/ 2001),saat pengkajian menurut ibu darah keluar encer,banyak, warna merah biasa dan bau.
3. Riwayat Obstetri
Klien mengatakan menarche umur 12 tahun, klien sudah tidak haid lagi/meno-pouse sejak umur 40 tahun (5 tahun yang lalu) tapi 10 hari yang lalu klien me-ngeluarkan darah seperti haid. Sebelum menopouse siklus haid 28 hari,lama haid 3 hari,sedikit,encer warna merah,tidak berbau, nyeri tidak ada. Keputih an 1 bulan yang lalu warna kuning, sedikit, bau. Anak 7 orang,hidup 6 orang,ma ti 1 0rang,anak terkecil berumur 15 tahun. Abortus tidak pernah.
4. Riwayat Perkawinan
Klien menikah pada umur 12 tahun,perkawinan pertama, saat ini klien janda su dah 7 tahun, punya anak saat berumur 16 tahun.
5. Riwayat Keluarga Berencana
KB steril setelah anak yang terkecil lahir
6. Riwayat Kesehatan
Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah menderita suatu penyakit yang be rat hingga harus dirawat dirumah sakit, kecuali saat KB steril, demikian juga penyakitnya saat ini baru dirasa mengganggu sejak 10 hari yang lalu itupun ka rena anjuran anak dan menantunya,klien khawatir/cemas kalau diiagnosa kan-ker.
7. Riwayat menderita penyakit lain
• DM disangkal
• Hipertensi disangkal
• Hepatitis disangkal
• Jantung disangkal

Kebutuhan Dasar Khusus
a. Pola Nutrisi
Klien biasa makan 3 kali sehari dengan nasi, sayur dan lauk lengkap. Nafsu makan klien baik,walau agak risih dengan bau yang keluar dari kemaluannya sehingga klien memilih makan terpisah dari anggota keluarga yang lain.
b. Pola eliminasi
Bab 1 kali sehari lembek dan warna kuning. Bak 3-4 kali sehari, pada ma-lam hari klien selalu ingin kencing.
c. Personal Hygiene
Klien senantiasa menjaga kebersihan tubuhnya, terutama vaginanya dengan menggunakan rebusan daun sirih,tetapi bau tetap timbul.
d. Istirahat dan tidur
Klien biasa tidur Pk. 21.00 dan bangun Pk. 04.30 pagi. Siang hari istirahat tidur 4 – 5 jam,malam sering terbangun karena ingin kencing.
e. Pola aktivitas dan istirahat
Klien bekerja menjaga toko yang merupakan peninggalan suaminya bergan-tian dengan anak dan menantunya,pukul 11.00 Wib klien pulang digantikan oleh anak/menantunya.
f. Pola hubungan seksual
Sejak suami klien meninggal 7 tahun yang lalu klien tidak pernah lagi berhubungan suami-isteri.
g. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Riwayat merokok : disangkal
Minum-minuman keras : disangkal
Ketergantungan obat : disangkal
h. Pengetahuan tentang kesehatan
Klien mengungkapkan ketakutannya jika dia benar-benar menderita kanker, klien menanyakan apa lagi pemeriksaan yang harus dilakukan. Saya takut jika pemeriksaan yang akan dilakukan akan menyebabkan kesakitan dan perdarahan.

Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Kesadaran kompos mentis, GCS : 15, klien tampak lesu dan ekspresi wajah klien datar.
b. Penginderaan
Mata normal, konjunctiva agak pucat.
Telinga : bentuk dan fungsi normal
Lidah : bentuk dan fungsi normal
Hidung : bentuk dan fungsi normal
c. Pernafasan
RR : 20 X/mnt, gerakan dada simetris, retraksi (-), Wh -/-, Rh -/-, Rales -/-, Sesak (-).
d. Kardiovaskuler
T : 110/80 mmHg, N : 96 X/mnt, S : 36,8 oC, Kapillary Refill 2 dt, Cyanosis (-), S1 S2 normal.
e. Pencernaan
Periastaltik (N),BAB (normal), Kelainan pada bentuk dan fungsi rektum (-).
f. Urogenital
Vulva : Fulsus (+), Fluor albus (-)
Vagina : Normal
Portio : Rapat berdungkul
Corpus Uteri : Antefleksi, massa (-),kesan normal
Adneksa Parametrium kanan dan kiri : Supel, Nyeri (-), Massa (-),
Cavum Douglas : Tidak menonjol, infiltrasi (-)
Insipikulo : Porsio terlihatrapat,berdungkul,fluksus (+),Fluor (-)
g. Integumen
Kulit warna putih,Turgor baik, kelainan tidak ada
h. Muskuloskeletal
Otot dan tulang intak.
i. Endokrin
Kelenjar tyroid : normal, payudara normal.


Data Penunjang
Biopsi : Belum ada hasil
Hb : 10 gr %
Therapi dan perawatan :
• Amoxicillin 500 mg 3 x 1 tab
• Asam Mefenamat 500 mg 3 x 1 tab
• Aff tampon 2 x 24 jam

B. Analisa Data

DATA ETIOLOGI MASALAH
S Klien mengungkapkan keta-kutannya jika dia benar-be-nar menderita kanker, klien menanyakan apa lagi peme-riksaan yang harus dilakukan Saya takut jika pemeriksa-an yang akan dilakukan akan menyebabkan kesakitan dan perdarahan.

O : RR= 20 X/mnt, N= 96 X/ mnt, T= 110/80 mm Hg. S= 36.8 o C.
Ekpresi wajah klien datar. Terdapat massa berdungkul pada portio, fulsus (+),bau (+). Perdarahan sewaktu VT
Kurangnya pengetahuan tentang Kanker Serviks dan Prosedur Pemeriksaan untuk menegakkan diagnose Ca. Serviks.


Stress


Rangsangan terhadap HPA Aksis


Ketakutan
Medula adrenal


Peningkatan kerja saraf otonom


Peningkatan katakolamin, noradrenalin


Muka pucat nadi meningkat

Kecemasan

C. Diagnose Keperawatan
Cemas berhubungan dengan terdiagnosa suspek Ca. serviks sekunder kurangnya pengetahuan tentang Ca. Serviks, pemeriksaan yang dilakukan serta prognosanya
D. Rencana Keperawatan
Hari
Tgl
Jam

Diagnose
Tujuan
Tindakan
Rasinalisasi
Senin 20/8/2001 Cemas berhubu ngan dengan terdiagnosa suspek Ca ser viks sekunder kurangnya pe-ngetahuan ten tang Ca.Ser-viks, pemerik-saan yang dila-kukan serta prognosanya Setelah di beri-kan tindakan pera watan selama 30 menit perasaan cemas klien ber-kurang.

Kriteria :
- Pasien berbagi beban masalah yang dihadapi sehubungan di-diagnose sus-pek Ca.serviks.

- Koping dan sum ber pendukung teridentifikasi
- Klien komunika-tif, ekpresi wa-jah jelas.
- Postur tubuh rileks
- Klien tahu ten-tang kanker, tindakan serta prognosenya.
- Bersedia dilaku-kan pemeriksa-an penunjang berupa Hb dan biopsi.
- Mengutarakan dan mengerti cara mengantisipasi stress.
1. Berikan ke-sempatan kepa-da klien & kelu-arga mengung kapkan perasa-annya & dengar kan secara em-pati.
2. Dorong dis-kusi terbuka te ntang kanker, & pemeriksaan pe-nunjang yang harus di laku-kan.
3. Jelaskan tindakan , tuju an serta akibat dari pemeriksa- an penunjang harus dijalani klien.
4. Identifikasi terhadap faktor yang beresiko terhadap keti-dak berhasilan penyesuaian diri klien






5. Tunjukkan adanya harapan.




6. Anjurkan untuk tetap beraktivitas Untuk menimbulkan rasa percaya.






Untuk menyiapkan mental klien sehubung an dgn pemeriksaan yang akan dilakukan.



Klien akan bersedia mengikuti prosedur pemeriksaan penunja-ng yang harus dilaku kan pada klien.


Kekuatan ego yang bu ruk, kemampuan peme cahan masalah yang tidak efektif,kurangnya motivasi & kurangnya sistem pendukung akan meningkatkan kecemasan,meningkatkan kadar kortisol, menu-runkan sistem imun klien dan selanjutnya berakibat pada kondi-si klien.
Harapan untuk mengu-rangi tingkat stress me-rangsang peningkat an sistem imun sehing-ga memperbaiki kuali -tas hidup klien.
Aktivitas akan mengu-rangi inpuls psikologis yang negatif yang ber-pengaruh pada daya ta han tubuh klien

E. Tindakan Keperawatan
Dx Hari/Tgl/jam Tindakan Evaluasi
Cemas berhubungan de-ngan terdiagnosa sus-pek Ca. serviks sekun-der kurangnya pengeta huan tentang Ca. Ser-viks,pemeriksaan yang dilakukan serta prog-nosanya.

































































Nyeri sebagai efek tin-dakan biopsi ditandai dengan klien mengeluh nyeri dan perih pada vagina.











Potensial terjadi perda rahan b/d adanya perlu kaan pada serviks.










Potensial terjadi infek-si b/d perlukaan pada serviks. Senin, 20/8/2001
09.30 – 10.15















































10.15


















11.00


11.15

11.30















11.30












11.30
1. Berdiskusi se cara terbuka tentang kan ker, dan peme riksaan penun jang yang ha-rus dilakukan.
2. Menjelaskan tindakan, tuju-an serta aki-bat dari peme riksaan penun-jang harus dija lani klien.

3. Memberikan ke sempatan kepa da klien dan keluarga meng ungkapkan pe-rasaannya dan dengarkan se-cara empati tentang tang-gapan klien terhadap pe-nyakit yang dialami serta pemeriksaan yang akan di-lakukan.
4. Jelaskan tin-dakan yang ak-an dilakukan jika klien be-nar terdiagno-se kanker, ser-ta kemungkinan kesembuhanny
5. Identifikasi terhadap fak-tor yang bere-siko terhadap ketidakberhasilan penyesuai-an diri klien
6. Tunjukkan ada nya harapan.
7. Anjurkan un-tuk tetap ber-aktivitas
















8. KIE prosedur pemeriksaan Hb.
9. Menyiapkan tin dakan biopsi.
10. Observasi kli-en setelah tin-dakan biopsi.






11. Anjurkan klien sementara isti-rahat di TT.
12. Kolaborasi :
Mefenamad
Acid 3 x 500
Mg.
13. Anjurkan me-ngobservasi perdarahan pada vagina setelah diru-mah. HE tan-da-tanda per-darahan.
14. Anjurkan klien membuka tampon 2 hari lagi di Poli kandungan
15. KIE tanda-tanda infeksi.
16. KIE tentang ke bersihan vagi-na
17. HE Cara mem-bersihkan vagi-na yang dapat mencegah in-feksi.
18. Kolaborasi Amoksisilin 3x 500 mg

Klien mengerti. Akan tetapi takut jika hasil pemeriksaan nantinya benar-benar menunjuk-kan kanker.


Klien memahami dan bersedia untuk dilaku-kan pemeriksaan penun-jang berupa pemeriksa-an Hb dan biopsi agar semuanya menjadi jelas dan klien tidak cemas dalam ketidakpastian.
Klien menanyakan apa-kah jika hasil pemeriksa an benar kanker,nanti-nya bisa disembuhkan.












Klien dapat memahami dan berjanji mengha-dapi apapun yang akan terjadi.




Klien mau terbuka meng ungkap permasalahan-nya




Klien bersikap tabah

Klien bersedia
S : Klien dan keluarga berusaha menghadapi apapun yang akan terjadi. Klien siap dilakukan pemeriksaan penunjang.

O : Klien expresinya tenang.
A : Kecemasan ber-kurang danbersedia dilakukan pemeriksaan tambahan.
P : Siapkan pemeriksaan HB dan Persiapan biopsi.
Klien melakukan peme-riksaan Hb di kamar 14 dengan hasil 10 gr %
Klien dan alat siap

Tampon (+), perdarahan (sedikit), perdarahan abnormal (-), Nyeri (+). Klien bertanya bagaima na dengan tampon yang ada di vaginanya , Kapan harus dibuka dan bagai-mana jika cebok diru-mah.
Klien istirahat.


Resep sudah diterima.



Perdarahan (-)
Klien mengerti cara mengobservasi tanda perdarahan pada tam-pon.



Klien mengerti dan ber sedia



Klien mengerti

Klien paham







Resep diterima

F. Evaluasi
A. DX Hari/Tgl/Jam Perkembangan
Nyeri sebagai efek tin-dakan biopsi ditandai dengan klien mengeluh nyeri dan perih pada vagina.

Potensial terjadi perda rahan b/d adanya perlu kaan pada serviks.




Potensial terjadi infek-si b/d perlukaan pada serviks Senin, 20/8/2001 11.50




11.55






12.00 S : Klien tahu cara mengurangi nyeri. Kien mengerti cara minum obat anti nyeri.
O : Resep Mef Acid 3 X 500 mg
A : Nyeri masih dirasakan
P : Anjurkan klien kontrol pd tgl 23 Agustus 2001
S : Klien tahu tanda-tanda perdarahan dan cara mengpbservasi perdarahan. Klien akan membuka tamponnya di Poli kandungan
O : Tanda perdarahan tidak ada
A : Masalah teratasi sebagian
P : ingatkan tanda-tanda perdarahan dan buka tampon di Poli kandungan
S : Klien tahu tanda-tanda infeksi dan cara perawatan kebersihan vagina di rumah. Klien tahu cara minum Amoxicilin
O : Tanda infeksi (-). Resep Amoxicilin 3 X 500 mg.
A : Masalah teratasi sebagian
P : He agar klien kontrol ke Poli kandungan tanggal 23 Agustus 2001.

Tuesday, May 28, 2013

Diagnosis Kekurangan Pendengaran

PENDAHULUAN
Kekurangan pendengaran (K.P) bukanlah suatu penyakit
melainkan suatu gejala dari berbagai penyakit/gangguan
telinga 1 - 3 .
<iframe frameborder="0" src="http://kumpulblogger.com/machor.php?b=145772" width="100%" height="200px" marginwidth=0 marginheight=0 ></iframe> 
Penderita dengan keluhan K.P. tidak jarang ditemukan dalam
praktek umum di Indonesia, di mana insidensi KP. bilateral
saat ini sudah mencapai + 1,9% dari penduduk di Indonesia 4 .
Diagosis sering tidak mudah, oleh karena : (1) Penderita
kurang kooperatif (terutama anak-anak, penderita gangguan
mental, pendidikan yang kurang, dan usia lanjut), (2) Penyebab
kekurangan pendengaran itu sendiri sukar diketahui 1.3.5.6
Berdasarkan hal tersebut di atas, timbul masalah, bagaimana
cara membuat diagnosis K.P. yang sederhana sehingga dapat
dipakai oleh dokter-dokter umum di daerah-daerah namun
hasilnya cukup dapat dipercaya.
BATASAN DAN RUANG LINGKUP
Yang dimaksud dengan kekurangan pendengaran adalah
keadaan di mana seseorang kurang dapat mendengar dan
mengerti suara/percakapan yang didengarnya1,3
Untuk mendiagnosis KP., sebagai dokter umum cukuplah
memperhatikan keempat aspek penting berikut ini :
1. Penentuan pada penderita apakah ada KP. atau tidak
2. Jenis KP.
3. Derajat K.P.
4. Menentukan penyebab KP.
Penentuan pada penderitaan apakah ada K.P. atau tidak
Dalam penentuan apakah ada KP. atau tidak pada penderita,
hal penting yang harus diperhatikan adalah umur penderita.
Respon manusia terhadap suara/percakapan yang didengarnya
tergantung pada umur pertumbuhannya. Usia 6
tahun diambil sebagai batas. Kurang dari 6 tahun respons
anak terhadap suara/percakapan berbeda-beda tergantung
umurnya, sedangkan umur lebih dari 6 tahun, respons anak
terhadap suara/percakapan yang didengar sama dengan orang
dewasa2, 5 , 7
Karena luasnya aspek diagnostik KP. pada kedua golongan
umur tersebut, maka dalam makalah ini yang diuraikan hanya
diagnosis KP. pada anak-anak umur 6 tahun ke atas dan
dewasa.
Jenis K.P.
Jenis KP. berdasarkan lokalisasi lesi :
a). KP. jenis hantaran
Lokalisasi gangguan/lesi terletak pada telinga luar dan atau
telinga tengah.
b).KP. Jenis sensorineural
Lokalisasi gangguan/lesi terletak pada telinga dalam (pada
koklea dan N. VIII).
c). K.P. Jenis campuran
Lokalisasi lesi/gangguan pada telinga tengah dan telinga
dalam.
d).KP. Jenis sentral
Lokalisasi gangguan/lesi pada nukleus auditorius di batang
otak sampai dengan koteks otak. 3 . 8
e). KP. Jenis fungsional
Pada K.P. Jenis ini tidak dijumpai adanya gangguan/lesi
organik pada sistem pendengaran baik perifer maupun
sentral, melainkan berdasarkan adanya problem psikologis
atau emosional. 2,3
Untuk K. P. jenis sentral dan fungsional, mengingat masih
terbatasnya pengetahuan proses pendengaran di wilayah
tersebut, di samping masih belum banyak dikenal teknik uji
pendengaran yang dapat dimanfaatkan untuk bahan diagnostik,
maka pada makalah ini akan dibatasi pada diagnosis KP.
jenis hantaran, sensorineural dan campuran saja.
Derajat K.P.
Klasifikasi derajat KP. menurut ISO 1964 dan ASA 1951
(dikutip oleh Mangape D) adalah sebagai berikut :
1 6 Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985
Derajat KP. "dB loss" ISO 1964 ASA 1951
- pendengaran normal - 10 - 26 dB - 10 - 15 dB
- ringan 27 - 40 dB 16 - 29 dB
- sedang 41 - 55 dB 30 - 44 dB
- sedang - berat 56 - 70 dB 45 - 59 dB
- berat 71 - 90 dB 60 - 79 dB
- sangat berat lebih 90 dB lebih 80 dB
Keterangan: "dB loss" di sini diambil rata-rata kekurangan
pendengaran hantaran udara pada frekuensi 500, 1000 dan
2000 Hz.
Menentukan Penyebab K.P.
Menentukan penyebab K. P. merupakan hal yang paling sukar
di antara ke 4 batasan/aspek tersebut di atas.
Untuk itu diperlukan :
- Anamnesis yang luas dan cermat tentang riwayat terjadinya
K.P. tersebut.
- Pemeriksaan umum dan khusus (telinga, hidung dan tenggorokan)
yang teliti.
- Pemeriksaan penunjang (bila diperlukan seperti foto Ro,
laboratorium), dan sebagainya.3 11
GEJALA DAN TANDA-TANDA
K.P. Jenis hantaran
Pada K.P. jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat
mencapai telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena
beberapa gangguan/lesi pada kanal telinga Iuar, rantai tulang
pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra
rotunda dan tuba auditiva. Pada bentuk yang murni (tanpa
komplikasi) biasanya tidak ada kerusakan pada telinga dalam
maupun jalur persyaratan pendengaran (N.VIII). Ini merupakan
perbedaan yang prinsipiil dengan K.P. jenis lainnya.
Gejala
a) ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi
telinga sebelumnya.
b) Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah
bergerak dengan perubahan posisi kepala.
c) K.P. yang terjadi dapat timbul secara mendadak setelah
mandi, bangun tidur atau setelah membersihkan kotoran telinga
luar dengan ujung jarinya.
d) Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau
mendengung)
e) Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara
dengan suara lembut (soft voice) khususnya pada penderita
otosklerosis.
f) Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana
ramai (parakusis Wilisiana).
Kadang-kadang mengeluh tidak dapat mendengar dengan
haik waktu makan, bahkan seperti mendengar suara gaduh
waktu mengujah.
Tanda-tanda
a) Pemeriksaan fisik/otoskopi
1. Ada sekret dalam kanal telinga luar, perforasi kendang
telinga ataupun keluarnya cairan dari telinga tengah.
2. Dapat juga kanal telinga luar/selaput kendang telinga tampak
normal, misalnya : pada otosklerosis, di mana yang terkena
rantai tulang pendengarannya.
b) Tes fungsi pendengaran
1. Tes bisik :
- Tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak 5 meter.
- Sukar mendengar kata-kata yang mengandung nada
rendah.
2. Tes garputala :
- Rinne (-), dengan memakai garputala 250 Hz (hantaran
tulang lebih baik dari hantaran udara).
- Weber lateralisasi kearah yang sakit (memakai garputala
250 Hz).
- Schwabach memanjang (memakai garputala 512 Hz).
3. Tes Audiometri
* Audiometri nada murni :
- Hantaran tulang lebih baik dari hantaran udara.
- Hantaran tulang dalam batas normal.
- Ada kesenjangan antara hantaran udara dan hantaran
tulang lebih dari 15 dB (disebut gap).
- Nilai ambang hantaran udara tidak akan melebihi 60 dB.
* Audiometri nada tutur :
- Nilai ambang persepsi tutur bergeser ke kanan pada
gambaran audiogramnya.
- Nilai diskriminasi tutur dapat mencapai 100% bila
intensitas suara diperkeras.
K.P. Jenis Sensorineural
K.P. jenis ini merupakan problem yang menjadi tantangan
bagi para dokter. Masalahnya adalah : (1) Dari semua jenis
K.P. maka K.P. jenis sensorineural inilah yang terbanyak4,9 .
terutama pada pekerja industri, dan usia lanjut. (2) K.P. jenis
ini umumnya irrebersibel dan jelas mempengaruhi kepribadian
penderita yang dapat berkembang kearah yang kurang baik.
Adanya efek psikologis pada kepribadian penderita inilah
menurut pandangan Sataloff J. (1966), maka K.P. jenis sensorineural
mempunyai latar belakang medis penting.3
Gejala
a) Bila K.P.bilateraldan sudah diderita lama, suara percakapan
penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti
suasana yang tegang dibanding orang normal. Perbedaan ini
lebih jelas bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari
penderita K.P. jenis hantaran, khususnya otosklerosis.
b) Bila ada tinitus biasanya nada tinggi sebagai suara yang
mendering atau menyiut -nyiut.
c) Penderita lebih sukar mengartikan/mendengar suara/
percakapan dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi.
d) Dapat pula ada riwayat trauma kepala, trauma akustik,
riwayat pemakaian obat-obat ototoksik ataupun penyakit sistemik
sebelumnya.
Tanda-tanda
a) Pemeriksaan fisik/otoskopi :
Kanal telinga luar maupun selaput kendang telinga normal.
b) Tes fungsi pendengaran :
1. Tes bisik :
- Tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak 5
meter.
- Sukar mendengar kata-kata yang mengundang nada tinggi
(huruf konsonan).
Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985 17
2. Tes garputala :
- Rinne (+), hantaran udara lebih balk dari pada hantaran
tulang.
- Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga sehat.
- Tes Schwabach ada pemendekan hantaran tulang.
3. Tes audiometri nada murni :
- Ada penurunan nilai ambang hantaran udara dan hantaran
tulang, biasanya akan lebih berat mengenai frekuensi
tinggi.
- Hantaran udara berimpit dengan hantaran tulang.
- Kadang-kadang disertai adanya suatu dip pada frekuensi
tinggi (4000 Hz untuk trauma akustik, obat ototoksik
dsb.).
4. Tes audiometri nada tutur :
- Nilai diskriminasi tutur (NDT) tidak dapat mencapai 100%
meskipun intensitas suara diperkeras.
- Dapat terjadi fenomena recruitment.
K.P. Jenis Campuran
Merupakan kombinasi dari KP. jenis hantaran dan K.P. jenis
sensorineural. Mula-mula K.P. jenis ini adalah jenis hantaran
(misalnya : otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut
menjadi gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya mulamula
K.P. jenis sensorineural lalu kemudian disertai dengan
gangguan hantaran, seperti misalnya : presbiakusis kemudian
terkena infeksi otitis media. Peristiwa yang lain yang juga
dapat terjadi kedua gangguan tersebut terjadi bersama-sama.
Misalnya : trauma kepala yang berat sekaligus mengenai
telinga tengah dan telinga dalam.
Gejala -gejala
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua
komponen gejala K. P. jenis hantaran dan sensorineural, tergantung
mana yang lebih dulu terjadi, dapat pula terjadi
bersamaan seperti yang terjadi pada trauma kepala tesebut
di atas.
Tanda-tanda
a) Pemeriksaan fisik/otoskopi :
- Sperti pada K.P. jenis sensorineural.
b) Tes fungsi pendengaran :
1. Tes bisik :
- Tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak 5 meter.
- Sukar mendengar kata-kata baik yang mengandung nada
rendah maupun nada tinggi.
2. Tes garputala :
- Rinne (-).
- Weber lateralisasi ke arah yang sehat .
Schwabach memendek.
3. Tes audiometri :
* Audiometri nada murni
- Audiogram menunjukkan adanya penurunan nilai ambang
hantaran tulang dan hantaran udara, tetapi ada kesejangan
antara keduanya lebih dari 15 dB pada setiap frekuensi.
* Audiometri nada tutur : Audiometri nada murni :
- Audiogram menunjukkan pengurangan nilai diskriminasi
tutur (NDT), tidak dapat mencapai 100%. Bila intensitas
suara dinaikkan memang ada perbaikan sedikit tetapi tidak
sampai mencapai 100% 3,10
DIAGNOSIS KEKURANGAN PENDENGARAN
Setelah memahami gejala dan tanda-tanda berbagai jenis
kekurangan pendengaran tersebut di atas, akan diuraikan
lebih lanjut bagaimana penerapannya dalam membuat diagnosis
KP. sepraktis mungkin, tetapi cukup bagi dokter-dokter umum.
Pada prinsipnya meliputi :
A. Anamnesis (lihat gejala dan lampiran).
B. Pemeriksaan, yang meliputi
a. Fisik/otoskopik telinga, hidung dan tenggorok (lihat tandatanda).
b. Tes fungsi pendengaran : Tes bisik, Tes garputala, Tes
audiometri.
c. Pemeriksaan penunjang (bila diperlukan).
Tes fungsi pendengaran
TES BISIK
Suatu tes pendengaran dengan memberikan suara bisik berupa
kata-kata kepada telinga penderita dengan jarak tertentu. Hasil
tes berupa jarak pendengaran yaitu jarak antara pemeriksa
dan penderita di mana suara bisik masih dapat didengar 6 .
Cara pemeriksaan : lihat lampiran.
Hasil : Normal : 6/6 (17,5 dB) atau
5/6 (23,6 dB)
K.P. derajat ringan : 4/6 (39,8 dB)
K.P. derajat sedang : 3/6 (44 dB)
K.P. derajat sedang berat : 2/6 (51,5 dB)
K.P. derajat berat : 1/6 (85. dB)
TES GARPUTALA
Tes ini dapat menentukan jenis-jenis K.P. Dikenal ada 3
macam tes garputala yang lazim dipakai :
a. Tes Rinne.
b. Tes Weber.
c. Tes Schwabach.
Semua tes garputala ini menggunakan garputala 256 Hz dan
512 Hz.
Tes Rinne
Prinsip: membandingkan kemampuan pendengaran hantaran
tulang dan hantaran udara penderita.
Cara : lihat lampiran.
Hasil : - Tes Rinne (+) bila hantaran udara >> hantaran tulang
- Tes Rinne (-) bila hantaran udara << hantaran tulang.
- Tes Rinne (+): pada pendengaran normal dan K.P.
jenis sensorineural
- Tes Rinne (-): pada K.P. jenis hantaran
Tes Weber
Prinsip: membandingkan kemampuan hantaran tulang pada
telinga kiri dan kanan penderita.
Cara : lihat lampiran.
Hasil : * Lateralisasi ke arah telinga sakit:
- Telinga tersebut K.P. jenis hantaran, telinga lain
normal
- Kedua telinga KP. jenis hantaran, tetapi telinga
tersebut lebih berat dari yang lain
1 8 Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985
- Telinga tersebut normal/KP. jenis hantaran, sedang
telinga lain KP. jenis sensorineural.
* Tidak ada lateralisasi : - Kedua telinga normal
- Kedua telinga KPJH sama
berat
- Kedua telinga KPJSN sama
berat
Tes Schwabach
Prinsip: membandingkan kemampuan pendengaran hantaran
tulang penderita dengan hantaran tulang pemeriksa.
Pemeriksa harus normal.
Cara : lihat lampiran
Hasil : - Normal bila kemampuan pendengaran hantaran
tulang penderita dan pemeriksa sama.
- Diperpanjang bila kemampuan pendengaran hantaran
tulang penderita lebih lama dibanding pemeriksa.
Ini pada KP. jenis hantaran.
- Diperpendek bila kemampuan pendengaran hantaran
tulang pendengaran lebih pendek dibanding
pemeriksa. Ini pada KP. jenis sensorineural 7 , 8
Tes audiometri
Ini merupakan tes pendengaran dengan alat elektroakustik.
Tes ini meliputi : - Audiometri nada murni.
- Audometri nada tutur.
* Audiometri nada murni
Prinsip: Mengukur nilai ambang hantaran udara dan hantaran
tulang penderita dengan alat elektroakustik.
Mat tersebut dapat menghasilkan nada-nada tunggal
dengan frekuensi dan intensitasnya dapat diukur.
Untuk mengukur nilai ambang hantaran udara penderita
menerima suara dari sumber suara lewat heaphone,
sedangkan untuk mengukur hantaran tulangnya
penderita menerima suara dari sumber suara lewat
vibrator.
Hasil : lihat pada uraian gejala dan tanda-tanda.
Manfaat: - Dapat mengetahui keadaan fungsi pendengaran
masing - masing telinga secara kualitatif (pendengaran
normal, KP. jenis hantaran, KP. jenis sensorineural,
dan KP. jenis campuran).
- Dapat mengetahui derajat kekurangan pendengaran
secara kuantitatif (normal, ringan sedang dan berat).
Derajat KP. disini ditentukan dengan mengambil
nilai rata-rata dari ambang pendengaran hantaran
udara pada frekuensi 500; 1000 dan 2000 Hz 5
* Audiometri nada tutur :
Prinsip: Mengukur kemampuan pendengaran penderita yang
dinyatakan dengan dua titik penting :
1) Nilai ambang persepsi tutur (NPT) yaitu ambang
penerimaan percakapan penderita di mana penderita
dapat menirukan 50% dari kata-kata yang disajikan
dengan benar pada intensitas minimal. Dari NPT ini
dapat memperoleh gambaran KP. secara kuantitatif.
2) Nilai diskriminasi tutur (NDT) : yaitu suatu nilai
prosentase tertinggi dari kata-kata yang disajikan dapat
ditiru oleh penderita dengan benar pada suatu intensitas
suara tertentu. NDT ini dapat menunjukkan
gambaran KP. secara kuantitatif.
Dari kedua nilai ini, yang paling banyak dipakai
dalam klinik adalah NDT. Hal ini karena di samping
secara kuantitatif dapat menunjukkan jenis KP. juga
dapat menunjukkan lokasi/kerusakan/lesi pada sistem
pendengaran yang tidak dapat diketahui dengan
tes audiometri nada murni. Lokasi lesi tersebut dapat
pada : telinga luar dan tengah, telinga dalam (koklear)
dan retrokoklear.
Hasil : Hopkinson dan Thompson (1967) membagi NDT
sebagai berikut (dikutip oleh Manukbua A) 6 :
a) 90 - 100% dalam batas normal atau ada ketulian
hantaran.
b) 50 - 80% KP. jenis campuran, KP. jenis sensorineural
tanpa kelainan koklear.
c) 22 - 48% kelainan koklear.
d) kurang dari 22% kelainan retrokoklear6 .
Manfaat:- Dapat mengetahui KP. secara kualitatif dan kuantitatif.
- Dapat mengetahui lokalisasi kerusakan telinga dan
jalur persyarafan pendengaran.
- Dapat mengetahui perbaikan pendengaran sesudah
tim panoplastik.
- Untuk pemilihan alat bantu dengar yang cocok.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan ini diperlukan bila ada indikasi, khususnya
KP. yang erat hubungannya dengan penyakit sistemik, penyakit
intrakranial, dan untuk mengenyampingkan penyakit organik
pada K.P. jenis fungsional. 3,7
RINGKASAN
Kekurangan pendengaran adalah merupakan gejala dari
suatu penyakit/gangguan telinga yang tidak dapat dipisahkan
dari penyebabnya.
Kekurangan pendengaran tersebut terdiri dari berbagai jenis
yang berbeda-beda lokalisasi patologinya sehingga diagnosisnya
juga berbeda-beda. Disamping itu derajat KP. yang terjadi
juga berbeda-beda mulai dari yang ringan sampai berat.
Protokol diagnostik KP. terdiri dari : anamnesis riwayat
penyakit telinga, pemeriksaan khusus telinga, hidung dan
tenggorok, tes fungsi pendengaran dan pemeriksaan penunjang.
Diagnostik KP. jenis hantaran lebih mudah bila dibandingkan
dengan KP. jenis lain. Hal ini karena kelainan patologinya
dapat diketahui dengan jelas dan tes fungsi pendengaran
dengan alat sederhana sudah cukup memadai. Sedangkan KP.
jenis lain diagnostik lebih sukar oleh karena kelainan patologinya
lebih sulit diketahui dan tes fungsi pendengarannya lebih
rumit dan memerlukan alat yang lebih kompleks.
SARAN
Dianjurkan kepada dokter umum, khususnya yang bekerja
di daerah untuk lebih memperhatikan masalah kekurangan
pendengaran pada penderita. Tes pendengaran dapat dilakukan
tanpa alat (tes bisik) maupun dengan alat sederhana (tes
garputala), meskipun tidak ada alat elektroakustik (audiometri).
Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985 1 9
KEPUSTAKAAN
1. Dullah A. "Masalah Cacat Tuli", Cermin Dunia Kedokteran, No. 9 th :
1977, hal : 11 - 13.
2. Goodhill V. "Ear diseases, Deafness and dizziness, Harper & Row
Publ. Virginia Avenue Maryland, 1979, p : 88 - 103, p : 130 - 141.
3. Sataloff J. "Hearingloss" Philadelphia - London - Toronto : JB Lipincott
Co, 1966 : A) p : 5-9, b). p : 10-16, c) p : 17-31, d) p : 107-121,
e) p : 200-215.
4. Zaman M : "Penyebab tuli di Indonesia" Simposium Tanarungu, Tunawicara
di Semarang, Oktober 1977, p : 1-8.
5. Mengape D. "Audiometri nada mumi". Himpunan naskah lokakarya
audiologi. BGn. THT FIIK Unhas Ujungpandang, 1978.
6. Manukbua A : "Audiometri nada tutur". Himpunan naskah lokakarya
Audiologi, Bgn. THT FIIK Unhas Ujungpandang 1978.
7. Goodman Allan C. Paediatric audiology in Paediatric Otolaryngology
Vol : II Philadelphia - London - Toronto : WB Saunders Co, 1972,
p : 901-918.
8. Speaks C :" Evaluation of disorders of the central auditory pathway
in Otolaryngology Ed. by Paparella MM & * Shumrick, Ilnd Ed, Vol:
II, Philadelphia - London - Toronto : WB Saunders Co, 1980, p :
1846-1858.
9. Karie MD. "fnsldens berbagai hearingloss nada murni" Penelitian selama
periode 1977-1978, untuk mendapatkan keahljan THT, 1980.
10. Adams GL, Spies LR Jr. Paparella MM. Audiology in Fundamental's
of Otolaryngology 5th Ed, Philadelphia - London - Toronto : WB Saunders
Co 1978, p : 67-82.
11. Heffersen HP, Simons MR, Goodhill V. A" udiologic assessment,
functional hearing less and obyective audiometry in Ear diseases, deafness
and dizzines, Ed, by Goodhill V, Maryland : Harper and Rew Publ,
1979, p : 142-183.
12. Sedjawidada R : "Tes bisik". Kumpulan naskah Konas VPerhati, Semarang
27-29 Oktober 1977, hal : 189-197.
Telah dibacakan

Monday, May 27, 2013

ARITMIA / DISRITMIA

1. PENGERTIAN
Beberapa tipe malfungsi jantung yang paling mengganggu tidak terjadi sebagai akibat dari otot jantung yang abnormal tetapi karena irama jantung yang abnormal. Sebagai contoh, kadang-kadang denyut atrium tidak terkoordinasi dengan denyut dari ventrikel, sehingga atrium tidak lagi berfungsi sebagai pendahulu bagi ventrikel.
Aritmia adalah kelainan elektrofisiologi jantung dan terutama kelainan system konduksi jantung. Aritmia adalah gangguan pembentukan dan/atau penghantaran impuls. Terminology dan pemakaian istilah untuk aritmia sangat bervariasi dan jauh dari keseragaman di antara para ahli.
Beberapa sifat system konduksi jantung dan istilah-istilah yang penting untuk pemahaman aritmia :
• • Periode refrakter
Dari awal depolarisasi hingga awal repolarisasi sel-sel miokard tidak dapat menjawab stimulus baru yang kuat sekalipun. Periode ini disebut periode refrakter mutlak.
Fase selanjutnya hingga hamper akhir repolarisasi, sel-sel miokard dapat menjawab stimulus yang lebih kuat. Fase ini disebut fase refrakter relative.
• • Blok
Yang dimaksud dengan blok ialah perlambatan atau penghentian penghantaran impuls.
• Pemacu ektopik atau focus ektopik
Ialah suatu pemacu atau focus di luar sinus. Kompleks QRS yang dipacu dari sinus disebut kompleks sinus. Kompleks QRS yang dipacu dari focus ektopik disebut kompleks ektopik, yang bias kompleks atrial, kompleks penghubung –AV atau kompleks ventricular.
• • Konduksi tersembunyi
Hal ini terutama berhubungan dengan simpul AV yaitu suatu impuls yang melaluinya tak berhasil menembusnya hingga ujung yang lain, tetapi perubahan-[erubahan akibat konduksi ini tetap terjadi, yaitu terutama mengenai periode refrakter.
• • Konduksi aberan.
Konduksi aberan ialah konduksi yang menyimpang dari jalur normal. Hal ini disebabkan terutama karena perbedaan periode refrakter berbagai bagian jalur konduksi.
Konduksi aberan bias terjadi di atria maupun ventrikel, tetapi yang terpenting ialah konduksi ventricular aberan, yang ditandai dengan kompleks QRS yang melebar dan konfigurasi yang berbeda.
Konduksi atrial aberan diandai dengan P yang melebar dan konfigurasi yang berbeda.
• • Re-entri.
Re-entri ialah suatu keadaan dimana suatu impulas yang sudah keluar dari suatu jalur konduksi, melalui suatu jalan lingkar masuk kembali ke jalur semula. Dengan demikian bagian miokard yang bersangkutan mengalami depolarisasi berulang.
• • Mekanisme lolos.
Suatu kompleks lolos ialah kompleks ektopik yang timbul karena terlambatnya impuls yang datang dari arah atas. Kompleks lolos paling sering timbul di daerah penghubung AV dan ventrikel, jarang di atria. Jelas bahwa mekanisme lolos ialah suatu mekanisme penyelamatan system konduksi jantung agar jantung tetap berdenyut meskipun ada gangguan datangnya impuls dari atas.

2. KLASIFIKASI

Pada umumnya aritmia dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu :
1) Gangguan pembentukan impuls.
a. Gangguan pembentukan impuls di sinus
• • Takikardia sinus
• • Bradikardia sinus
• • Aritmia sinus
• • Henti sinus
b. Gangguan pembentukan impuls di atria (aritmia atrial).
• • Ekstrasistol atrial
• • Takiakardia atrial
• • Gelepar atrial
• • Fibrilasi atrial
• • Pemacu kelana atrial
c. Pembentukan impuls di penghubung AV (aritmia penghubung).
• • Ekstrasistole penghubung AV
• • Takikardia penghubung AV
• • Irama lolos penghubung AV
d. Pembentukan impuls di ventricular (Aritmia ventricular).
• • Ekstrasistole ventricular.
• • Takikardia ventricular.
• • Gelepar ventricular.
• • Fibrilasi ventricular.
• • Henti ventricular.
• • Irama lolos ventricular.
2) Gangguan penghantaran impuls.
• a. Blok sino atrial
• b. Blok atrio-ventrikular
• c. Blok intraventrikular.
3. PENYEBAB

Penyebab dari aritmia jantung biasanya satu atau gabungan dari kelainan berikut ini dalam sistem irama-konduksi jantung :
• v Irama abnormal dari pacu jantung.
• v Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung.
• v Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewktu menghantarkan impuls melalui jantung.
• v Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung.
• v Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada hamper semua bagian jantung.

Beberapa kondisi atau penyakit yang dapata menyebabkan aritmia adalah :
• • Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi).
• • Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
• • Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti aritmia lainnya.
• • Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
• • Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung.
• • Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
• • Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
• • Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
• • Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.
• • Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung.
• • Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system konduksi jantung).

4. TANDA/GEJALA

DISRITMIA NODUS SINUS
• Bradikardia sinus
Bradikardi sinus bisa terjadi karena stimulasi vagal, intoksikasi digitalis, peningkatan tekanan intrakanial, atau infark miokard (MI). Bradikardi sinus juga dijumpai pada olahragawan berat, orang yang sangat kesakitan, atau orang yang mendapat pengobatan (propanolol, reserpin, metildopa), pada keadaan hipoendokrin (miksedema, penyakit adison, panhipopituitarisme), pada anoreksia nervosa, pada hipotermia, dan setelah kerusakan bedah nodus SA.
Berikut adalah karakteristik disritmia
• • Frekuensi: 40 sampai 60 denyut per menit
• • Gelombang P: mendahului setiap kompleks QRS; interval PR normal
• • Kompleks QRS: biasanya normal
• • Hantaran: biasanya normal
• • Irama: reguler
Semua karakteristik bradikardi sinus sama dengan irama sinus normal, kecuali frekuensinya. Bila frekuensi jantung yang lambat mengakibatkan perubahan hemodinamika yang bermakna, sehingga menimbulkan sinkop (pingsan), angina, atau disritmia ektopik, maka penatalaksanaan ditujukan untuk meningkatkan frekuensi jantung. Bila penurunan frekuensi jantung diakibatkan oleh stimulasi vagal (stimulasi saraf vagul) seperti jongkok saat buang air besar atau buang air kecil, penatalaksanaan harus diusahakan untuk mencegah stimulasi vagal lebih lanjut. Bila pasien mengalami intoksikasi digitalis, maka digitalis harus dihentikan. Obat pilihan untuk menangani bradikardia adalah atropine. Atropine akan menghambat stimulasi vagal, sehingga memungkinkan untuk terjadinya frekuensi normal.
• Takikardia sinus

Takiakrdia sinus (denyut jantung cepat) dapat disebabkan oleh demam, kehilangan darah akut, anemia, syok, latihan, gagal jantung kongestif, nyeri, keadaan hipermetabolisme, kecemasan, simpatomimetika atau pengobatan parasimpatolitik.
Pola EKG takikardia sinus adalah sebagai berikut :
• • Frekuensi : 100 sampai 180 denyut permenit.
• • Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS, dapat tenggelam dalam gelombang T yang mendahuluinya; interval PR normal.
• • Kompleks QRS : Biasanya mempunyai durasi normal.
• • Hantaran : Biasanya normal.
• • Irama : Reguler.
Semua aspek takikardia sinus sama dengan irama sinus normal kecuali frekeunsinya. Tekanan sinus karotis, yang dilakukan pada salah satu sisi leher, mungkin efektif memperlambat frekuensi untuk sementara, sehingga dapat membantu menyingkirkan disritmia lainnya. Begitu frekuensi jantung meningkat, maka waktu pengisian diastolic menurun, mengakibatkan penurunan curah jantung dan kemudian timbul gejala sinkop dan tekanan darah rendah. Bila frekwensi tetap tinggi dan jantung tidak mampu mengkompensasi dengan menurunkan pengisian ventrikel, pasien dapat mengalami edema paru akut.
Penanganan takikardia sinus biasanya diarahkan untuk menghilangkan penyebabknya. Propranolol dapat dipakai untuk menurunkan frekwensi jantung secara cepat. Propranolol menyekat efek serat adrenergic, sehingga memperlambat frekwensi.

DISRITMIA ATRIUM
• Kontraksi premature atrium
Penyebab :
• • Iritabilitas otot atrium karena kafein, alcohol, nikotin.
• • Miokardium teregang seperti pada gagal jantung kongestif
• • Stress atau kecemasan
• • Hipokalemia
• • Cedera
• • Infark
• • Keadaaan hipermetabolik.

Karakteristik :
• • Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.
• • Gelombang P : Biasanya mempunyai konfigurasi yang berbeda dengan gelombang P yang berasal dari nodus SA.
• • Kompleks QRS : Bisa normal, menyimpang atai tidak ada.
• • Hantaran : Biasanya normal.
• • Irama : Reguler, kecuali bila terjadi PAC. Gelombang P akan terjadi lebih awal dalam siklus dan baisanya tidak akan mempunyai jeda kompensasi yang lengkap.
Kontraksi atrium premature sering terlihat pada jantung normal. Pasien biasanya mengatakan berdebar-debar. Berkurangnya denyut nadi (perbedaan antara frekwensi denyut nadi dan denyut apeksi) bisa terjadi. Bila PAC jarang terjadi, tidak diperlukan penatalaksanaan. Bila terjadi PAC sering (lebih dari 6 per menit) atau terjadi selama repolarisasi atrium, dapat mengakibatkan disritmia serius seperti fibrilasi atrium. Sekali lagi, pengobatan ditujukan untuk mengatasi penyebabnya.
• Takikardia Atrium Paroksimal
Adalah takikardia atrium yang ditandai dengan awitan mendadak dan penghentian mendadak. Dapat dicetuskan oleh emosi, tembakau, kafein, kelelahan, pengobatan simpatomimetik atau alcohol. Takikardia atrium paroksimal biasanya tidak berhubungan dengan penyakit jantung organic. Frekwensi yang sangat tinggi dapat menyebabkan angina akibat penurunan pengisian arteri koroner. Curah jantung akan menurun dan dapat terjadi gagal jantung.
Karakteristik :
• • Frekwensi : 150 sampai 250 denyut per menit.
• • Gelombang P : Ektopik dan mengalami distorsi dibanding gelombang P normal; dapat ditemukan pada awal gelombang T; interval PR memendek (Kurang dari 0, 12 detik).
• • Kompleks QR : Biasanya normal, tetapi dapat mengalami distorsi apabila terjadi penyimpangan hantaran.
• • Hantaran : Biasanya normal.
• • Irama : Reguler.

Pasien biasanya tidak merasakan adanya PAT. Penanganan diarahkan untuk menghilangkan penyebab dan menurunkan frekwensi jantung. Morfin dapat memperlambat frekwensi tanpa penatalaksanaan lebih lanjut. Tekanan sinus karotis yang dilakukan pada satu sisi, akan memperlambat atau menghentikan serangan dan biasanya lebih efektif setelah pemberian digitalis atau vasopresor, yang dapat menekan frekwensi jantung. Penggunaan vasopresor mempunyai efek refleks pada sinus karotis dengan meningkatkan tekanan darah dan sehingga memperlambat frekwensi jantung. Sediaan digitalis aktivitas singkat dapat digunakan. Propranolol dapat dicoba bila digitalis tidak berhasil. Quinidin mungkin efektif, atau penyekat kalsium verapamil dapat digunakan. Kardioversion mungkin diperlukan bila pasien tak dapat mentoleransi meningkatnya frekwensi jantung.
• Fluter atrium
Terjadi bila ada titik focus di atrium yang menangkap irama jantung dan membuat impuls antara 250 sampai 400 kali permenit. Karakter penting pada disritmia ini adalah terjadinya penyekat tetapi terhadap nodus AV, yang mencegah penghantaran beberapa impuls. Penghantaran impuls melalui jantung sebenarnya masih normal, sehingga kompleks QRS tak terpengaruh. Inilah tanda penting dari disritmia tipe ini, karena hantaran 1:1 impuls atrium yang dilepaskan 250 – 400 kali permenit akan mengakibatkan fibrilasi ventrikel, suatu disritmia yang mengancam nyawa.
Karakteristik :
• • Frekwensi : frekwensi atrium antara 250 sampai 400 kali denyut per menit.
• • Irama : Reguler atau ireguler, tergantung jenis penyekatnya (misalnya 2:1, 3:1 atua kombinasinya).
• • Gelombang P : Tidak ada, melainkan diganti oleh pola gigi gergaji yang dihasilkan oleh focus di atrium yang melepaskan impuls dengan cepat. Gelombang ini disebut sebagai gelombang F.
• • Kompleks QRS : Konfigurasinya normal dan waktu hantarannya juga normal.
• • Gelombang T : Ada namun bisa tertutup oleh gelombang flutter.
Penanganan yang sesuai sampai saat ini untuk flutter atriuma dalah sediaan digitalis. Obat ini akan menguatkan penyekat nodus AV, sehingga memperlambat frekwensinya. Quinidin juga dapat diberikan untuk menekan tempat atrium ektopik.penggunaan digitalis bersama dengan quinidin biasanya bisa merubah disritmia ini menjadi irama sinus. Terapi medis lain yang berguna adalah penyekat kanal kalsium dan penyekat beta adrenergic.
Bila terapi medis tidak berhasil, fluter atrium sering berespons terhadap kardioversi listrik.
• Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium (kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan tidak terkoordinasi) biasanya berhubungan dengan penyakit jantung aterosklerotik, penyakit katup jantung, gagal jantung kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale, atau penyakit jantung congenital.
Karakteristik :
• • Frekwensi : frekwensi atrium antara 350 sampai 600 denyut permenit; respons ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit.
• • Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak indulasi yang iereguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang F, interval PR tidak dapat diukur.
• • Kompleks QRS : Biasanya normal .
• • Hantaran : Biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respons ventrikuler ireguler, karena nodus AV tidak berespon terhadap frekwensi atrium yang cepat, maka impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel berespon ireguler.
• • Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Ireguleritas irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.
Penanganan diarahkan untuk mengurangi iritabilitas atrium dan mengurangi frekwensi respons ventrikel. Pasien dengan fibrilasi atrium kronik, perlu diberikan terapi antikoagulan untuk mencegah tromboemboli yang dapat terbentuk di atrium.
Obat pilihan untuk menangani fibrilasi atrium sama dengan yang digunakan pada penatalaksanaan PAT, preparat digitalis digunakan untuk memperlambat frekwensi jantung dan antidisritmia seperti quinidin digunakan untuk menekan disritmia tersebut.

DISRITMIA VENTRIKEL
• Kontraksi Prematur Ventrikel
Kontraksi ventrikel premature (PVC) terjadi akibat peningkatan otomatisasi sel otot ventrikel. PVC bisa disebabkan oleh toksisitas digitalis, hipoksia, hipokalemia, demam, asidosis, latihan, atau peningkatan sirkulasi katekolamin.
PVC jarang terjadi dan tidak serius. Biasanya pasien merasa berdebar-debar teapi tidak ada keluhan lain. Namun, demikian perhatian terletak pada kenyataan bahwa kontraksi premature ini dapat menyebabkan disritmia ventrikel yang lebih serius.
Pada pasien dengan miokard infark akut, PVC bisa menjadi precursor serius terjadinya takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel bila :
• • Jumlahnya meningkat lebih dari 6 per menit
• • Multi focus atau berasal dari berbagai area di jantung.
• • Terjadi berpasangan atau triplet
• • Terjadi pada fase hantaran yang peka.
Gelombang T memeprlihatkan periode di mana jantung lebih berespons terhadap setiap denyut adan tereksitasi secara disritmik. Fase hantaran gelombang T ini dikatakan sebagai fase yang peka.
Karakteristik :
• • Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.
• • Gelombang P : Tidak akan muncul karena impuls berasal dari ventrikel.
• • Kompleks QRS : Biasanya lebar dan aneh, berdurasi lebih dari 0, 10 detik. Mungkin berasal dari satu focus yang sama dalam ventrikel; atau mungkin memiliki berbagai bentuk konfigurasi bila terjadi dari multi focus di ventrikel.
• • Hantaran : Terkadang retrograde melalui jaringan penyambung dan atrium.
• • Irama : Ireguler bila terjadi denyut premature.
Untuk mengurangi iritabilitas ventrikel, harus ditentukan penyebabnya dan bila mungkin, dikoreksi. Obat anti disritmia dapat dipergunakan untuk pengoabtan segera atau jangka panjang. Obat yang biasanya dipakai pada penatalaksanaan akut adalah lidokain, prokainamid, atau quinidin mungkin efektif untuk terapi jangka panjang.
• Bigemini Ventrikel
Bigemini ventrikel biasanya diakibatkan oleh intoksikasi digitalis, penyakit artei koroner, MI akut, dan CHF. Istilah bigemini mengacu pada kondisi dimana setiap denyut adalah prematur.
Karakteristik :
• • Frekwensi : Dapat terjadi pada frekwensi jantung berapapun, tetapi biasanya kurang dari 90 denyut per menit.
• • Gelombang P : Seperti yang diterangkan pada PVC; dapat tersembunyi dalam kompleks QRS.
• • Kompleks QRS : Setiap denyut adalah PVC dengan kompleks QRS yang lebar dan aneh dan terdapat jeda kompensasi lengkap.
• • Hantaran : Denyut sinus dihantarkan dari nodus sinus secara normal, namun PVC yang mulai berselang seling pada ventrikel akan mengakibatkan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.
• • Irama : Ireguler.
Bila terjadi denyut ektopik pada setiap denyut ketiga maka disebut trigemini, tiap denyut keempat, quadrigemini.
Penanganan bigemini ventrikel adalah sama dengan PVC karena penyebab yang sering mendasari adalah intoksikasi digitalis, sehingga penyebab ini harus disingkirkan atau diobati bila ada. Bigemini ventrikel akibat intoksikasi digitalis diobati dengan fenitoin (dilantin).
• Takikardia Ventrikel
Disritmia ini disebabkan oleh peningkatan iritabilitas miokard, seperti PVC. Penyakit ini biasanya berhubungan dengan penyakit arteri koroner dan terjadi sebelum fibrilasi ventrikel. Takikardia ventrikel sangat berbahaya dan harus dianggap sebagai keadaan gawat darurat. Pasien biasanya sadar akan adanya irama cepat ini dan sangat cemas. Irama ventrikuler yang dipercepat dan takikardia ventrikel mempunyai karakteristik sebagai berikut :
• • Frekwensi : 150 sampai 200 denyut per menit.
• • Gelombang P : Biasanya tenggelam dalam kompleks QRS; bila terlihat, tidak slealu mempunyai pola yang sesuai dengan QRS. Kontraksi ventrikel tidak berhubungan dengan kontraksi atrium.
• • Kompleks QRS : Mempunyai konfigurasi yang sama dengan PVC- lebar dan anerh, dengan gelombang T terbalik. Denyut ventrikel dapat bergabung dengan QRS normal, menghasilkan denyut gabungan.
• • Hantaran : Berasal dari ventrikel, dengan kemungkinan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.
• • Irama : Biasanya regular, tetapi dapat juga terjadi takiakrdia ventrikel ireguler.
Terapi yang akan diberikan dtentukan oleh dapat atau tidaknya pasien bertoleransi terhadap irama yang cepat ini. Penyebab iritabilitas miokard harus dicari dan dikoreksi segera. Obat antidisritmia dapat digunakan. Kardioversi perlu dilakukan bila terdapat tanda-tanda penurunan curah jantung.
• Fibrilasi Ventrikel
Fibrilasi ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tak efektif. Pada disritmia ini denyut jatung tidak terdengar dan tidak teraba, dan tidak ada respirasi. Polanya sangat ireguler dan dapat dibedakan dengan disritmia tipe lainnya. Karena tidak ada koordinasi antivitas jantung, maka dapat terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikel tidak segera dikoreksi.
Karateristik :
• • Frekwensi : Cepat, tak terkoordinasi dan tak efektif.
• • Gelombang P : Tidak terlihat.
• • Kompleks QRS : CEpat, undulasi iregulertanpa pola yang khas (multifokal). Ventrikel hanya memiliki gerakan yang bergetar.
• • Hantaran : Banyak focus di ventrikel yang melepaskan impuls pada saat yang sama mengakibatkan hantaran tidak terjadi; tidak terjadi kontraksi ventrikel.
• • Irama : Sangat ireguler dan tidak terkordinasi, tanpa pola yang khusus.
• Penanganan segera adalah melalui defibrilasi.

ABNORMALITAS HANTARAN
• Penyekat AV Derajat Satu
Penyekat AV derajat satu biasanya berhubungan dengan penyakit jantung organic atau mungkin disebabkan oleh efek digitalis. Hal ini biasanya terlihat pad apasien dengan infark miokard dinding inferior jantung.
Karakteristik :
• • Frekwensi : Bervariasi, biasanya 60 sampai 100 denyut per menit.
• • Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS. Interval PR berdurasi lebih besar dari 0, 20 detik.
• • Kompleks QRS : Mengikuti setiap gelombang P, biasanya normal.
• • Hantaran : Hantaran menjadi lambat, biasanya di setiap tempat antara jaringan penyambung dan jaringan purkinje, menghasilkan interval PR yang panjang. Hantaran ventrikel biasanya normal.
• • Irama : Biasanya regular.
Disritmia ini penting karena dapat mengakibatkan hambatan jantung yang lebih serius. Merupakan tanda bahaya. Maka pasien harus dipantau ketat untuk setiap tahap lanjut penyekat jantung.
• Penyekat AV Derajat Dua
Penyekat AV derajat dua juga disebabkan oleh penyakit jantung organic, infark miokard atau intoksikasi digitalis. Bentuk penyekat ini menghasilkan penurunan frekwensi jantung dan biasanya penurunan curah jantung.
Karakteristik :
• • Frekwensi : 30 sampai 55 denyut per menit. Frekwensi atrium dapat lebih cepat dua , tiga atau empat kali disbanding frekwensi ventrikel.
• • Gelombang P : Terdapat dua, tiga atau empat gelombang untuk setiap kompleks QRS. Interval PR yang dihantarkan biasanya berdurasi normal.
• • Kompleks QRS : Biasanya normal.
• • Hantaran : Satu atau dua impuls tidak dihantarkan ke ventrikel.
• Irama : Biasanya lambat dan regular. Bila terjadi irama ireguler, hal ini dapat diebabkan oleh kenyataan adanya penyekat yang bervariasi antara 2:1 sampai 3:1 atau kombinasi lainnya.
Penanganan diarahkan untuk meningkatkan frekwensi jantung guna mempertahankan curah jantung normal. Intoksikasi digitalis harus ditangani dan seitap pengoabtan dengan fungsi depresi aktivitas miokard harus ditunda.
• Penyekat AV Derajat Tiga
Penyekat AV derajat tiga (penyekat jantung lengkap) juga berhubungan dengan penyakit jantung organic, intoksikasi digitalis dan MI. frekwensi jantung berkurang drastic, mengakibatkan penurunan perfusi ke organ vital, seprti otak, jantung, ginjal, paru dan kulit.
Karakteristik :
• • Asal : Impuls berasal dari nodus SA, tetapi tidak dihantarkan ke serat purkinje. Mereka disekat secara lengkap. Maka setiap irama yang lolos dari daerah penyambung atau ventrikel akan mengambil alih pacemaker.
• • Frekwensi : frekwensi atrium 60 sampai 100 denyut per menit, frekwensi ventrikel 40 sampai 60 denyut per menit bila irama yang lolos berasal dari daerah penyambung, 20 sampai 40 denyut permenit bila irama yang lolos berasal dari ventrikel.
• • Gelombang P : Gelombang P yang berasal dari nodus SA terlihat regular sepanjang irama, namun tidak ada hubungan dengan kompleks QRS.
• • Kompleks QRS : Bila lolosnya irama berasal dari daerah penyambung , maka kompleks QRS mempunyai konfigurasi supraventrikuler yang normal, tetapi tidak berhubungan dengan gelombang P. kompleks QRS terjadi secara regular. Bila irama yang lolos berasal dari ventrikel, kompleks QRS berdurasi 0, 10 detik lebih lama dan baisanya lebar dan landai. Kompleks QRS tersebut mempunyai konfigurasi seperti kompleks QRS pada PVC.
• • Hantaran : Nodus SA melepaskan impuls dan gelombang P dapat dilihat. Namun mereka disekat dan tidak dihantarkan ke ventrikel. Irama yang lolos dari daerah penyambung biasnaya dihantarkan secara normal ke ventrikel. Irama yang lolos dari ventrikel bersifat ektopik dengan konfigurasi yang menyimpang.
• • Irama : Biasanya lambat tetapi regular.
• Penanganan diarahkan untuk meningkatkan perfusi ke organ vital. Penggunaan pace maker temporer sangat dianjurkan. Mungkin perlu dipasang pace maker permanent bila penyekat bersifat menetap.

• Asistole Ventrikel
Pada asistole ventrikel tidak akan terjadi kompleks QRS. Tidak ada denyut jantung, denyut nadi dan pernapasan. Tanpa penatalaksanaan segera, asistole ventrikel sangat fatal.
Karakteristik :
• • Frekwensi : tidak ada.
• • Gelombang P : Mungkin ada, tetapi tidak dapat dihantarkan ke nodus AV dan ventrikel.
• • Kompleks QRS : Tidak ada.
• • Hantaran : Kemungkinan, hanya melalui atrium.
• • Irama : Tidak ada.
Resusitasi jantung paru (CPR) perlu dilakukan agar pasien tetap hidup. Untuk menurunkan stimulasi vagal, berikan atropine secara intravena. Efinefrin (intrakardiak) harus diberikan secara berulang dengan interval setiap lima menit. Natrium bikarbonat diberikan secara intravena. Diperlukan pemasangan pacemaker secara intratoraks, transvena atau eksternal.

5. KOMPLIKASI
6. PROSEDUR DIAGNOSTIK

• EKG : Menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan oabt jantung.
• Monitor Holter : gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
• Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup.
• Skan pencitraan miokardia : Dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
• Tes stress latihan : Dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.
• Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat menyebabkan disritmia.
• Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat, contoh digitalis, quinidin dan lain-lain.
• Pemeriksaan Tiroid : Peningkatan atau penurunan kadar tiroid serum dapat menyebabkan /meningkatnya disritmia.
• laju Sedimentasi : Peninggian dapat menunjukkan proses inflamasi akut/aktif, contoh endokarditis sebagai faktor pencetus untuk disritmia.
• GDA/Nadi Oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.

7. MANAJEMEN MEDIK

Pada prinsipnya tujuan terapi aritmia adalah (1) mengembalikan irama jantung yang normal (rhythm control), (2) menurunkan frekuensi denyut jantung (rate control), dan (3) mencegah terbentuknya bekuan darah.
Terapi sangat tergantung pada jenis aritmia. Sebagian gangguan ini tidak perlu diterapi. Sebagian lagi dapat diterapi dengan obat-obatan. Jika kausa aritmia berhasil dideteksi, maka tak ada yang lebih baik daripada menyembuhkan atau memperbaiki penyebabnya secara spesifik. Aritmia sendiri, dapat diterapi dengan beberapa hal di bawah ini;
Disritmia umumnya ditangani dengan terapi medis. Pada situasi dimana obat saja tidak memcukupi, disediakan berbagai terapi mekanis tambahan. Terapi yang paling sering adalah kardioversi elektif, defibrilasi dan pacemaker. Penatalaksanaan bedah, meskipun jarang, juga dapat dilakukan.

OBAT-OBATAN
Obat-obatan. Ada beberapa jenis obat yang tersedia untuk mengendalikan aritmia. Pemilihan obat harus dilakukan dengan hati-hati karena mereka pun memiliki efek samping. Beberapa di antaranya justru menyebabkan aritimia bertambah parah. Evaluasi terhadap efektivitas obat dapat dikerjkan melalui pemeriksaan EKG (pemeriksaan listrik jantung).

KARDIOVERSI
Kardioversi mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks QRS, biasanya merupakan prosedur elektif. Pasien dalam keadaan sadar dan diminta persetujuannya.

DEFIBRILASI
Defibrilasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat. Biasanya terbatas penatalaksanaan fibrilasi ventrikel apabila tidak ada irama jantung yang terorganisasi. Defibrilasi akan mendepolarisasi secara lengkap semua sel miokard sekaligus, sehingga memungkinkan nodus sinus memperoleh kembali fungsinya sebagai pacemaker.

DEFIBRILATOR KARDIOVERTER IMPLANTABEL
Adalah suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takiakrdia ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami fibrilasi ventrikel.

TERAPI PACEMAKER
Pacemaker adalah alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekwensi jantung. Alat ini memulai dan memeprtahankan frekwensi jantung kerika pacemaker alamiah jantung tak mampu lagi memenuhi fungsinya. Pacemaker biasanya digunakan bila pasien mengalami gangguan hantaran atau loncatan gangguan hantaran yang mengakibatkan kegagalan curah jantung.

PEMBEDAHAN HANTARAN JANTUNG
Takikardian atrium dan ventrikel yang tidak berespons terhadap pengobatan dan tidak sesuai untuk cetusan anti takikardia dapat ditangani dengan metode selain obat dan pacemaker. Metode tersebut mencakup isolasi endokardial, reseksi endokardial, krioablasi, ablasi listrik dan ablasi frekwensi radio.
Isolasi endokardial dilakukan dengan membuat irisan ke dalam endokardium, memisahkannya dari area endokardium tempat dimana terjadi disritmia. Batas irisan kemudian dijahit kembali. Irisan dan jaringan parut yang ditimbulkan akan mencegah disritmia mempengaruhi seluruh jantung.
Pada reseksi endokardial, sumber disritmia diidentifikasi dan daerah endokardium tersebut dikelupas. Tidak perlu dilakukan rekonstruksi atau perbaikan.
Krioablasi dilakukan dengan meletakkkan alat khusus, yang didinginkan sampai suhu -60ºC (-76ºF), pada endokardium di tempat asal disritmia selama 2 menit. Daerah yang membeku akan menjadi jaringan parut kecil dan sumber disritmia dapat dihilangkan.
Pada ablasi listrik sebuah kateter dimasukkan pada atau dekat sumber disritmia dan satu sampai lima syok sebesar 100 sampai 300 joule diberikan melalui kateter langsung ke endokardium dan jaringan sekitarnya. Jaringan jantung menjadi terbakar dan menjadi parut, sehingga menghilangkan sumber disritmia.
Ablasi frekwensi radio dilakukan dengan memasang kateter khusus pada atau dekat asal disritmia. Gelombang suara frekwensi tinggi kemudian disalurkan melalui kateter tersebut, untuk menghancurkan jaringan disritmik. Kerusakan jaringan yang ditimbulkan lebih spesifik yaitu hanya pada jaringan disritmik saja disertai trauma kecil pada jaringan sekitarnya dan bukan trauma luas seperti pada krioablasi atau ablasi listrik.

ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN DATA DASAR
AKTIVITAS /ISTIRAHAT
Gejala :
1) Kelemahan, kelelahan umum dan karena kerja.
Tanda :
2) Perubahan frekwensi jantung/TD dengan aktivitas/olahraga.

SIRKULASI
Gejala :
3) Riwatar IM sebelumnya/akut 90%-95% mengalami disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi.
Tanda :
4) Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama periode disritmia.
5) Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus altenan (denyut kuat teratur/denyut lemah), nadi bigeminal (denyut kuat tak teratur/denyut lemah).
6) Deficit nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial).
7) Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.
8) Kulit : warna dan kelembaban berubah, contoh pucat, sianosis, berkeringat (gagal jantung, syok).
9) Edema : dependen, umum, DVJ (pada adanya gagal jantung).
10) Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat.

INTEGRITAS EGO
Gejala :
• Perasaan gugup (disertai takiaritmia), perasaan terancam.
• Stressor sehubungan dengan masalah medik.
Tanda :
• Cemas, takut, menolak, marah, gelisah, menangis.

MAKANAN/CAIRAN
Gejala :
• Hilang nafsu makan, anoreksia.
• Tidak toleran terhadap makanan (karena adanya obat).
• Mual/muntah.
• Perubahan berat badan.
Tanda :
• Perubahan berat badan.
• Edema
• Perubahan pada kelembaban kulit/turgor.
• Pernapasan krekels.

NEURO SENSORI
Gejala :
• Pusing, berdenyut, sakit kepala.
Tanda :
• Status mental/sensori berubah, contoh disorientasi, bingung, kehilangan memori, perubahan pola bicara/kesadaran, pingsan, koma.
• Perubahan perilaku, contoh menyerang, letargi, halusinasi.
• Perubahan pupil (kesamaan dan reaksi terhadap sinar).
• Kehilangan refleks tendon dalam dengan disritmia yang mengancam hidup (takikardia ventrikel , bradikardia berat).

NYERI/KETIDAKNYAMANAN
Gejala :
• Nyeri dada, ringan sampai berat, dimana dapat atau tidak bias hilang oleh obat anti angina.
Tanda :
• Perilaku distraksi, contoh gelisah.

PERNAPASAN
Gejala :
• Penyakit paru kronis.
• Riwayat atau penggunaan tembakau berulang.
• Napas pendek.
• Batuk (dengan /tanpa produksi sputum).
Tanda :
• Perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan selama episode disritmia.
• Bunyi napas : bunyi tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernapasan, seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal.

KEAMANAN
Tanda :
• Demam.
• Kemerahan kulit (reaksi obat).
• Inflamasi, eritema, edema (trombosis superficial).
• Kehilangan tonus otot/kekuatan.

PENYULUHAN
Gejala :
• Faktor risiko keluarga contoh, penyakit jantung, stroke.
• Penggunaan/tak menggunakan obat yang disresepkan, contoh obat jantung (digitalis); anti koagulan (coumadin) atau obat lain yang dijual bebas, contoh sirup batuk dan analgesik berisi ASA.
• Adanya kegagalan untuk memeprbaiki, contoh disritmia berulang/tak dapat sembuh yang mengancam hidup.
Pertimbangan :
• DRG menunjukkan rerata lama di rawat : 3,2 hari.
Rencana pemulangan :
• Perubahan penggunaan obat.

2. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

1) RISIKO TINGGI TERHADAP PENURUNAN CURAH JANTUNG.
Faktor risiko meliputi :
v Gangguan konduksi elektrikal.
v Penurunan kontraktilitas miokardia.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
v Tidak dapat diterapkan , adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa actual.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi :
v Mempertahankan /meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urine adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa.
v Menunjukkan penurunan frekwensi/tak adanya disritmia.
v Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
INTERVENSI
RASIONAL
• Raba nadi (radial, carotid, femoral, dorsalis pedis) catat frekwensi, keteraturan, amplitude (penuh/kuat) dan simetris. Catat adanya pulsus alternan, nadi bigeminal atau defisit nadi.
• Auskultasi bunyi jantung, catat frekwensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.
• Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan. Laporkan variasi penting pada TD/frekwensi nadi, kesamaan, pernapasan, perubahan pada warna kulit/suhu, tingkat kesadaran/sensori, dan haluaran urine selama episode disritmia.
• Tentukan tipe disritmia dan catat irama (bila pantau jantung /telemetri tersedia).
• Takikardia
• Bradikardia
• Disritmia atrial
• Disritmia ventrikel
• Blok jantung
• Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.
• Demonstrasikan /dorong penggunaan perilaku pengaturan stress, contoh tehnik relaksasi , bimbingan imajinasi, napas lambat/dalam.
• Selidiki laporan nyeri dada, catat lokasi, lamanya, intensitas, dan faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal, contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD/frekwensi jantung.
• Siapkan /lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi.
• Kolaborasi
• Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit.
• Kadar obat.
• Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
• Berikan obat sesuai indikasi.
• Kalium,
• Antidisritmia :
• Kelompok Ia, contoh disopiramid (norpace), prokainamid (pronestly), quinidin (quinagulate).
• Kelompok Ib contoh lidokain, fenitoin, tokainidin, meksiletine.
• Kelompok Ic, contoh enkainid, flekainid, propafenon.
• Kelompok II, contoh propranolol, nadolol, asebutolol, esmolol.
• Kelompok III, contoh bretilium toslat, aminodaron.
• Kelompok IV, contoh verapamil, nifedipin, diltiazem.
• Lain-lain, contoh atropine sulfat, isoproterenol, glkosid jantung , digitalis.
• Siapkan untuk/Bantu kardioversi elektif.
• Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung.
• Masukan/pertahankan masukan IV
• Siapkan untuk prosedur diagnostic invasive/bedah sesuai indikasi.
• Siapkan untuk/Bantu penanaman otomatik kardioversi atau defibrilator (AICD) bila diindikasikan
2) KURANG PENGETAHUAN TENTANG PENYEBAB/KONDISI PENGOBATAN.
Dapat dihubungkan dengan :
v Kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.
v Tidak mengenal sumber informasi.
v Kurang mengingat.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
v Pertanyaan
v Pernyataan salah konsepsi.
v Gagal memperbaiki program sebelumnya.
v Terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi :
v Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan dan fungsi pacu jantung (bila menggunakan).
v Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping merugikan dari obat.
v Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan.
v Menghubungkan dengan benar prosedur tanda gagal pacu jantung.

INTERVENSI
RASIONAL
• Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal.
• Jelaskan/tekankan masalah disritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/orang terdekat.
• Identifikasi efek merugikan/komplikasi disritmia khusus, contoh kelemahan, edema dependen, perubahan mental lanjut, vertigo.
• Anjurkan /catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan (tindakan yang dibutuhkan), bagaimana dan kapan minum obat, apa yang dilakukan bila dosis terlupakan (informasi dosis dan penggunaan), efek samping yang diharapkan atau kemungkinan reaksi merugikan, interaksi dengan obat lain/obat yang dijual bebas atau substansi (alcohol, tembakau), sesuai dengan apa dan kapan melaporkan ke dokter.
• Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan. Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan aktivitas cepat, contoh pusing, silau, dispnea, nyeri dada.
• Kaji ulang kebutuhan diet individu/pembatasan, contoh kalium dan kafein.
• Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien/orang terdekat untuk dibawa pulang.
• Anjurkan pasien melakukan pengukuran nadi dengan tepat. Dorong pencatatan nadi harian sebelum minum obat/latihan. Identifikasi situasi yang memerlukan intervensi medis cepat.
• Kaji ulang kewaspadaan keamanan, tehnik untuk mengevaluasi/mempertahankan pacu jantung atau fungsi AICD dan gejala yang memerlukan intervensi medis.
• Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus maneuver. Valsalva bila perlu.


DAFTAR PUSTAKA
1. Emergency Cardiovascular Care Program, Advanced Cardiac Life Support, 1997-1999, American Heart Association.
2. Noer Sjaifoellah, M.H. Dr. Prof, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Edisi ketiga, 1996, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
3. http://www.rnceus.com/course_frame.asp?exam_id=16&directory=ekg
4. http://www.ce5.com/ekg101.htm
5. http://www.kompas.com/kesehatan/news/0305/07/112208.htm
6. http://www.rnceus.com/course_frame.asp?exam_id=16&directory=ekg
7. Smeltzer Bare, 2002, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & Studdarth, edisi 8 , EGC, Jakarta.
8. Guyton & Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Cetakan I, EGC, Jakarta.
9. http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2004/3/7/ink1.html
10. Ganong F. William, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC, Jakarta.
11. Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume I, EGC, Jakarta.
Diposkan oleh Ners Semarang di 04:17 0 komentar Link ke posting ini
Label: KARDIOVASKULER
Jumat, 2007 Agustus 03
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ARITMIA
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ARITMIA

1. Definisi
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999). Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel (Price, 1994). Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996).

2. Etiologi
Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :
1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi)
2. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
3. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat anti aritmia lainnya
4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)
5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung
6. Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
7. Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)
8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)
9. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung
10. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi jantung)
2. Pathofisiologi
Terlampir

Manifestasi klinis
1. Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
2. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
3. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
4. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
5. demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

Pemeriksaan Penunjang
2. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
3. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
4. Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
5. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
6. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.
7. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.
8. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
9. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.
10. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
11. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.

Penatalaksanaan Medis
12. Terapi medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
1. Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
• Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang menyertai anestesi.
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
• Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.
Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT

• Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
2. Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)
Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi
3. Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang
4. Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia
13. Terapi mekanis
1. Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
2. Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat.
3. Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
4. Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.

Pengkajian
1. Riwayat penyakit
• Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi
• Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi
• Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi
• Kondisi psikososial
15. Pengkajian fisik
1. Aktivitas : kelelahan umum
2. Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun berat.
3. Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,marah, gelisah, menangis.
4. Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit
5. Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
6. Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
7. Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
8. Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan
Diagnosa keperawatan dan Intervensi
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.
Kriteria hasil :
1. Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa
2. Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia
3. Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
Intervensi :
4. Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan, amplitudo dan simetris.
5. Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.
6. Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan.
7. Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia atrial; disritmia ventrikel; blok jantung
8. Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.
9. Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi
10. Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD
11. Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi
12. Kolaborasi :
13. Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit
14. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
15. Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmi
16. Siapkan untuk bantu kardioversi elektif
17. Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
18. Masukkan/pertahankan masukan IV
19. Siapkan untuk prosedur diagnostik invasif
20. Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrilator

Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.
Kriteria hasil :
1. menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan
2. Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping obat
Intervensi :
3. Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal
4. Jelakan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/keluarga
5. Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh kelemahan, perubahan mental, vertigo.
6. Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan bila dosis terlupakan
7. Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan
8. Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein
9. Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa pulang
10. Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat
11. Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung dan gejala yang memerlukan intervensi medis
12. Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan